Chapter 2 - After the Dark Light

1.3K 39 10
                                    

Chapter 2 ini lanjutan dari Prolog.

Di samping ada foto Sofia Hayward. Gimana menurut kamu? Cantik dan SANGAR, 'kan? :D

Sebenernya Sofia di cerita rambutnya warna coklat, tapi karena udah terlanjur kesengsem sama si Leelee Sobieski, plus ekspresi fotonya nunjukin karakter Sofia banget, jadilah Leelee Sobieski as Sofia Hayward :D

Enjoy xx

==========

-CHAPTER 2-

Kota Riverland, Lowland, 1476

Rasanya seperti kau baru saja dibanting dari ketinggian dua meter dan tulang belakangmu patah semua. Aku mengerang, rasanya luar biasa sakit kalau sudah lama kau tidak pernah bermimpi kemudian secara tidak sengaja kau bermimpi lagi. Tapi ada yang salah, meski sudah dua tahun ini aku tidak pernah bermimpi, rasanya tidak pernah sesakit ini.

Pandanganku kabur ketika aku membuka kelopak mataku perlahan-lahan. Hal pertama yang kutangkap adalah mata biru Sofia. Mata itu menatapku dengan tidak sabar. Apa lagi yang membuatnya marah sekarang? Pikirku. "James! Bangun!" tangan kurus Sofia mengguncang-guncang bahu lunglaiku. Aku tidak bergerak, hanya memandang rambut kusut Sofia yang makin berantakan. "Bangun, bodoh! Buka matamu!"

Aku berusaha mengucapkan sesuatu, tapi yang keluar justru erangan keras dari tenggorokanku. Untuk menggerakkan telunjuk jari pun rasanya sulit. Tulang belakangku sepertinya retak, bahkan mungkin remuk. Sofia tidak berhenti mengguncangkan bahuku. Awalnya aku tidak bisa merasakan apa-apa, sepertinya aku mati rasa. Tapi lambat laun hentakan telapak tangan Sofia di bahuku yang telanjang terasa menyakitkan. Telapak tangan Sofia kasar, hasil dari bertahun-tahun menggembala dan latihan pedang.

Ia terobsesi dengan pedang, atau begitulah aku menyebutnya. Sejak ayah kami dibawa oleh prajurit Highland, Sofia kehilangan kelembutannya. Aku tahu betul ia begitu menyayangi ayah. Tapi keinginan ayah untuk bergabung bersama mereka dengan sukarela, menyulut api dalam diri Sofia dan memotivasinya untuk melawan ayahnya sendiri. Ia bertekad untuk melukai ayah sedalam mungkin dengan pedangnya. Jika kami punya kesempatan bertemu. Tapi sudah lima tahun belakangan ini ayah tidak pernah kembali ke rumah. Ia berperang untuk penguasa. Mereka melatih ayah untuk berlaku kejam. Yang kudengar dari Bella, tetanggaku yang ayahnya seorang mata-mata penguasa. Dia pernah suatu kali melihat ayahku sedang merampas harta di rumah seseorang dan membawa putri mereka entah ke mana.

Aku mulai bisa mengedipkan mata berkali-kali dan pandanganku makin jelas tepat setelah telapak tangan kanan Sofia menampar pipiku. Dengan gerakan malas aku menyingkirkan tangan Sofia. Ia bertambah marah jika dilihat dari ekspresinya. "Apa itu tadi? Kenapa kau diam saja seperti patung?" wajah kakakku memerah karena amarah.

Kemudian dia membuang muka dan menjauh dari tempat tidurku. Sebenarnya ini bukan tempat tidur, tapi karena rumah kami terlalu sempit, jadi kami-well, ayah kami-hanya membuat tempat tidur sederhana tanpa jerami yang disumpal ke dalam kain. Hanya rajutan rotan kasar yang disangga empat batang pohon ek. Tidur di sini tidak nyaman, karena setiap kali kau bangun di pagi hari, kau akan menemukan bercak-bercak merah di punggung dan tanganmu. Karena kami bertiga tidak muat tidur di lantai, apalagi di tempat tidur rotan, jadi secara bergantian kami tidur di tempat tidur neraka ini.

Aku tidak memperhatikan apa yang Sofia lakukan. Tapi dari gerakan tubuhnya, aku tahu Sofia sedang melakukan sesuatu dengan sangat terburu-buru. Aku bangun, menggosong-gosok bahu kiriku yang perih, ternyata bahuku berdarah akibat sayatan rotan di kulitku ketika Sofia mengguncangnya. Ugh, persetan dengan kakakku yang pemarah. Aku menyumpah dalam hati.

Kemudian aku bisa melihat dengan jelas apa yang sedang Sofia lakukan, "Mau kau apakan baju-bajuku?" kuangkat tubuhku dan menerjangnya. Dia sedang menjejalkan segumpal baju kotor ke dalam tas ranselku. Kurampas tas itu dari tangannya. "Kau ini kenapa, sih?"

The Rising SalvatorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang