Seperti keseharian anak-anak SMA pada umumnya. Pagi ini gue pergi ke sekolah dan tidak ada yang spesial, cuma hari ini cuaca lebih cerah dari biasanya. Sampai suatu hal aneh terjadi. Dari tadi gue ngerasa ada yang ngikutin gue dari gerbang. Bukannya mendramatisir, cuma kita pasti tau kalo kita diikutin orang.
Dan gue memutuskan untuk membalikkan badan. Nggak ada siapa-siapa. Parahnya lagi nggak ada orang satupun di koridor yang luas ini.
"Kalo mau ngomong, keluar sini." Gue setengah teriak karena gue agak kesel sekaligus menarik perhatian orang yang mungkin bakal lewat sini. Jaga-jaga aja kalo nanti yang keluar wujud yang lain.
Nggak disangka-sangka, Kamal keluar dari balik tembok dekat papan mading. Dia mau ngapain coba, pake main petak umpet segala?
"Gue mau ngomong sesuatu, boleh?"
"Ngomong aja sih, ngapain harus tanya dulu."
"Gue suka sama Lo."
Pernyataan Kamal barusan seketika mengundang wajah heran gue. Gue perhatiin dia dari ujung rambut sampai ujung kaki, nggak ada sesuatu yang aneh. Ketemuan nggak pernah, ngomong sepatah katapun cuma sekali-dua kali, paling sering papasan doang. Mungkin dia lagi demam?
"Adakah alasan yang mendasar kenapa Lo suka sama gue?"
"Karena, ya.....gue suka aja gitu."
Ini anak, ditanya biar ada kejelasan, malah memperumit keadaan. Batin gue.
"Ada yang lain?."
"Ya udah gitu aja. Lo butuh alasan yang gimana?." Dia nanya seakan udah jengkel karena gue masih nggak ngerti-ngerti juga.
"Jelaslah, gue butuh alasan yang jelas dan detail untuk memahami kalimat "Gue suka sama Lo" tadi."
"Lo orangnya beda aja gitu dari cewek pada umumnya."
"Beda dari cewek pada umumnya? Mungkin karena gue pemdiem anaknya, males berkomukasi, cuek,atau yang lain?."
Dia ngusap mukanya kasar. Terlihat sangat frustasi.
"Jangan-jangan Lo kena dare ya? Atau Lo kalah taruhan? Dengan nembak gue dan mau jadi pacar Lo dalam waktu satu minggu, satu bulan atau cuma satu hari, gitu?."
"Nggak, Navya. Gue bener-bener suka sama Lo."
"Mana ada yang begitu. Jarang ketemu sebagai teman antar kelas, di kantin juga. Jangan gunakan alasan klasik yang banyak berceceran di internet. Bukannya tulus, tapi kesan dibuat-buat itu bikin nggak nyaman tau."
"Kalo suka sama orang, tembak aja dia, siapapun itu, di depan mata gue sekalipun. I'm fine. Karena gue tau gue nggak ada rasa apapun, sepercik pun nggak ada. Gue nggak mau ada hubungan tanpa ada rasa. Menangin hati primadona sekolah itu bukan keinginan gue. Ketenaran bukan yang gue mau. Gue mau KETULUSAN. Tolong dipikirin ya." Gue nggak lagi marah atau berdrama supaya dia semakin memohon buat nerima dia, gue cuma ngeluarin uneg-uneg gue biar dia tau segalanya bukan tentang popularitas.
"Gue cuma mau murni berteman." Dengan kalimat terakhir gue, gue pergi dari hadapannya. Dia nunduk, entah dengan perasaan sedih, kecewa, marah, atau apapun itu. See if I care.
Rasanya lebih lega setelah ngomong panjang lebar begini, segala perasaan selalu gue pendam sendiri. Entah itu senang, sedih, kecewa, suka sama orang meskipun cuma lewat di depan 'dia'. Sulit untuk mengendalikan perasaan ketika sendiri. Setelah sampe kelas, gue duduk setengah ngelamun. Beruntung nggak ada warga sekolah yang lewat tadi. Meski cuma tukang kebun, pasti beritanya bakal cepet meluas. Semoga pilihan nolak Kamal adalah hal yang bakal gue sesali, gue belum pengen ada di zona cinta-mencintai dan suka-menyukai.
![](https://img.wattpad.com/cover/324981117-288-k507859.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Someone else
Fiksi RemajaNavya Qiandra Elvarette. Panggil saja, Navya. Gadis berumur 16 tahun. Gadis yang tak begitu peduli dengan dunia luar, sosialisasi dengan orang-orang, atau bahkan hanya sekedar berteman. Bertemulah Navya dengan Adam, seseorang yang mengubah segala ya...