1. Carmine Kaniraga Marchapa

11 2 0
                                    

  01.00

  Apa yang kalian rasakan ketika pertama kali mendengar nama nya? Sosok yang kuat? Misterius? Aneh? Atau menyeramkan. Mungkin itu juga yang dirasakan Lunar ketika pertama kali berteman dengan Marka.

     Sudah lebih dari 10 tahun mereka berteman. Awalnya Lunar mengenal Marka karena rumah mereka yang bersebelahan saat masih tinggal di kota Berham. Lunar yang baru pindah ke Berham, merasa tertarik dengan perangai Marka yang terbilang pendiam. Entah karena hal apa, mereka menjadi akrab dari hari kehari.

     Seperti nama nya yang bisa berarti merah, Marka punya ciri khas yaitu rambut yang sedikit kemerahan di belakang kepala. Entah itu dari lahir atau memang buatan manusia, yang jelas Lunar sudah melihatnya sejak mereka kecil.

     Nenek Marka juga punya warna rambut seperti itu, dan letak nya juga sama persis, di belakang kepala. Lunar melihat kesamaan yang ada ketika sang nenek menyanggul rambut nya. Meski terkesan aneh, Lunar tetap menjadi teman baik Marka sampai sekarang ketika dirinya memutuskan kembali ke kota Berhem.
    
     Marka juga bukan asli orang sini, dirinya pindah ke Berhem 2 tahun sebelum Lunar pindah.

"Ramen datang!!!" Lunar terkejut ketika mendengar suara antusias serak - serak basah milik Marka.

Lunar bangkit dari kasur nya kemudian mengambil meja lipat berbentuk bundar kecil yang bersandar di dinding. Membuka nya di samping kasur dengan terampil seolah seperti menyiapkan tempat makan

"Apakah kau tak bisa mengetuk pintu sebelum masuk?! Kau selalu mengejutkan ku, beruntung saja aku tak punya riwayat penyakit jantung"

"Aku sudah mengetuk pintu beberapa kali, kau nya saja yang terlalu sibuk melamun sampai tak mendengar" Marka membalas tak mau kalah, benarkah ini orang yang dijuluki sebagai "Si Pendiam". Lunar saja tak percaya dengan julukan yang di dengar ketika kembali ke kota ini.

Lunar memutar bola matanya malas "Suatu pencapaian yang hebat jika kau benar - benar mengetuk pintu sebelum masuk ke kamar ku, harus kah aku mempercayai mulut pedas mu itu" Tangan Lunar dengan terampil menyiapkan sebotol besar air putih dengan 2 gelas kecil di atas meja.

Marka tak menggubris lagi, percuma saja menanggapi gadis berisik ini, yang ada kuping nya tambah sakit. Dirinya lebih memilih untuk ikut duduk bersila di depan meja makan, kemudian meletakkan ramen yang tadi dia beli.

Tak ada lagi perbincangan di antara mereka, Lunar sibuk menata makanan di atas meja begitu pula Marka yang ikut membantu sebisa nya walau cuma membuka sumpit dari bungkus saja.
Setelah semua tertata rapi mereka mulai menyantap ramen masing - masing.

"Rasanya sedikit berbeda" Lunar memulai kembali percakapan setelah suapan ketiga. "Apakah kau membeli di tempat lain?" Tanya nya sembari menatap Marka.

Marka mengangguk masih dengan mulut yang penuh "Aku membeli di kedai dekat salon Nefa, mungkin baru buka minggu ini dan cukup ramai pembeli, jadi aku juga ingin mencoba. Apakah rasanya tidak enak?"

"Ini enak tapi aku merasa sedikit aneh dengan daging asap nya, apakah mereka membuat nya sendiri?" Tanya Lunar. Marka menggeleng tak tau, dia kemudian memakan daging asap milik nya "Tidak ada yang aneh disini, aku rasa hanya perasaan mu saja" Marka kembali melanjutkan memakan ramen nya.

Lunar sendiri masih tak yakin kemudian memakan ulang daging asap dan ya, tidak ada yang aneh disini. Apakah ini cuman perasaan nya?

Sepertinya aku harus berhenti membaca novel Gore batin nya.

Lunar melanjutkan makan nya masih dengan sedikit merinding entah karena apa. Menit - menit berlalu tak ada perbincangan di antara mereka. Marka yang sudah selesai lebih dulu memilih untuk duduk bersandar di atas ranjang Lunar.

"Lunar apa kau melihat tadi?" Marka bertanya memecah keheningan. Lunar yang baru saja selesai makan menatap Marka dengan wajah bertanya "Melihat apa?"

“Blood Moon”

Lunar mengangguk “Aku meliat nya, sangat merah Semerah darah. Jika ini dunia fantasi aku akan berfikir bahwa seseorang sedang terbunuh dan bulan itu seperti warna darah nya” Lunar menatap bulan yang sudah kembali seperti semula.

“Bagaimana jika itu memang terjadi?” Marka bertanya dengan menatap serius ke arah Lunar.

Lunar balik melihat Marka kemudian tertawa “Hahahaha...Jika memang seperti itu, maka sudah ada laporan polisi atau berita Marka” Lunar membereskan seluruh peralatan makan nya masih dengan tawa.

Marka menatap Lunar lama kemudian tersenyum penuh arti. “Ah ya, apa kau sudah melihat berita sekolah?” Lunar bertanya tanpa mengalihkan perhatian nya dari meja kotor.

Marka menoleh “Berita tentang ditemukan nya buku diary milik Roselinna?” Tanya nya?

Lunar mengangguk, tangan nya terampil menutup kembali meja kemudian meletakkan nya di tempat semula. Setelah semua bersih. Dia ikut merebahkan diri di atas kasur kesayangan nya. “Buku nya sudah lama di temukan, tapi tim jurnalis baru merilis nya malam ini kau tau kenapa?”

Marka menggeleng, dia sangat jarang update berita sekolah. Berita ini saja dia ketahui karena semua teman nya merepost di Story mereka masing – masing.

“Karena seluruh isi diary milik Rose adalah Bulan Merah”

Mereka berdua saling tatap, seolah berbicara lewat telepati. Bulan Merah benar - benar hal yang tabu di bicarakan di kota ini. Jadi merilis buku tentang Bulan Merah membutuhkan keberanian yang tinggi. Tm jurnalis sekolah pasti sudah gila Adsense dan Viewers, buktinya berita kematian Rose kembali menjadi trending topik.

"Marka..." Lunar memanggil Marka "Apa kau berfikiran hal yang sama dengan ku?" Marka mengangguk "Aku yakin Rose mati dibunuh oleh Hantu Bulan Merah"

Hantu Bulan Merah- begitulah mereka menyebut nya. Sosok yang mereka yakini sebagai pembunuh berantai di balik kejadian mengenaskan saat bulan darah. Aneh nya, para korban - korban akan ditemukan tercabik - cabik dan semua di tempat yang sama, belakang sekolah mereka.

Bagaimana dengan pihak sekolah? Mereka seolah tidak terlalu ambil pusing dengan kejadian - kejadian ini dan hanya menganggap sebagai kasus serangan hewan liar. Begitu pula polisi yang menangani kasus, seperti kasus kematian Rose.

"Lunar, aku harap kau jangan berkeliaran saat bulan merah. Kebanyakan korban adalah perempuan, kau tahu aku hanya punya kau sebagai teman ku" Marka memegang pipi Lunar khawatir. Teman gadis nya ini sangat nekat dengan hal apapun.

Lunar sendiri dapat merasakan tangan Marka yang dingin bergetar, seolah dia takut akan terjadi sesuatu kepada nya. Lunar tersenyum "aku mengerti Marka" Lunar balas memegang tangan Marka mencoba menenangkan.

"Hal yang paling aku sesali dalam hidupku adalah, jika aku kehilangan dirimu Lunar"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 17, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Blood MoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang