🌼 01 🌼
"Aduh lowbat lagi, mana dompet ketinggalan," keluh gadis bersuiter hijau pastel itu.
Lantas matanya melirik ke sekitar dengan resah. Waktu di jam tangannya sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh malam, dan dia tak biasa berada di luar rumah di jam segini, apalagi dia masih sangat baru dengan daerah Jakarta ini. Dia sedikit menyesal karena tak menerima tawaran mengantar pulang teman-temannya tadi. Memang ya, siapa yang tahu nasib sial akan datang kapan, seperti dirinya yang tak menyangka jika ternyata ponselnya mati karena habis baterai.
"Duh ..." desahnya bingung.
Kesialan yang pertama adalah dia melupakan dan meninggalkan dompetnya di kamar sebelum berangkat ke cafe tempat dia mengerjakan tugas kelompok bersama teman-temannya tadi, dan kesialan ke dua dia lupa men-charger ponselnya sehingga kini ponselnya mati. Akhirnya dia kini serba kesulitan, uang tak bawa dan ponselnya mati tak berguna. Bagaimana cara dia pulang sekarang. Jika saja ponselnya menyala dia bisa menghubungi Papah untuk menjemputnya.
"Yaudah lah, jalan aja," ucapnya pada diri sendiri.
Daerah komplek perumahannya sebenarnya tak terlalu jauh dari cafe tempatnya berdiam diri, hanya saja dirinya yang baru menjadi penduduk di kota ini sedikit memiliki rasa paranoid takut sesuatu datang mengancamnya. Jakarta dan Bandung itu beda, dan dia masih belum terbiasa dengan suasana kota yang merupakan jantung negara Indonesia ini.
Kakinya terus melangkah di jalur khusus pejalan kaki pinggir jalan. Keadaan jalan masih sangat ramai oleh lalu lalang kendaraan, dia juga mendapati ada beberapa pejalan kaki sama sepertinya. Beruntunglah karena itu dia sedikit merasa lebih tenang dan aman. Tetapi seiring langkahnya yang kian menjauh menuju rute kompleknya, orang-orang yang tadinya menjadi teman langkahnya satu persatu hilang menuju tujuannya masing-masing. Sampai akhirnya menyisakan dirinya seorang diri, kembali.
Dia mencoba menghilangkan rasa takutnya dan berjalan dengan tenang, tapi kemudian langkahnya memelan sedikit demi sedikit saat netranya menangkap sekumpulan pria yang nampak seperti tengah berbincang di bawah lampu jalan.
"Aduh, gimana ini." Dia merasa sedikit agak was-was takut pria-pria itu adalah segerombolan pemalak jalan.
Akhirnya dia terdiam di tempatnya, kakinya begitu berat melangkah, tapi dia juga tak ingin lama-lama berada di sini. Orang tuanya pasti mencemaskannya di rumah.
"Aduh ... Gimana nih. Maju lanjut jalan tapi takut," resahnya. Dia semakin waspada saat mendengar tawa terbahak-bahak yang berasal dari kumpulan pria itu.
Rasanya ingin menangis saking bimbangnya, demi Tuhan dia takut.
"Mbak awas!"
KAMU SEDANG MEMBACA
We're Involved
Fiksi RemajaJika cinta itu kuat dan membutakan, maka ego sama kuatnya dengan itu. Saat cinta itu hinggap dia akan menguasai diri, dan ketika ego ikut campur di dalamnya, hanya akan ada ego yang mendominasi cinta itu. copyright © 2024 Ariete Polare