Letak pulau yang disebutkan dalam Miyuki dalam suratnya berada di tengah-tengah lautan, dan hanya dapat dicapai dengan menyewa kapal dari pulau terdekat. Untuk sampai ke sana, kami memerlukan waktu kira-kira setengah jam, itu juga kalau cuaca bagus. Begitulah informasi yang diberikan oleh pria paruh baya yang mengemudikan kapal yang kami sewa. Jika cuaca buruk, kami bisa memerlukan waktu satu jam. Bukan tempat yang bagus untuk ditinggali, tapi cukup populer sebagai tempat wisata bagi kalangan terbatas lantaran menyediakan pemandangan alam yang cantik untuk diunggah ke media sosial.
"Salah satu temanku pernah ke sini," ucap Brad sewaktu kami menginjakkan kaki di pasir pantai. Matanya menyipit akibat silau oleh sinar matahari yang terik di atas kepala kami. "Katanya pulau ini tidak hanya terkenal akan pemandangan alamnya, melainkan juga lantaran terdapat sebuah danau misterius yang konon dapat memperlihatkan wajah jodoh orang yang berhasil menemukannya."
Jennifer langsung terbahak. "Astaga! Dan orang-orang itu memercayainya begitu saja? Strategi pemasaran yang sangat hebat. Jadi, sejauh ini sudah berapa orang yang menemukan danau tersebut?"
Brad menyeringai. "Belum ada."
"Mungkin kita akan menjadi yang pertama?" tukas Lauren, menyenggol lengan Franz di sampingnya. "Bagaimana menurutmu?"
Dengan raut serius, Franz mengangkat bahu. "Entahlah. Aku tidak terlalu memercayai hal-hal seperti itu. Agak sedikit terlalu... penuh unsur magis dan sedikit kekanak-kanakan."
"Memang," sahut Jen dengan nada riang. "Tapi sepertinya akan menarik. Mungkin kita harus mencoba mencarinya selagi ada di sini. Kalian tahu kan, sekadar untuk bersenang-senang sebelum kembali ke realita hidup yang melelahkan di hari Senin."
Yah, kalau boleh jujur, itu bukan ide buruk.
Aku menelepon Miyuki untuk mengabarkan kalau kami telah tiba. Dia meminta kami untuk berjalan lurus hingga menemukan rumah penginapan. Kami mengikuti instruksinya dan menemukan tempat yang dimaksud. Rumah penginapan itu besar, terdiri dari dua tingkat, dan terbuat dari kayu, dengan tiang-tiang besar yang nampak kokoh di terasnya. Aku mendongak, mengarahkan pandangan ke arah balkon di lantai dua. Miyuki ada di sana, melambaikan tangan pada kami dengan bersemangat. Akan tetapi, senyum lebar di wajahnya dengan cepat sirna begitu menyadari kalau Jason ada di antara kami.
"Dia marah," bisik Lauren.
Aku menelan ludah. Miyuki sudah menghilang ke dalam ruangan. Tanpa perlu dikatakan juga itu sudah terlihat jelas dan sebenarnya sudah dapat diperkirakan. Kami sudah melampaui batas dengan membawa serta Jason bersama kami.
"Menurut kalian, dia akan mengusir Jason?" tanya Franz. Nada bicaranya gelisah. Franz memang selalu membenci pertikaian.
Brad mengangkat bahu. "Siapa yang tahu? Isi kepala Miyuki selalu sulit ditebak."
"Aku yakin dia tidak akan merusak suasana ulang tahunnya sendiri," tukas Jennifer. "Perayaan ulang tahun merupakan salah satu acara favoritnya. Apalagi karena ulang tahunnya bertepatan dengan perayaan Halloween."
Pada akhirnya, perkataan Jennifer-lah yang terbukti benar. Ketika kami memasuki penginapan, Miyuki sudah menunggu kami. Dengan wajah sumringah, dia menyapa kami semua, termasuk Jason. Seolah tidak ada apa-apa. Di sebelahku, aku mendengar Jason mengembuskan napas penuh kelegaan. Dia pasti mengira Miyuki tidak akan menganggapnya ada, seperti yang pernah terjadi beberapa kali sebelumnya.
"Kalian pasti lelah. Sebaiknya kalian beristirahat dulu. Mereka"--dia menunjuk dua gadis muda yang berdiri di dekatnya--"akan mengantar kalian ke kamar masing-masing. Kita akan bertemu lagi saat makan siang."
"Apa banyak orang yang menginap di sini?" tanyaku pada gadis yang mengantar kami selagi kami menyusuri lorong. Namanya Sakura. Gadis manis bertubuh mungil itu salah satu penduduk lokal. Wajahnya kecil, sepertinya hanya selebar telapak tanganku. Bentuk matanya mengingatkanku akan mata Miyuki--sipit dan kelopaknya tidak memiliki lipatan--tapi hidungnya tinggi dan mancung, jadi mungkin dia juga berdarah campuran Jepang seperti Miyuki.
"Selalu," jawab Sakura dengan nada penuh kebanggaan. "Hanya ada dua penginapan di sini, tapi milik kamilah yang selalu dipenuhi pengunjung."
"Apa kalian juga menyediakan pemandu tur di sini?" tanya Brad.
"Tidak. Biasanya penduduk lokal yang menjadi pemandu."
"Aku tidak melihat seorang pun waktu baru datang tadi," sahut Franz.
"Populasi penduduk di pulau ini memang tidak banyak," Sakura menjelaskan. "Mereka tinggal di desa yang letaknya agak jauh dari sini. Biasanya mereka hanya akan datang saat kami membutuhkan pemandu."
Aku tidak dapat membayangkan seperti apa rasanya tinggal di pulau terpencil seperti ini. Jauh dari keramaian. Jauh dari hal-hal modern. Meskipun, menurut Sakura, jaringan internet di sini sangat bagus lantaran sudah terdapat menara telekomunikasi, jadi mereka tidak perlu khawatir kekurangan hiburan.
"Kudengar ada danau misterius di sini," lanjut Brad. "Kau tahu di mana letaknya?"
Di sebelahku, tiba-tiba Sakura berhenti melangkah. Entah apa ini hanya perasaanku atau bukan, tapi sepertinya raut wajah Sakura yang tadinya cerah berubah diselimuti ketakutan begitu mendengar pertanyaan Brad. Akan tetapi, ekspresi takut tersebut dengan cepat hilang ketika dia menyadari aku sedang menatapnya.
"Aku memberitahu ini hanya karena kalian teman Miyuki," katanya pelan, membalikkan tubuh menghadap kami. "Barangkali kalian sudah dengar kalau danau itu bisa memperlihatkan wajah jodoh kalian, tapi ada beberapa peraturan yang harus diikuti. Siapa pun yang menemukan danau itu memang akan melihat wajah jodohnya, tapi setelah itu dia harus meninggalkan danau tanpa menoleh. Jika tidak...."
"Jika tidak, apa yang akan terjadi?" tanyaku, mendadak gelisah. Nada bicara Sakura membuatku tidak nyaman.
Sakura menatap kami bergantian sebelum menjawab, "Jika tidak, orang itu akan dibawa pergi oleh 'Penjaga danau' dan eksistensinya selama ini akan lenyap."

KAMU SEDANG MEMBACA
The Lake
Фэнтези"Kamu dan teman-temanmu akan menghabiskan Halloween di sebuah pulau pribadi dengan sedikit populasi manusia. Akan tetapi, salah satu dari kalian melanggar sebuah peraturan, dan hal mengejutkan mulai terjadi...."