Chapter 7

2 1 0
                                    


Sekarang gue ada di kafe dimana Adam kerja. Lama-kelamaan gue kenal sama teman kerja Adam. Banyak dari mereka yang udah kuliah, ada juga yang baru lulus SMA. Mayoritas dari mereka kerja full shift, sisanya part time. Adam ambil part time karena masih sekolah.

Gue kesini bukan mau ngafe aja, tapi juga mau ngerjain tugas. Karena sekarang gue udah punya teman, jadi nugasnya di luar. Disini gue ditemani segelas besar kopi dan beberapa buah cookies coklat. Dan harusnya Adam nggak disini, tapi nggak tau kenapa dia cuma duduk diem di sebelah gue sambil baca buku tugas gue.

"Lo kok disini aja? Nggak kerja?." Tanya gue tanpa mengalihkan pandangan gue dari buku tugas. Nggak pengen ngusir sebenernya. Ditemenin belajar kan enak.

"Lagi pengen break." Sekarang dia ngintip gue buat banyak tabel.

"Diomelin bos, tanggung sendiri ya."

"Tenang aja, bos gue nggak lagi disini."

"Seenak jidat Lo"

"Bos gue lagi kuliah di luar kota."

"Lah, masih kuliah?."

"Masih muda dia, cantik, pinter pula."

"Terus keuangan dan teman-temannya siapa yang ngurus?."

"Bang Amar."

Bang Amar itu yang ngajakin Adam buat gabung ke kafe tempat kerjanya, temen main Adam pas masih kecil dulu. Udah pernah Adam ceritain.

"Tangan Lo kenapa?."

"Tadi pagi gara-gara kena gunting."

"Gimana ceritanya?."

"Tadi pas buka plastik pembungkus, pake gunting gede. Terus kena tangan. Dan guntingnya masih baru. Untung cuma kena ujung jari yang kena."

"Udah diobatin?." Tiba-tiba mukanya berubah serius.

"Belom." Jawab gue sambil ngegeleng.

"Cuma gue cuci air doang."

"Lo boleh nggak peduli sama orang lain, tapi kalo buat Lo sendiri, Lo harus peduli. Meskipun itu luka kecil, Lo harus anggep itu serius. Banyak kasus hanya karena luka kecil kayak punya Lo itu berakhir di rumah sakit." Cerocos Adam sambil jalan ke loker penyimpanan barang.

"Itu lukanya beneran belum Lo kasih obat?."

"Belom."

"Paling nggak dikasihlah obat merah gitu, biar nggak infeksi."

"Nggak ada juga obat merah di rumah?."

"Ada."

"Yaudah, dipake."

"Males." Gue cuma nyengir.

Adam turun tangan sambil ngedumel sendiri.

"Nanti dirumah di obatin lagi."

"Iya, Pak dokter."

"Serius gue."

"Iya, iya."

"Nanti diobati lagi, biar cepet kering."

Nggak lama adzan berkumandang dari mushola deket tangga. Disini mushola ada muadzin-nya, jadi setiap waktu pasti ada jamaah sholat. Kecuali sholat subuh tentunya.

Someone elseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang