Sulit untuk membayangkan seseorang bisa lenyap begitu saja.
Tapi begitulah menurut Sakura.
Lenyap di sini berarti benar-benar menghilang. Seolah tidak pernah ada. Tidak akan ada yang mengingat kalau orang itu pernah ada di dunia. Semua kenangan yang pernah ada tentang orang itu akan menghilang.
Lalu, jika orang itu bersama teman-temannya saat menemukan danau, maka ingatan teman-temannya mengenai danau tersebut juga akan sirna. Itu berarti mungkin saja sebenarnya selama ini sudah ada yang pernah menemukan danau itu, tapi mereka melanggar peraturan sehingga ingatan--atau barangkali juga beberapa orang dari mereka--lenyap.
"Menurutmu itu sungguhan? danau dan semua peraturan itu?" tanya Jason.
Untung saja setiap kamar bisa ditempati oleh dua orang. Kalau tidak, Jason akan terpaksa menyewa kamar sendiri--barangkali di penginapan satunya sebab penginapan ini sudah penuh. Kamarnya tidak terlalu luas. Hanya cukup untuk dua tempat tidur, televisi di seberangnya, serta meja di antara tempat tidur. Tadi Sakura sudah mengatakan kalau penginapan ini memiliki beberapa kamar mandi umum, jadi kami harus bergantian memakainya dengan penyewa kamar lainnya.
Aku meletakkan ransel di ujung kaki tempat tidur, kemudian mengempaskan tubuh di atas tempat tidur. "Entahlah. Kurasa itu seperti urban legend di sini, jadi tidak ada salahnya untuk memercayainya."
Selain tidak boleh menoleh ke belakang, masih ada beberapa peraturan lain, di antaranya tidak boleh berpegangan tangan satu sama lain, serta tidak boleh menginjakkan kaki ke dasar danau. Melanggar salah satunya akan berujung pada lenyapnya eksistensi orang yang bersangkutan.
"Miyuki mungkin akan mencobanya."
Aku menyeringai. "Maksudmu 'menantang'."
Itu hal berbahaya untuk dilakukan. Tapi Miyuki memang seperti itu. Dia memiliki rasa penasaran yang kadang tidak wajar. Dia cenderung suka menantang berbagai hal tanpa memikirkan risiko yang mengikutinya, hanya sekadar untuk membuktikan apakah itu benar. Dulu, di gedung sekolah SMP kami ada yang mengatakan kalau dua puluh tahun yang lalu pernah ada seorang siswi yang tewas bunuh diri dengan cara menjatuhkan dirinya ke dalam sumur di belakang sekolah. Sejak itu, sumur tersebut ditutup, tapi ada gosip yang mengatakan kalau kita bisa melihat arwah siswi itu jika pergi ke sana pada Jumat ketiga di bulan November. Konon, orang yang 'berhasil' melihatnya akan diajak pergi ke dunia lain selama satu hari.
Tebak apa yang dilakukan Miyuki begitu mendengar cerita itu?
Benar sekali. Miyuki mengajak kami pergi ke sama untuk membuktikannya. Ketika kami semua menolak, dia malah pergi sendirian dan menyiarkan secara langsung perjalanannya di media sosial.
Hasilnya? Tidak ada hantu. Miyuki kembali dalam kondisi baik-baik saja.
Jason duduk di tempat tidur yang lain, mengeluarkan kotak berukuran kecil dari dalam ransel, kemudian menaruhnya di atas meja. Tanpa bertanya pun aku sudah tahu itu apa. Pasti hadiah untuk Miyuki.
"Apa isinya?" tanyaku.
Jason terdiam sejenak. Raut wajahnya menjadi murung. "Sesuatu yang harusnya kuberikan padanya sepuluh tahun silam."
Aku mengamati wajahnya penuh selidik. "Jangan bilang kau masih menyimpan perasaan terhadap Miyuki selama ini. Kau akan menikah minggu depan, ingat?"
"Bukan begitu. Ini tidak seperti yang kau bayangkan. Aku hanya...." Jason menghela nafas. "Sejak hari itu, hubungan kami tak pernah sama lagi. Kau juga tahu itu, kan? Bagiku, rasanya seperti ada sesuatu yang mengganjal. Aku merasa seperti ada yang belum terselesaikan. Jadi aku ingin memperbaiki semuanya sebelum menikah."
Aku dapat memahami perasaan Jason. Namun, Miyuki benar-benar orang yang sulit ditebak. Kalau boleh jujur, aku tak yakin apakah Miyuki akan bersedia memaafkan Jason. Dia sudah tak mencintai Jason lagi, tentang itu aku sangat yakin sebab Miyuki sudah memiliki kekasih, tapi bukan berarti dia dengan senang hati akan membiarkan Jason hidup dengan baik setelah mempermalukannya di pesta prom SMA.
Ini konyol, tapi pesta prom waktu itu merupakan salah satu peristiwa penting dalam sejarah kehidupan seorang Miyuki. Dan Jason sudah menorehkan cacat di dalamnya.
"Kapan kau akan memberikannya?"
"Besok, saat acara ulang tahunnya." Dia menatapku. "Kau satu-satunya yang tahu soal ini." Dengan kata lain, aku tidak boleh membocorkan rahasia kecil ini kepada yang lain.
Malamnya, kami bergabung dengan yang lain untuk makan malam di ruang makan. Ruangan yang dimaksud berukuran luas dan memiliki banyak meja. Di salah satu sisi dinding, terdapat meja panjang lainnya yang dipenuhi piring-piring berisi makanan. Begitu aku mendekat, aroma lezat langsung menggelitik hidungku. Harus diakui, rumah penginapan ini memang memberi pelayanan yang cukup baik.
Kami menghampiri Miyuki dan yang lain. Mereka tengah menyantap makan malam masing-masing sambil mengobrol. Rupanya mereka membicarakan rencana perayaan ulang tahun Miyuki besok. Pesta kecil-kecilan akan diadakan di halaman belakang penginapan. Miyuki sudah meminta pengelola penginapan untuk menyiapkan bahan makanan serta perlengkapan yang diperlukan (seperti biasa, perayaannya bertema Halloween).
"Kalian membawa jubah hitam yang kuminta, kan?" tanya Miyuki, menatap kami bergantian dengan tatapan penuh harap.
Dia memang menuliskannya dalam undangan yang kami terima dan ini pertama kalinya. Pada perayaan yang sudah-sudah, kami hanya merayakannya dengan ornamen bertema Halloween, tapi untuk kostum tidak ada yang spesial.
"Mencarinya cukup sulit," Franz mengakui. Dia membetulkan letak kacamatanya yang melorot di pangkal hidung. "Akhirnya aku menemukannya di toko barang bekas."
"Aku membelinya di toko online," tukas Jennifer, mendorong piringnya yang sudah kosong menjauh. "Kualitasnya tidak terlalu bagus padahal harganya mahal, tapi demi Miyuki aku tetap membelinya."
"Memangnya untuk apa kau meminta kami membawa jubah hitam?" tanya Lauren. "Apa kita akan mengadakan ritual atau semacamnya?"
Miyuki langsung tertawa, memunculkan lesung pipi di kedua sisi wajahnya. "Tidak, tentu saja tidak! Sejak kapan aku suka pada hal-hal seperti itu? Aku hanya berpikir sepertinya itu akan menyenangkan. Nanti aku akan mengunggah foto kita ke media sosial." Miyuki memang termasuk aktif di media sosialnya, apalagi dia hobi berjalan-jalan. Pengikutnya juga sudah menembus angka sepuluh ribu. Angka yang fantastis, mengingat Miyuki bahkan bukan selebgram.
"Aku tidak membawanya," sahut Jason, dan itu wajar mengingat dia sebenarnya tidak menerima undangan. Kami juga lupa memberitahunya soal jubah hitam. "Jadi kurasa sebaiknya aku tidak ikut berfoto bersama kalian."
"Aku membawa cadangan," kata Brad. "Kau pakai saja nanti."
Untungnya, postur mereka berdua serupa, jadi masalah jubah hitam pun terselesaikan.
"Baiklah, jadi semua beres, ya," kata Miyuki dengan nada ceria. Tak sedikit pun dia membahas tentang kami yang membawa Jason ikut serta. "Kalian sudah dengar tentang danau misterius di pulau ini?"
Jennifer langsung tertawa. "Katanya kau bisa melihat wajah jodohmu di danau itu."
"Benar. Katanya begitu. Jadi kita akan membuktikannya besok," sahut Miyuki.
"Apa kau juga tahu soal peraturan-peraturannya?" tanyaku. Seharusnya sudah. Tak mungkin Sakura tidak mengatakannya kepada Miyuki.
Miyuki langsung memutar bola mata. "Yeah. Sakura yang memberitahuku."
Dari ekspresinya, tampak jelas kalau dia tak percaya. Aku bertukar pandang dengan Jason. Sorot matanya terlihat gelisah.
"Kau tak berniat melanggarnya, kan?" tanya Lauren pelan. Suasana di sekeliling kami mendadak hening, seakan semua orang tengah menunggu jawaban Miyuki.
Gadis itu mengedikkan bahu. "Kenapa tidak? Tentu saja kita harus membuktikan apakah itu benar."
![](https://img.wattpad.com/cover/325150295-288-k677952.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lake
Fantasi"Kamu dan teman-temanmu akan menghabiskan Halloween di sebuah pulau pribadi dengan sedikit populasi manusia. Akan tetapi, salah satu dari kalian melanggar sebuah peraturan, dan hal mengejutkan mulai terjadi...."