Atas pertimbangan penulis, bagian flashback yang tadinya ada di awal chapter ini telah penulis hilangkan. Selamat membaca <3
*
-CHAPTER 8: The Fallen Knight-
Bar yang terletak di ujung gang ini begitu penuh sesak. Dua perapian di sisi kanan dan kiri ruangan tidak terlalu diperlukan untuk menghalau udara dingin dari luar. Lentera dan lampu minyak menempel pada dinding-dinding bata dan beberapa di meja bar dan meja tamu. Asap tembakau mengepul di udara bagaikan kabut, mau tidak mau mengingatkanku akan hutan. Bau alkohol bercampur parfum memuakkan wanita penghibur tidak henti-hentinya menempel di lubang hidungku. Hampir setiap malam aku kemari, menikmati segelas atau dua gelas ale, kadang wiski. Melepas lelah setelah seharian bekerja di istal. Yeah, mereka mewajibkan kami, pengungsi, untuk membayar uang sewa kepada mereka yang memberikan tempat tidur dan air hangat untuk kami. Mr. Johnbrooke berkeras tidak mau menerima uang dariku, namun aku tetap memberikannya pada Bella secara diam-diam. Di bar ini, beberapa kali aku mengobrol dengan sesama pengungsi yang dulu kukenal dari Lowland. Sebisa mungkin menghindari komunikasi dengan penduduk asli, jadi tiap kali mereka mengajakku mengobrol di sela-sela minumanku, aku tidak pernah menanggapinya atau ketika mereka memaksaku menjawab pertanyaan yang mereka lontarkan, aku berpindah tempat.
Sofia telah resmi menjadi satu-satunya Knight Lady atau Ksatria Perempuan yang melayani Terracula. Setiap hari mereka berlatih satu lawan satu dengan pedang dan perisai di arena berlatih istana. Terkadang aku dan kakakku bertemu di kandang kuda saat ia dan teman-temannya menungguku dan rekan-rekan sesama pekerja istal memasang pelana di kuda-kuda mereka. Mulanya kami akan saling bertatapan, kemudian salah satu di antara kami akan berpaling. Jujur saja, aku masih marah padanya karena tidak becus menjaga ibu, juga karena ia membunuh ayah.
Di rumah keluarga Johnbrooke aku tidak mempunya pekerjaan apapun selain tidur dan mandi. Aku tidak sanggup menghadapi kesunyian di rumah itu, rasanya seakan aku tidak pergi ke mana-mana dari Lowland. Maka di sinilah pelampiasanku, setelah menyelesaikan pekerjaanku di kandang, aku minum-minum di bar sampai larut malam. Pulang ke rumah saat aku sudah sangat lelah dan langsung tertidur. Mungkin, jika kutanya pada diriku lagi dan lagi, bukan kesunyianlah yang menyebabkanku tidak suka berada lama-lama di rumah keluarga Johnbrooke.
Bella. Aku tidak sanggup menyakitinya lagi. Sejauh ini aku telah merubahnya menjadi gadis kurus berwajah cekung dan memiliki lingkaran hitam di bawah matanya. Sejak berita Sir Brick Ramsell dinyatakan hilang, Bella jadi sering melamun. Ia jarang tidur, makan hanya dua atau tiga suap sehari sebelum akhirnya menyerah dan menyingkirkan piringnya. Yang dilakukannya hanya menatap langit kosong dari balkon di lantai atas, seakan berharap tiba-tiba Sir Ramsell akan muncul dengan kuda terbang dan membawanya segera ke pelaminan.
Aku tidak sanggup melihatnya seperti itu.
Aku tidak sanggup lagi berkubang dalam rasa bersalah ini.
Minum sampai mabuk adalah jalan satu-satunya agar aku melupakan apa yang pernah kuperbuat. Meski ketika pagi tiba, setelah rasa sakit di kepala reda akibat mabuk semalam, peristiwa di tepi Sungai Amnis itu masih terpeta jelas di dalam sana. Seakan terjadi semalam alih-alih lebih dari sebulan yang lalu.
Seperti yang kubilang tadi, malam ini bar penuh sesak, tidak seperti malam-malam biasanya. Biasanya memang ramai, tapi tidak seramai ini. Seakan nyaris semua pria-pria peduduk asli dan pendatang berkumpul di tempat ini. Mereka berkumpul di meja-meja yang disediakan. Bermain kartu, minum-minum, terbahak-bahak, beberapa di antara mereka memangku wanita penghibur, mencuri ciuman-ciuman atau rabaan selagi bermain, kemudian wanita-wanita itu terkikik. Ada juga mereka yang hanya duduk di meja bersama teman-teman pendiam mereka sambil memegang gelas, beberapa duduk di meja bar, aku salah satunya. Bedanya, aku tidak membawa teman.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Rising Salvator
Fiksi SejarahTidak ada yang mudah dalam kehidupan James Hayward ketika perang antara negerinya Lowland dengan Highland kerap berkecamuk. Mayat bergelimpangan, merah darah menggantikan warna hijau di ranah Lowland, belum lagi kutukan yang menghantui Negeri Cahaya...