19. Terjebak

26.8K 4.5K 1K
                                    

“Baru sampe, cewek lo udah masuk rumahnya.” Nakla mengetuk jemarinya pada setir mobil, dengan satu tangan yang memegang ponsel menempel ke telinganya.

Thanks,” ujar suara rendah diseberang teleponnya sebelum sambungan panggilan tersebut terputus.

Nakla yang sejak tadi menatap ke rumah seberang kirinya tiba-tiba melirik spion tengah, menatap sosok yang masih duduk di kursi belakang dengan anteng. “Pindah ke depan. Lo kira gue sopir lo?”

Alis Renata terangkat, tidak menduga bahwa cowok yang terlihat kalem ini berbicara cukup kasar kepadanya. “Perasaan sedari tadi lo gak protes gue duduk di belakang. Kenapa tiba-tiba jadi gini?”

“Karena ada temen lo.”

“Ah, I see.” Renata berdecak, menaikan tali tas selempangnya ke bahu lalu membuka pintu mobil Nakla sebelum menutupnya dengan keras. Dia berjalan ke depan, menatap Nakla dari jendela sebelum tersenyum sembari mengacungkan jari tengah. “Makasih tumpangannya, bro. Gak sudi gue numpang lagi. Mending godain ayahnya Gwen. Bye!

Mulut Nakla terbuka, menatap sosok cewek yang berlari kecil menuju bangunan putih bertuliskan 'veterinary clinic' di samping rumah Gwen dengan pandangan tak percaya. Dia mengusap belakang lehernya yang tiba-tiba terasa dingin lalu menggeleng pelan tak habis pikir. Sembari menyalakan mobil, dia menggumam, “Cewek zaman sekarang serem-serem.”

***

Hal terbaik untuk mengembalikan mood-nya yang tidak sedang baik-baik saja adalah dengan tidur. Setelah sejak pulang mengistirahatkan tubuh dan pikirannya di dalam kamar, Gwen keluar dari ruangan tersebut dengan wajah mengantuk untuk meminum air. Sebelah tangannya memegang ponsel untuk melihat notifikasi yang masuk, sementara tangan yang lain memegang gelas sembari meneguk air didalamnya. Tidak melihat sesuatu yang istimewa di ponselnya, ekspresi Gwen sedikit berubah kemudian meletakkan gelas dengan keras di atas meja.

“Gwen bego. Kenapa masih lo cari?” gumamnya kesal sebelum menghela napas kasar.

Matanya tiba-tiba mendapati sesuatu yang bersembunyi di sudut kulkasnya. Sudut bibirnya berkedut, sebelum berjalan perlahan ke arah tersebut dan berupaya mengeluarkan sosok berbulu tersebut dari antara dinding dan kulkas.

“Dapat! Siapa yang keluarin lo dari kandang, hah?!” Gwen menowel hidung rubah Fennec tersebut dengan senyum geli. Tangannya mengelus bulu lembut dari hewan peliharaannya tersebut dengan gemas. “Ano... gemes banget gue!” ucapnya sambil mencium kepala hewan tersebut berulang kali. Ano tertawa, membuat Gwen kaget lalu ikut terbahak. Suara rubah saat tertawa terdengar menggemaskan!

Dengan Ano—rubah Fennec hasil taruhannya—dipelukan, Gwen berjalan menuju teras rumah untuk menghirup udara luar. Ternyata langit di luar sudah gelap dengan suhu rendah, membuat Gwen yang hanya mengenakan kaos tipis bergidik. Baru saja menolehkan kepala ke arah kursi di teras, matanya terpaku pada sosok berjaket hitam yang duduk bertopang tangan dengan mata terpejam.

Bibir Gwen mengerut, hendak kembali masuk ke dalam rumahnya jika saja Ano di pelukannya tidak tiba-tiba menggeram sembari lompat dari pelukannya dan berlari menuju sosok di kursi. Meski sejak tadi memejamkan mata, ketika Ano melompat ke pangkuannya, sosok tersebut menangkapnya dengan tepat diiringi mata yang terbuka.

“Jangan pergi,” ucap Salga dengan mata tertuju lurus pada Gwen. Telapak tangannya yang lebar dan dingin terulur menggenggam erat pergelangan tangan Gwen, membuat cewek itu meringis pelan karena dingin.

“Sejak kapan lo di sini?” tanya Gwen aneh, berusaha bersikap wajar dan tidak menunjukkan gelagat mencurigakan.

Mata Salga masih terpaku erat padanya. Jakungnya sedikit bergerak sebelum menjawab, “Satu jam setelah lo minta putus.”

UNRIVALED ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang