Kepul Abu-Abu Pt. 1

4 1 0
                                    

Sebuah kisah tentang asap dan arti berharga persahabatan...

°•°•°•°•°•°•°•°

Dunia telah lama didekap kepul abu-abu. Asap-asap pabrik, gedung-gedung beton, kertas-kertas koran dan mataku yang tak dapat mengenali warna sejak aku lahir. Awalnya, Aku membenci mataku. Sepasang retina yang tak pernah bisa menangkap warna. Sedang teman-temanku dapat tertawa pada beragam warna pada pakaian mereka.

Aku tak pernah tahu, bagaimana menyegarkannya hijau hutan. Aku tak pernah lihat, seberapa indahnya warna biru langit dan laut. Aku pun tak akan pernah tahu warna-warni bunga di kebun kecil Ibuku. Orang-orang mulai berbisik tentangku, tentang mataku. Mereka mulai bicara padaku dengan nada hati-hati dan canggung seakan-akan aku adalah hewan kecil yang akan melarikan diri hanya dengan melihat mereka mendekat. Seakan-akan aku adalah sebilah kaca yang akan pecah berkeping-keping karena ucapan mereka. Seumur hidup, Aku membenci mereka semua.

Di hari-hari kelam itu, hanya Maira dan Raes yang tak memperlakukanku berbeda. Mereka mengajakku bicara dan tertawa tanpa harus bergumam bahwa aku buta warna. Di tahun-tahun lampau itu, hanya merekalah yang terus disampingku. Dan merekalah yang mengajariku untuk menyukai abu-abu.

Hebatnya, kami bertiga diterima untuk melanjutkan perguruan tinggi di salah satu universitas ternama di Amerika. Sungguh, tak ada lagi keajaiban yang bisa kuharapkan. Sekarang disinilah aku, duduk di bangku taman di depan bangunan kampus menunggu Maira untuk selesai dengan kelasnya. Mahasiswa-mahasiswa lain terus berlalu-lalang, berlari menuju kelas atau berjalan santai sambil tertawa dengan teman mereka. Aku hanya bisa diam memperhatikan mencoba mengenali mereka yang terus berjalan.

"Selin!" sebuah suara memanggilku dari kejauhan. Suara melengking yang sangat kukenal. Maira. Gadis berambut pendek itu berlari menghampiriku dan aku hanya menoleh kearahnya sambil tersenyum.

"Kok kamu merokok lagi sih?" tanyanya sesaat setelah dia duduk disampingku.

"Memangnya kapan kubilang aku behenti merokok?" tanyaku balik sambil menghembuskan asap dari mulutku.

"Ya kan lebih bagus kalau kamu berhenti Sel, nggak sehat tau," jawab Maira menekukkan bibirnya kebawah. Aku tak tahu apakah dia kesal atau prihatin.

"Semua orang juga tau, tapi berhenti nggak semudah itu Mai, apalagi sudah kecanduan," balasku kembali mengisap sebatang rokok yang kujepit di dua jariku.

"Coba saja dulu. Kalau Raes lihat kamu sekarang kamu pasti kena omel lagi," ujarnya.

"Ya kamu juga jangan mengadu dong."

Aku menjatuhkan rokok itu ketanah dan menginjaknya agar apinya padam lantas berdiri, "ayo, Raes pasti sudah lama menunggu."

Mairapun ikut berdiri, kami pun berjalan berdampingan menuju apartemen 2 kamar yang kami bertiga sewa. Kami memutuskan tinggal bersama untuk menghemat uang belanja. Kami memang harus berbagi makan dan tempat tidur, tetapi tak pernah ada masalah besar karenanya. Lagipula, siapa yang tak mau punya uang saku lebih?

Sesampainya di apartemen, Maira mengetuk pintu tiga kali kemudian membuka pintu untuk kami berdua masuk. Bau harum masakan tercium di seluruh ruangan dan aku bisa mendengar suara minyak panas yang tengah menggoreng dari arah dapur. Raes sedang memasak makan siang. Aku dan Maira bergegas ke dapur dan di sanalah Raes berdiri mengenakan celemek sedang memotong tomat.

"Kalian kok lama?" tanya Raes meletakkan pisau yang dia gunakan.

"Dosenku tadi memberi tugas tambahan," jawab Maira duduk di kursi meja makan kecil kami.

"Aku menunggu Maira tadi," aku menambahkan dan ikut duduk.

"Yasudah sebentar, makan siangnya belum siap," ucap Raes. Raes pun membelakangi kami untuk mengangkat ikan yang sudah matang dari kuali dan menaruhnya di atas piring kemudian lanjut menumis sayur yang sudah dipotongnya. Aku dan Maira mengobrol santai, membicarakan pelajaran, dosen dan orang orang negeri barat yang menjadi teman kami dikampus. Sepuluh menit kemudian, Raes meletakkan piring berisi nasi dengan porsi yang berbeda-beda, Raes jelas hapal porsi kami. Dia juga meletakkan tiga ikan goreng dan semangkuk sayur tumis.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 20, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Langit Abu-Abu [Kumpulan Cerpen]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang