Chapter 4

2 2 0
                                    

Hari ini gue bangun agak kesiangan. Biasanya gue bangun jam setengah lima atau jam lima. Mungkin gara-gara tidur telat jadi bangunnya lebih siang dari biasanya. Buru-buru gue mandi langsung pakai seragam dan jalan ke arah halte bus yang biasa gue naikin. Sekarang jam enam lebih tiga puluh menit. Dijam-jam ini mulai bus udah jarang beroprasi. Semoga gue nggak ketinggalan bus.

Setelah menunggu lima belas menit, bus datang. Gue langsung naik dan duduk dua baris dibelakang sopir. Dari sekian banyak bus yang berhenti pagi ini, inilah bus yang terakhir. Untung gue bergerak cepat, telat dikit harus nyeker ke sekolah.

Bus berhenti tepat di depan gerbang sekolah. Gue turun dan jalan di koridor menuju kantin. Karena hari ini gue bangun kesiangan, gue nggak sempet sarapan dirumah dan gue memutuskan untuk makan dikantin. Gue nggak mau nanti di kelas ngantuk, apalagi tidur.

Saat gue jalan di koridor, dari belakang rame banget anak-anak pada teriak-teriak. Dan gue duga ini pasti Top of the Most Charming Boy in School lagi lewat. Di sekolah gue setiap satu tahun sekali dipilih satu orang cowok dari sekian banyak kandidat, menyandang gelar diatas. Seleksinya pun juga cukup sulit. Syaratnya adalah tampan, itu penting. Nilai akademis, seberapa dia aktif dibidang non-akademis atau bidang tertentu dan sopan santun dalam bertegur sapa, baik kepada teman, guru ataupun staff sekolah.

Si Top of the Most Charming Boy in School ini namanya Kamal. Semua syarat dia ada. Dia terkenal pinter dalam mapel IPA dan matematika. Berkali-kali ikut olimpiade dan kejuaraan lainnya dengan membawa pulang juara 1, paling rendah juara 2 dan kejadian dia bawa pulang juara 2 masih bisa dihitung jari.

Masuk club olahraga sekolah seperti basket dan sepakbola. Pernah jadi kapten disalah satu kategori diatas. Dia berasal dari keluarga yang sangat berada. Mamanya pemilik brand mewah ternama. Brand ini digemari banyak anak muda karena mereka sangat mengerti selera fashion anak muda. Papanya pemilik hotel bintang 5. Hotel ini terletak di pusat kota deket taman kota. Satu-satunya hotel yang menawarkan fasilitas mewah dengan harga yang bisa dibilang sangat mahal. Hanya orang-orang berduit segudang yang mampir di hotel itu.

Kamal punya kakak cewek namanya Vivienne. Dia model majalah dan runway yang cukup terkenal. Nggak ada disekolah gue yang nggak tau sama Vivienne. 

Kamal juga punya adek cewek namanya Zoey. Zoey juga seorang model sama seperti kakaknya. Bedanya dia model cilik. Dia masih duduk dibangku SD. Nama Zoey udah jadi perbincangan sehari-hari dimanapun gue berada. Dia sering dapat penghargaan karena parasnya yang rupawan. Digadang-gadang dia adalah model gadis cilik tercantik dalam dunia permodelan sepuluh tahun terakhir. Paras rupawan mereka tak lain mereka dapatkan dari kakek mereka yang punya darah Jerman asli dengan marga Adelio, jadi anggota keluarga Kamal memakai marga Adelio termasuk mereka bertiga.

Beberapa hari yang lalu teman gue tanya ke Kamal kenapa diantara mereka bertiga, cuma Kamal sendiri yang nggak ikut jadi model. Alasannya cukup bijak. Dia pengen fokus di dunia pendidikan SMA-nya , abis lulus dia pengen kuliah dimana kakeknya berasal. Tapi dia pengen kuliah di Indonesia dulu sambil belajar bahasa Jerman. Dia nggak sefasih adek sama kakaknya karena hanya dia seorang yang lahir dan besar di Indonesia. Informasi selengkap dan sedetail ini gue dapat percuma dari teman sekelas tanpa harus menguping.

Dari jauh dibelakang sana Kamal dikerubungi fans-nya yang notabene masih teman satu sekolah. Dilihat dari segi manapun, dia sebenernya ganteng tapi gue nggak ngefans kayak teman-teman. 

Tanpa mempedulikan keadaan sekitar, gue jalan terus tanpa noleh kemanapun. Tujuan gue cuma kantin. Karena jam sudah menunjukkan pukul tujuh seperempat. Hari ini hari Rabu dan entah gimana ceritanya sejak gue masuk sekolah, hari Rabu jam masuknya selalu telat. Hari biasa masuk jam tujuh lebih empat puluh lima menit, di hari Rabu bel bunyi selalu setelah jam delapan. Hampir setengah siswa datang jam delapan kurang.

BRUK!!!

"Keburu kemana sih, sampe nabrak orang. Udah minggir juga."Gerutu gue.

KACAMATA GUE MANA!!!

Bangun-bangun benda yang ada disekitar gue mengabur. Fix kacamata gue lepas.

"Lo cari apa?." Tanya orang itu.

"Cariin kacamata gue."

Gue bener-bener nggak tau siapa orang yang ada didepan gue. Sebenernya minus gue nggak tinggi-tinggi banget, tapi karena gue udah terbiasa pake kacamata, gue jadi susah kemana-mana nggak pake kacamata.

"Ini."

Dan setelah gue pake kacamata dan menyadari kenyataan bahwa orang yang nabrak gue itu si Kamal!.

Gue heboh bukan karena seneng ketemu sama Kamal. Secara dia primadona sekolah. Tapi gue pasti diintrogasi sama fansnya dari pertanyaan yang model "Kok Lo bisa nabrak Kamal?" sampe "Kalian pacaran ya?." Karena kejadian yang seperti ini sering terjadi, gue ogah keseret masalah kalo hubungannya sama Kamal.

"Lo nggak papa?."

Kenapa pertanyaan klasik demikian selalu gue temui sepanjang hidup gue, bahkan diumur 16 tahun?.

"Gue nggak papa. Makasih."

Baru juga gue bangun pengen pergi ke kantin, dihalangin lagi sama Kamal.

"Lo beneran nggak papa?." Tanya dia dengan muka khawatir. Dia beneran khawatir sama gue? Gue tersentuh.

"Emang kalo kaki gue lecet, sakit, mau Lo apain?."

"Gue bakal anterin Lo ke UKS."

"Gue sehat dan gue berterima kasih atas bantuan Lo. Gue mau ke kantin dulu. Permisi."

"Kenapa Lo bersikap kaya gitu ke gue?." Pertanyaan apalagi ini.

"Bersikap kayak gitu gimana maksud Lo?"

"Lo bisa sedikit berbaur sama teman sekelas, tapi sama gue nggak. Gue kan juga teman Lo."

"Kalo Lo tau alesan kenapa gue begini, gue yakin Lo bakal nyesel tanya begitu. Udah ya."

Dan gue bener-bener pergi dari hadapannya. Gue nggak liat ekspresi apapun dimuka selain wajah bingung. Gue masih mencerna pertanyaan Kamal barusan. Pertanyaan dia seakan gue pernah deket sama dia kemudian gue menjauh. 

Apa jangan-jangan gue pernah deket sama dimasa lalu, terus gue tiba-tiba lupa ingatan dan sebab itulah gue nggak ingat apa-apa. Kalo memang cerita hidup gue begini, gue pasti jadi orang terberuntung yang pernah ada. Gue mencoba untuk realistis, karena ketemu orang ganteng dan deket sama mereka pasti impian semua orang.

Gue langsung pesen soto plus nasi dengan teh anget manis. Nggak sampe lima menit pesenan gue dateng. Dalam waktu sepuluh menit makanan gue habis. Sepuluh menit adalah waktu makan tercepat gue, karena kalo dirumah gue bisa makan satu jam.

Selesai makan gue langsung balik ke kelas karena sebentar lagi bel masuk. Semua mapel udah gue kerjakan. Dari sekolah MI sampe SMA, hanya Bahasa Inggris sama IPA yang paling gue suka. Sekadar suka bukan berarti jago.



Kamal Heinrich Adelio

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kamal Heinrich Adelio







Someone elseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang