Prolog

8.1K 144 54
                                    

Ini adalah cerita bergenre Historical Fiction, Adventure, dan Fantasy. Karena di Wattpad jarang banget ada cerita macem ini, dan emang aku suka nulis bergenre Historical, jadi aku pikir kenapa enggak diupload aja sebagai 'warna lain' dari cerita-cerita di Wattpad. Dan mohon diperhatikan, cerita ini mengandung adegan kekerasan di beberapa chapter. Jadi yang nggak suka, atau merasa di bawah usia, sebaiknya tinggalkan lapak ini.

Aku berharap banget kalian nggak hanya jadi silent reader. Aku selalu menanti opini kalian terhadap cerita ini. Tapi usahain komentarnya yg berbobot ya, guys. Kalo bisa jangan komentar semacam 'keren nih, lanjut ya!' atau 'kapan update, thor? penasaran.' dan berbagai macamnya. Aku berharap dapet kritik dari kalian, karena cerita ini nantinya akan aku bawa ke penerbit.

DILARANG KERAS menyalin, membuat e-book, menerbitkan di blog lain tanpa seizin penulis.

Terima kasih, dan selamat membaca! :)

*

-PROLOG-

Ketika kau memejamkan mata, apa yang terbayang olehmu? Ayahmu yang sedang memerah sapi di peternakan, ibumu yang memetik sayur dan memasakkannya untukmu, kakak perempuamu yang sangat terobsesi dengan perang, atau wanita yang setengah mati kau puja dan tidak berani memandangnya balik ketika dia memandangmu? Bagiku semua itu tidak penting untuk saat ini. Karena yang terbayang olehku saat memejamkan mata adalah sebuah tanah yang ditumbuhi rerumputan hijau yang menghampar sampai ke bukit, sapi-sapi ternak yang sedang menggoda rumput tertiup angin untuk dikunyah, suara burung gereja di pagi hari yang sanggup membuatmu tersenyum, kemudian ketika kau mendongak menatap langit, kau temukan pelangi melengkung di udara seolah Tuhan baru saja menggantungnya di dua tiang super tinggi dan tidak kelihatan, memakan buah apel yang dengan senang hati tumbuh kemerahan di dekat bukit, kemudian ketika kau rasakan angin berhembus menerpa wajahmu, dan rambutmu yang pirang tersibak, angin itu akan sangat membuatmu nyaman.

Sangat nyaman sampai kau rasanya tidak ingin menikmati hal lain selain angin yang menerpa wajah dan rambutmu. Tidak peduli apapun yang akan menimpamu dalam kenyataan ketika kau membuka mata nanti. Masa bodoh dengan orang-orang yang mungkin saja tiba-tiba berada di depanmu dan sudah setengah jalan mengayunkan pedangnya untuk menebas kepalamu. Sungguh hal itu sangat tidak berarti, karena aku sedang menikmati angin segar sambil mengedarkan pandang ke arah rerumputan hijau membentang dan pelangi yang sangat setia menemaniku menikmati terpaan angin.

Sungguh aku tak ingin kehilangan masa-masa indah ini. Sudah lama aku tidak merasakan kenikmatan luar biasa yang sanggup membuatku lupa diri. Aku rindu. Rindu tanah kelahiranku yang damai seperti ini. Rindu dengan pelangi yang menggantung indah, rindu dengan apel manis yang dengan senang hati kupetik, rindu dengan angin yang bisa membuatku menari-nari sendiri tanpa peduli ada yang mengejekmu dari belakang. Syukurlah Tuhan sudah mengembalikan semuanya. Semoga ini nyata, semoga aku bukan hanya sang pemimpi ulung.

Tidak, aku tidak boleh meragukan keindahan ini. Ini nyata senyata aku bisa merasakannya. Tidak boleh sedikit pun wajahku berkerut cemas, jangan sampai ada perasaan takut aku tidak akan bertemu dengan tanah kelahiranku yang sangat kucintai lebih daripada keluargaku sendiri. Ini nyata. Sangat nyata. Bisa kurasakan dari angin yang sekali lagi membuat nyaman bagian leherku yang tadi berkeringat.

Aku berdiri seperti sudah lama tidak menginjak tanah ini. Berlarian semauku, melompat-lompat dan berteriak sekencang-kencangnya tanpa peduli ada yang melihat. Karena aku sendiri di sini. Kemudian kutengok ke atas langit, sungguh lega pelangi itu masih setia menemaniku. Aku berjalan mendekati pohon apel yang berdiri kokoh. Semakin lama semakin dekat, dan semakin dekat lariku semakin kencang. Lalu kupanjat salah satu dahannya yang sejajar dengan dadaku. Kupanjat lagi dahan yang lebih tinggi sampai aku bisa mencapai gumpalan apel-apel merah. Kuraih dan kucabut sampai 10 buah. Kulemparkan asal saja ke bawah kemudian aku turun.

The Rising SalvatorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang