07. emosi

2.4K 351 26
                                    


Sekitar lima hari lamanya [Name] dan Ice di kota orang, akhirnya esok mereka pulang juga. Kerjaan Ice sudah selesai, dan dari wajahnya saja terlihat Ice memang buru-buru ingin pulang.

"Kamu dari kemarin kenapa, sih?"

"Gapapa."

"Ice, harusnya aku yang kayak gitu, tau! Kenapa jadi kamu, sih? Kamu bilang ada masalah kantor, masalah apa memangnya?"

Ice tak berniat menjawab, ia tetap fokus pada tumpukan baju yang sedang dibereskan untuk dibawa pulang kembali.

"Ice, kenapaa siih? Kamu mau cerita apa? Sini ku dengerin, deh—"

"—[Name], aku ingin susu putih hangat. Tolong buatin, dong, boleh?"

Sudah sangat jelas pria ini mencoba mengalihkan topik dari dirinya. Namun, [Name] tetap mengangguk lalu pergi ke arah ceret untuk memasak air panas.

"Aku tanya Kak Fan aja kali, ya?" gumamnya.

Akhirnya, sembari menunggu air nya matang, [Name] mencoba mengirimi pesan pada kakak iparnya itu. Awalnya sih ingin menelpon istrinya Taufan saja, tapi, mendengar kabar jikalau istrinya Taufan itu sebelas dua belas sama Halilintar, [Name] tak jadi.

Haloo kak, Ice ada masalah
apa ya di kantor? |
20.10

| [Name]
20.11

| Jangan bahas itu dulu, ya?
20.11

| Taufan tadi tiba-tiba kesel sendiri. Aku istrinya.
20.11

| Kupikir mereka berdua berantem.
20.11

[Name] sedikit mengerutkan alisnya, ia kira ia akan mendapatkan jawaban dari Taufan, namun, malah istrinya yang menjawab dan terlihat tak tahu juga dengan masalah Ice dan Taufan.

"Ice,"

"Kenapa, [Name]?"

"Kamu berantem sama Kak Fan?"

Setelahnya, aktivitas Ice langsung terhenti. Ice menoleh ke arah [Name] yang juga saat ini menatapnya.

"[Name], aku gak berantem sama dia, aku bilang kan ini masalah kantor."

"Aku tau kamu bohong, Ice. Keliatan banget dari mukamu."

"Enggak, [Name]."

[Name] memutar bola matanya malas, ia tuang terlebih dahulu air panas itu ke dalam gelas yang berisi bubuk susu, lalu setelah itu, dia memberikannya pada Ice.

"Coba cerita."

"Enggak. Ini urusan kantor."

"Bohong,"

"Enggak."

"Ice, kalo ada masalah itu cerita aja, siapa tau aku bisa kasih solusi. Gak semua masalah bisa diselesain sendiri, ayo selesain berdua."

"AKU BILANG ENGGAK, YA ENGGAK!"

Ice berteriak tepat di depan [Name], emosinya tak terkontrol saat ini, ia juga nampak terengah-engah ketika selesai berteriak.

[Name] masih diam, mencoba mencerna apa yang terjadi saat ini. Habisnya, untuk pertama kalinya di pernikahan mereka, Ice teriak seperti ini kepadanya.

"M-Maaf ...? A-aku ga maksud maksa kamu buat cerita. Maaf,"

Pupil milik sang pria mengecil, ia baru sadar dengan apa yang ia lakukan tadi. Rambutnya dia acak frustrasi. Ice mencoba mengalihkan pandangannya dari [Name], rasanya dia ingin terus memaki dirinya sendiri yang begitu bodoh karena kelepasan.

"K-kalo kamu gak mau cerita gapapa, kok! Yang penting masalahnya diselesaiin baik-baik, a-ahahaha."

[Name] menggaruk pipinya yang tak gatal, ia tahu, ini juga salah dirinya karena terlalu memaksa Ice buka mulut, tapi tetap saja, rasa takut karena habis diteriaki itu masih ada pada diri [Name] saat ini.

[Name] segera bangun dari sana, dia pergi ke pojokan sofa dan membuka kembali buku yang kemarin ia baca.

Setidaknya, [Name] bisa tenang sedikit.

_________

21.20

"Akhirnya selesai."

Ice sedikit menguap, rasa pegal juga sudah sangat ia rasakan saat ini, habisnya tadi ia mengurusi pakaian-pakaian yang harus dikemas untuk pulang hampir dua jam.

Kerjainnya ga niat, sih.

Ice meminggirkan koper ke pojokan ruangan. Setelahnya dia langsung pergi ke kamar mandi untuk sikat gigi sebelum tidur.

Saat keluar dari kamar mandi, ia baru ingat, kejadian satu jam yang lalu itu. Saat ia berteriak tepat di depan [Name].

Ia segera pergi ke ranjang, namun, wanita yang ia cari itu tak ada di sana. Segera matanya mencari keberadaan tempat lain—sebelum akhirnya sofa menarik perhatiannya.

Disana, [Name] tertidur dengan buku yang menimpa wajahnya, sepertinya ia ketiduran.

Perlahan, Ice mendatangi [Name], ia duduk di samping istrinya, mengambil buku yang habis dibaca oleh istrinya lalu menaruhnya di atas meja sebelah sofa. Ia memperhatikan wajah cantik sang istri sembari memainkan anak rambutnya.

"Maaf."

Kata itu keluar dari mulut Ice, entah [Name] dengar atau tidak, yang penting Ice bisa mengucapkannya.

"Aku tadi teriak gara-gara emosi, maaf, [Name]. Malah jadi kamu yang kena."

Dia menarik tangan istrinya, mengecupnya pelan dengan penuh kasih sayang. Rasa menyesal benar-benar menyelimuti seluruh tubuhnya.

"Habis ini, tolong jangan takut sama aku, ya, BeCil."

Ice sedikit terkekeh, dia mengecup kening [Name] pelan, lalu menaruh kepalanya di pinggiran sofa. Tidak, ia tak ingin tidur di sofa, ia ingin tidur dengan posisi seperti ini. Tidur sambil memegang tangan [Name].

______

Halooo, balik lagi sama akuu ✋

Kayaknya nanti aku bakal update lagi, jam 11-an WIB kali, ya 😭

Bisa jadi jam 1 malem juga si

See u!

blue sea; b. ice [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang