Cuaca hari ini nggak begitu bagus karena langit lagi mendung. Sebenernya gue agak males mau bangun cuma buat buka mata, apalagi bangun buat mandi dan berangkat sekolah. Akhirnya gue meniatkan diri bangun untuk memulai hari dengan mandi dan sarapan.
Untuk make up, gue cuma pake bedak bayi tambah lipbalm biar keliatan seger aja. Udah gitu doang. Beralih ke seragam. Tinggal pake seragam. Karena mendung, angin yang lewat jadi dingin. Jadi gue memutuskan untuk bawa jaket. Dipake nanti kalo angin makin dingin.
Saatnya buat sarapan. Dapur gue lumayan menjorok ke belakang. Sedangkan kamar gue diujung depan. Kalo ada orang ketok pintu depan bisa kedengeran sampe kamar gue. Karena cuma kebatesan dinding kamar sama dinding ruang tamu. Rumah gue nggak ada lantai duanya. Cuma bedanya luas dan melebar.
Karena orang-orang nggak dirumah, gue masak nasi di microwave. Rice cooker cuma dipake kalo ada orang atau lagi kumpul-kumpul. Nakar air sama beras itu susah kalo cuma sedikit masaknya. Untuk lauk gue angetin lagi ayam goreng yang gue buat semalam. Biar nggak terlalu seret, gue tambahin sayur sawi putih yang direbus sebentar. Sederhana bukan?.
Selesai makan, langsung gue cuci peralatan makan. Karena kalo nunggu pulang sekolah, gue bakal tepar dan bangun sekitar jam 7 an. Dan lupa kalo punya piring kotor. Padahal cuma satu piring sama sendok.
Udah siap segalanya. Gue udah bener-bener siap untuk berangkat. Mungkin karena pagi ini dingin atau hal lain, jalanan jadi sepi. Paling satu-dua orang yang lewat. Abis itu sepi lagi. Biasanya gue naik bus umum, tapi hari ini gue pengen jalan kaki, meskipun udara jadi dua kali lebih dingin.
Jarak rumah ke sekolah cuma butuh lima belas menit jalan kaki. Kalo naik bus bisa tiga puluh menitan karena harus berhenti di banyak tempat. Harus bangun lebih pagi kalo mau naik bus umum.
Sekarang jam tujuh kurang seperempat. Sekolah udah rame karena bocah lari-lari ke sana kemari. Tepat setelah naik tangga, gue jalan di koridor. Seperti biasa koridor selalu dipenuhi manusia yang nggak tau kenapa kerjaan mereka cuma berdiri disitu.
"Pagi, Navya."
Segerombol cowok manggil gue. Dan kalian tahu gimana mereka manggil?. Nadanya mirip banget sama banci yang ada di lampu merah atau yang biasa nyanyi dipinggir jalan. Badan mereka emang kayak cowok pada umumnya, ganteng kaya cowo tapi nadanya bikin geli.
"Lo kayak banci tau."
Daripada gue pendem sendiri, gue bilang aja sekalian didepan orangnya.
"Ya kali ganteng-ganteng begini, dibilang banci."
"Lagian manggil orang nadanya begitu. Datar aja udah bagus."
"Lo pagi-pagi jangan cari masalah dong. Cewek tuh ngomongnya halus, jangan kasar-kasar."
Abis nada banci, keluarlah nada kayak ngajak ngomong bocil. Yang ada mereka kayak om-om pedo.
"Terserah guelah, mulut mulut gue."
"Lo jangan nantangin gue buat nonjok lo ya."
Mukanya udah siap buat berangkat perang. Dia yang duluan, dia juga yang marah. Aneh emang.
"Ada apa ini?."
"Nggak tau, Pak. Dia yang duluin."
"Sudah. Kalian semua bubar."
Cuma ribut kecil doang padahal, tapi yang nonton seantero sekolah. Nggak ada kerjaan apa mereka.
Karena bel udah bunyi, gue masuk kelas. Dan beruntunglah kelas gue, baru lima belas menit masuk wali kelas ngomong kalo beberapa guru akan dikirim ke seminar. Termasuk wali kelas gue. Pecahlah kelas gue kayak kapal tumpah di pelabuhan.
Gue sih bodo amat. Mau ada tugas sekalipun kadang juga nggak gue kerjain. Nunggu deadline baru dikerjain semalem suntuk. Gue anaknya nggak pinter-pinter banget dan nggak duduk banget.
Nggak tau mau ngapain, gue mau lanjutin nge-game tembak-tembakan yang semalem belum tamat.
Lagi asik main tiba-tiba Bu Risa, guru kelas sebelah dateng dengan tugas yang lumayan menggunung.
"Selamat pagi, anak-anak."
"Pagi, Bu." Muka anak-anak langsung lecek kayak cucian belum disetrika.
"Karena hari ini Pak Erwin sedang seminar, beliau menitipkan tugas bahasa Indonesia kepada saya. Saya tahu kalian pasti malas mengerjakan, tapi ini untuk nilai rapot kalian. Khusus untuk hari ini, saya membebaskan kalian untuk mengerjakan tugasnya, asalkan tengat waktu pengumpulan jam dua siang sudah ada dimeja saya."
"Beneran, Bu?."
"Ya, saya serius. Khusus hari ini saja."
"Makasih, Bu." Seketika satu kelas bersorak gembira. Termasuk gue.
Entah mengapa gue jadi semangat ngerjain, biasanya ngantuk seketika menyerang pas Pak Erwin masuk. Lumayan bisa ngangsur. Jam dua siang itu termasuk waktu yang cukup lama untuk ngumpulin tugas, sedangkan mapel bahasa Indonesia mulai dari jam delapan. Jam terakhir mapel ini berakhir jam sepuluh.
Pengen tau keadaan anak cowok?. Mereka malah kabur ke kantin borong makanan buat dicemilin pas ngerjain tugas. Padahal istirahatnya jam setengah sebelas. Gue tebak penunggu kantin pada balik pulang buat ambil stok makanan.
Gue pengen selesain setengah sebelum istirahat. Biar nanti pas yang lain bingung kebut-kebutan ngerjain gue tinggal main hape. Planning yang sangat tertata.
Nggak terasa ngerjain setengah lebih sedikit, bel perdamaian berbunyi. Berbondong-bondonglah manusia Gen Z menuju kantin. Tentu saja meja kursi penuh. Daripada harus berdesak-desakkan, gue otw pesen makan abis itu duduk dibawah pohon mangga. Yang nongkrong disini juga banyak, mereka bilang disini tuh adem, karena daunnya lebat. Udah gitu disebelahnya ada kebun buah milik sekolahan. Buahnya nggak banyak, kayak pepaya, nanas, dan ketela pohon.
Gue makan roti selai coklat dan susu coklat. Favorit gue banget. Mungkin karena hampir setengah guru pada nggak ada, istirahat jadi lumayan lama. Karena matahari udah tinggi, gue masuk kelas untuk melanjutkan kegiatan yang tadi sempet ketunda.
995 kata pembuka chapter 2.
KAMU SEDANG MEMBACA
Someone else
Teen FictionNavya Qiandra Elvarette. Panggil saja, Navya. Gadis berumur 16 tahun. Gadis yang tak begitu peduli dengan dunia luar, sosialisasi dengan orang-orang, atau bahkan hanya sekedar berteman. Bertemulah Navya dengan Adam, seseorang yang mengubah segala ya...