Pria itu meraih jaket kulit bewarna hitam. Ia berjalan terburu-buru menuju suatu tempat.
Meski banyak orang dengan sopan menyapanya atau membungkuk hormat, ia tetap acuh dan melenggang pergi.
Seorang pria lain mengejarnya dari belakang. Ia berusaha menyamakan langkah yang terbilang cukup cepat itu.
"Za! Reza! Tunggu woy!" Ia memegang pundak kanan pria yang diketahui bernama Reza. Membuat langkanya terhenti.
"Kenapa?" Tanyanya dingin.
"Mau kemana? Sejam lagi ada meeting sama klien."
Reza beralih menatap pria itu dengan lekat. "Meeting diundur besok, Dion. Karena udah nggak ada kerjaan, gue mau pergi dulu. Ada urusan lain."
Dion spontan melepaskan tangannya dari pundak Reza. "B-baiklah kalau begitu."
Kemudian pria itu melenggang pergi seraya mengenakan jaket kulit itu dan menarik resletingnya. Ia menuju parkiran khusus, dimana hanya ada kendaraan miliknya dan keluarganya.
Reza menaiki ducati berwarna hitam favoritnya, tak lupa mengenakan helm. Ia lalu menyalakan mesin itu dan beranjak pergi.
Siang hari ini tidak panas dan tidak juga mendung. Reza seolah merasa beruntung karena memilih waktu yang tepat. Ia menjalankan motornya dengan elok, bahkan ketika beberapa kendaraan lain melintas. Bisa ia selip dengan baik.
Ducati itu membawanya pergi ke sebuah gedung. Reza kemudian masuk setelah memarkirkan kendaraannya.
Ini adalah gedung stasiun televisi swasta. Letaknya cukup strategis dengan logo mencolok di atas dekat roof top nya.
Manusia berlalu lalang di setiap lantai. Reza tetap mendapat beberapa sapaan di kantor ini. Meskipun ia tetap acuh dan melangkah pergi.
Tibalah ia di sebuah ruangan besar. Ini adalah ruang untuk foto shoot. Staf, model, atasan, dan lain-lain juga ada disini.
Reza menghampiri seseorang yang sudah tahu akan kedatangannya. Pria itu berbalik dan menyambut Reza lebih dulu.
"Astaga! Lihat CEO muda ini. Apa yang membawamu kemari?" Ia tersenyum simpul.
Reza tidak membalas senyumannya. "Aku ingin kita membahas beberapa hal."
Pria seumuran Reza itu berjalan terlebih dulu menuju ke ruangannya, diikuti Reza yang berjalan santai dibelakangnya.
•
"Astaga! Kenapa mapel Akuntansi nyebelin banget! Aku gak suka hitung-hitungan!" Rengek Naya dengan wajah kesal.
Mereka kini sedang menikmati jam kosong setelah kelas olahraga. Beberapa anak sudah mengganti seragam mereka, namun sebagian besar masih merasa malas. Seperti trio ini, yang bersantai dengan jajanan ringan mereka.
"Halah, Nay. Pantes aja lo nggak ambil IPA." Satya memasukkan Chiki ke mulutnya.
"Bacot."
"Udah woy." Arka mencoba melerai meski pemandangan seperti ini sangat seru. "By the way, kalian pinter milih tempat nongkrong ya. Di bawah pohon beralas rumput hijau begini, rasanya nikmat banget."
"Ohiya jelas~" Nayara mengibas rambutnya sambil berpose.
"Yeh, ini orang. Cakep lo begitu?" Satya memasang tampang nyolot yang sudah tentu membuat Naya ingin mematahkan pergelangan tangannya.
"Sialan lo!"
Ilmu pencak silat ternyata tidak sia-sia Naya pelajari. Ia menarik tangan Satya dan menekannya dengan siku. Membuat si empunya merengek kesakitan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Prince(ss)
Teen FictionArka Renjana, seorang siswa baru yang tanpa kemauannya mendapat gelar sebagai 'The Prince' memiliki rahasia besar. "Lo cowok tulen gak sih?" "I-itu ..." Bisakah Arka terus menutupinya? • • #Rank 13 in Friends (3/10/22)