08. mintamaaf

2.3K 353 28
                                    


Hal pertama kali yang [Name] lihat saat bangun dari tidurnya adalah Ice yang tengah menggenggam erat tangannya sambil tidur.

Posisi tidurnya posisi duduk, membuat [Name] merasa kasian dan memilih untuk membangunkan Ice. Ia menepuk pelan pundak itu, yang mana langsung direspon dengan sebuah erangan.

"Ice, bangun. Kalo mau tidur di kasur."

Matanya ia kucek berulang kali sampai akhirnya dia sudah sepenuhnya sadar dan melihat ke sekeliling.

Ice berdiri, tubuhnya terasa pegal karena tidur dengan posisi duduk—namun, itu tak menjadi sebuah penyesalan baginya.

Setelahnya, Ice duduk di sofa yang sama dengan istrinya. Kepalanya dia senderkan ke bahu sang istri dengan pinggang ramping istrinya yang ia peluk erat.

"A-Ice?"

"Maaf."

Sebuah kata itu keluar dari mulut Ice lagi, tadi malam mengatakannya ketika [Name] tidur, pasti [Name] tak mendengarkannya, kan? Makanya, ia ulang sekali lagi.

"Maaf aku teriak tadi malem."

[Name] tertegun untuk beberapa saat. Hingga ia menaruh tangannya di surai coklat Ice dan mengelusnya pelan. [Name] sedikit terkikik ketika mendengar maaf dari Ice, baginya itu lucu. Seperti bocah kecil.

"Jangan teriak kayak gitu lagi!"

Sang suami mengangguk, ia menyembunyikan wajahnya di sekitar rambut [Name] dengan perasaan lega.

"Aku memang ada masalah, masalah sama Kak Upan."

"Tuh, kan. Siapa yang kemarin bilang cuma masalah kantor??" katanya. Ia tarik rambut coklat Ice, membuat Ice sedikit meringis kesakitan.

"Aduh! Aku kan awalnya gamau cerita, [Name]. Aku cerita karena kamu suruh."

"Ya kamu, sok-sokan banget mau gak cerita. Padahal dulu selalu ke laut terus nangis curhat gitu. Dah dah, lanjut."

Ice sedikit cemberut, betul juga apa yang dikatakan [Name]. Sebelum nikah ia selalu menangis dan bercerita di depan laut, seolah dia itu tak punya siapa-siapa.

"Aku kemarin gak sengaja ngebentak Kak Upan pas selesai rapat. Disitu aku lagi kesel sama hasil rapatnya, terus Kak Upan mungkin niatnya pengen bantu naikin mood, gitu. Tapi aku malah ngebentak."

"Terus?"

"Kak Upan marah, terus balik bentak ...."

Aduh, adik-kakak yang satu ini.

"Memang kamu ngebentak kayak gimana, sih? Kok bisa sampe marah gitu. Kak Fan kan orangnya asik banget."

"... begini. 'BISA DIEM AJA GA SI? KAKAK DARI TADI CUMA NGEBUAT ORANG RISIH.' Aku keceplosan, [Name]."

"... kalo gitu aku gak heran, ya, Ice."

"Terus Kak Upan jawabnya gak kalah ngegas [Name], aku jadi makin kesel terus malah pergi, gak minta maaf."

[Name] hanya menggelengkan kepalanya, bisa-bisanya Ice kesayangan dia memiliki masalah sepele seperti ini. Sebenarnya [Name] tahu, Ice saat pulang dengan raut wajah kesal itu, maksudnya kesal karena tak bisa meminta maaf pada Taufan.

"Ice, hari ini minta maaf ke Kak Fan, bilang kamu gak ada maksud ngebentak."

"Temenin."

"Lah, apasih bocah banget, minta maaf kok ditemenin."

Kadang [Name] berpikir, jika Ice saja manjanya minta ampun, bagaimana dengan anak mereka nanti?

Jiakh, anak ga tuh.

Ice mendengus, "pokoknya temenin. Oh, iya, [Name] udah selesai dateng bulannya?"

[Name] mengerjapkan matanya sebelum ia memerah karena paham maksud Ice menanyakan hal tersebut.

"Kamu ini sabaar dikit, Ice. A-aku udah hari keenam, kok. Lagian kalo udah selesai aku gak bakal ngasih, sih."

"Yasudah, aku paksa biar dikasih."

"... HEH, ICEEE!"

_______

Kak, Ice nya kurung aja, Kak.

Huhuu niat hati mau up jam 1 tapi aku ngerasa ada yang kurang, akhirnya tidur dulu ✋ habis itu jam 3 bangun, tahajudan dulu lah, baru nge revisi ulang chap ini. Setelahnya aku main game dulu, eh tiba tiba shubuh 😭 yaudah

Habis shubuh aku baru bisa tidur

See u mingdep ya!


blue sea; b. ice [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang