1

167 34 8
                                    

Beberapa orang memang tidak pernah berubah.

Itulah yang kupikirkan sewaktu mendapatkan amplop berisi kartu undangan dari Miyuki. Dia mengundangku dan beberapa orang lainnya untuk merayakan ulang tahunnya--tahun ini dia mengadakannya di sebuah pulau pribadi yang namanya tak pernah kudengar. Aku bahkan tak dapat menemukan nama pulau tersebut di internet. Tapi, Miyuki memang seperti itu. Di geng pertemanan kami, dia adalah sosok yang kerap menemukan tempat-tempat nongkrong baru serta tidak pernah ketinggalan informasi terbaru mengenai hal-hal yang sedang populer di kota kami. Dan, ya, dia juga suka merayakan banyak hal. Ulang tahun hanya salah satunya.

"Miyuki memang selalu kekanak-kanakan seperti ini, kan?" Jennifer mengacungkan amplop putih yang sama dengan yang kuterima di tangannya menggunakan dua jari, sementara ekspresi mengejek menghiasi wajah cantiknya. "Dia bahkan masih menggabungkan ulang tahunnya dengan perayaan Halloween. Kapan kira-kira dia akan berhenti? Aku berhenti mengadakan pesta ulang tahun sewaktu menginjak umur dua puluh tahun."

"Aku malah tidak pernah merayakan ulang tahun," tukas Franz, membetulkan letak kacamatanya di pangkal hidung. "Untuk apa merayakan semakin berkurangnya jatah hidup kita di dunia ini?"

"Itu pemikiran yang sedikit pesimis," komentar Brad, mengangkat kepala dari ponselnya lalu menyeruput kopi yang masih mengepulkan asap di cangkirnya.

"Bukan pesimis, itu fakta," bantah Lauren, satu-satunya orang yang sefrekuensi dengan Franz di kelompok kami. Sama seperti Franz, dia juga tidak pernah merayakan ulang tahunnya.

"Jadi, kurasa dia masih mengundang semua orang kecuali aku?" Jason yang dari tadi diam mendadak angkat bicara. Nada bicaranya pahit.

"Miyuki kan memang pendendam," sahut Jennifer dengan santai. Dia mengibas rambut pirangnya yang tebal ke balik bahu. Matanya yang bulat, besar, dan indah menatap Jason dengan sorot mengasihani. "Walaupun sudah sepuluh tahun berlalu sejak kita lulus SMA, mustahil dia akan memaafkanmu. Boleh dibilang kau sudah memberinya kenangan yang sangat buruk waktu itu. Kau mempermalukan dia di depan seluruh siswa!"

Jason mendorong piring kosong di depannya menjauh, kemudian menyandarkan tubuh di kursi sambil menghela napas. Minggu depan dia akan menikahi tunangannya, tapi alih-alih memancarkan kebahagiaan, raut wajahnya malah terlihat penuh masalah. Penyebab utamanya tentu saja undangan Miyuki yang tak pernah ditujukan untuknya.

Setelah lulus SMA hingga sekarang, status Miyuki memang hanyalah teman biasa. Tapi, dulunya Miyuki pernah menjadi orang yang sangat penting bagi Jason. Tepatnya, sebelum dia memutuskan untuk berdansa dengan Caroline saat pesta prom. Jason memiliki alasannya sendiri, tapi tentu saja Miyuki tak mau peduli.

"Kalian juga tahu kan, aku hanya mencoba berbaik hati," keluh Jason, menarik napas dalam-dalam.

Kami semua mengerti, kecuali Miyuki. Gadis itu tahu alasan di balik keputusan Jason, tapi dia tak mengerti kenapa Jason yang harus melakukannya. Menurutnya, ada banyak pemuda lain yang bisa menjadi pasangan dansa Caroline. Pendapat yang sangat tidak masuk akal, sebab Caroline--yang merupakan sahabat Jason sejak kecil--tidak populer sama sekali. Tidak ada seorang pun yang mengajaknya ke pesta prom, dan itu sebabnya Jason-lah yang mengajaknya. Di sisi lain, Miyuki termasuk gadis cantik yang cukup populer. Kendati seisi sekolah tahu kalau dia berpacaran dengan Jason, toh itu tidak mengurangi deretan pemuda yang mengantri untuk mengajaknya ke prom.

"Bagaimana kalau kau ikut saja?" usul Jennifer, mencondongkan tubuh di atas meja dan menatap Jason yang duduk di seberangnya. "Kau bisa memberinya kejutan dan memanfaatkan momen ini untuk memperbaiki hubungan kalian. Kau juga tahu kan, Miyuki menyukai kejutan."

Jason tidak langsung menyahut. Dia memandangi kami bergantian dengan sorot tak yakin. "Uh, bagaimana menurut kalian? Apa itu ide bagus?"

Aku sendiri tidak yakin, apalagi aku tidak pernah bisa benar-benar menebak isi kepala Miyuki. Setelah kejadian di pesta prom sepuluh tahun yang lalu itu, dia mengakhiri hubungannya dengan Jason, dan tidak mau berbicara dengan pemuda itu selama tiga bulan. Tapi hanya itu. Tiga bulan kemudian, dia menghubungi Jason dan bersikap seolah tidak pernah terjadi apa-apa sebelumnya.

Akan tetapi, setiap tahun setelah itu, Miyuki tidak pernah mengundang Jason untuk turut merayakan ulang tahunnya. Dari situlah kami tahu kalau sebenarnya Miyuki tidak pernah benar-benar memaafkan Jason.

"Aku setuju dengan Jen," tukas Brad, tanpa mengalihkan pandang dari layar ponsel. "Lagipula, acaranya diadakan di hari Sabtu. Tidak mengganggu hari kerja, jadi seharusnya tidak ada masalah."

"Kupikir itu bukan ide bagus," kata Franz. "Miyuki kan tidak mengundang Jason, jadi kita juga tidak punya hak untuk membawa Jason bersama kita."

"Aku sependapat," kata Lauren. "Kita harus menjaga perasaan Miyuki."

Mata Jason kini tertuju padaku. "Hayden? Bagaimana denganmu?"

Aku sadar betul kalau suarakulah yang menjadi penentunya, dan ini tidak menyenangkan. Di satu sisi, aku ingin ikut menjaga perasaan Miyuki. Tapi di sisi lain, Jason juga temanku, dan aku tahu betul kalau persoalan yang tak pernah selesai di antara dia dan Miyuki masih mengganggunya hingga kini. Dia pernah bilang padaku kalau rasanya seperti ada makanan yang tersangkut di tenggorokan.

Ditambah lagi, ini sudah berlangsung terlalu lama. Bukankah sudah waktunya Miyuki belajar memaafkan Jason?

Jadi, aku pun berkata, "Aku setuju dengan Jen."

The LakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang