2

10 4 1
                                    

Senja dan fajar menjadi saksi bagaiman beratnya untuk bertahan disini

Sore itu senja masih malu malu menunjukkan ronanya, padahal aku dan Lawan sudah menunggu mentari itu untuk tenggelam. Hari ini Lawan mendapat tugas untuk membuat karangan pendek bertemakan lingkungan, karena kami tinggal di pesisir jadilah dia mengambil tema pantai kala senja. Senja memang tidak pernah membosankan teman, selalu ada yang berbeda dari senja hari ini dengan senja yang kemarin. Samar kulihat Bang Anglim sedang membantu Bapak di sampan, aku sedang menjadi fotografer untuk Lawan, jadi tidak bisa membantu mereka.

"Bang, nanti bantuin Lawan ya buat ngerangkai kata katanya"

"Wah, kalo itu abang nggak bisa dek, emang kamu pernah lihat abang nulis karangan? Abang nggak pinter nulis Wan, kamu minta tolong sama Bang Pamung aja"

"Emang Bang Pamung bisa nulis karangan?" tanya Lawan tak yakin.

"Bisalah, tinggal karang aja susah" jawabku asal.

"Ndarrr!!! Tolong ambilin minyak lampu itu deket angkringan" teriak Bang Anglim dari atas dek sampan. Aku segera mengantarkan minyak lampu itu, meninggalkan Lawan sendiri di bibir pantai.

"Ini Bang" ucapku sambil menyodorkan jerigen minyak lampu itu.

"Kamu udah selesai foto fotonya? Udah mau maghrib, sholat"

"Bentar lagi, Bapak mana?" tanyaku celingukan mencari Bapak.

"Apa Ndar?" Sahut Bapak dari dalam sampan.

H

ati hati, Pak. Bapak sholat nya dimana?"

" Disinilah, sholat isya' nya baru di laut" jawab Bapak sambil menghampiri kami. Di tangannya bertengger jaring berwarna putih. Bapak meletakkan jaring itu di sisi sampan"Lim, ayo turun bersih bersih. Udah mau adzan" lanjut Bapak.

Kami pun turun dari sampan. Aku menghampiri Lawan yang masih sibuk sendiri dengan ponselku.

"Eh bocil, hape mulu kamu! Siniin hape nya. Sholat habis itu ngaji" sembur Bang Anglim sambil merampas ponselku dari tangan Lawan. Aku cekikikan sendiri. Rasain kamu Wan, hape mulu sih.

Beginilah guys kehidupan keluargaku, semua kami lakukan bersama. Pak Anung Permana bapakku, adalah seorang nelayan di kampung ini. Kalau kata Ibuk, Bapak adalah nelayan yang kuat, tapi menurutku doa kami lah yang hebat hingga mampu membuat Bapak pulang dengan selamat. Oh iya, perkenalkan ini Lawan adikku yang terakhir. Nama aslinya Pahlawan. Iya, Pahlawan! Pahlawan Angkasa Langit, bagaimana? Nama yang bagus kan? Sementara Pamung, nama aslinya tidak jauh beda dari Lawan. Namanya Pamungkas Angkasa Laut.

Suuutttt ........kalian diam saja ya! Asal kalian tahu saja, Pamung tidak pernah suka nama aslinya dibeberkan. Katanya namanya terlalu aesthetic jadi tidak boleh sembarang orang yang tahu. Hebat kan keluargaku, untuk masalah nama saja aku harus menjelaskan sebanyak ini. Balik lagi ke awal guys, hidup ku itu unik. Sebenarnya bukan hidupku saja tapi hidup kalian juga. Dan kita sedang dipertemukan karena sebuah nama yang unik. Yap! Namaku lah, Pangandaran Pangeran Surga.

Sayup terdengar suara Adzan dari surau Ar Rahman. Suara itu sangat familiar di telingaku. Itu suara anak Pak Anung yang ketiga, Pamung. Dapat ku lihat beberapa remaja cewek seusia Pamung melangkah riang ke surau. Antara dua sih kalau sudah begini, antara memang mau sholat atau karena muadzin nya Pamung. Hahaha.....kan aku sudah bilang kalau semua anak Pak Anung itu semuanya good looking, kalian aja yang gak percayaan. Kalau sudah lihat Pamung jadi incaran begini, masih gak percaya? Percayalah masa enggak.

Tulisan tinta pangandaranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang