🍂 08. Mulai Menyelidiki

218 30 1
                                    

Sekarang Karan tahu, tidak ada bayang-bayang keluarga harmonis yang sering kali dirinya angankan. Di sana hanya ada dinding-dinding pemisah yang membuat mereka sulit dijangkau. Memiliki orang tua juga saudara yang selalu mengedepankan karir bukanlah hal yang sangat menyenangkan. Bagi dirinya, semua itu hanyalah tong kosong yang hampa tanpa adanya rasa kasih sayang keluarga.

"Sarapannya dimakan, Mas. Bukan didiemin aja," ujar Ningsih menyadarkan Karan. Anak itu berdehem sebelum balas tersenyum.

"Iya Bi, dimakan kok. Nunggu yang lain dulu."

"Nyonya, Tuan, sama Den Tian udah berangkat dari tadi. Tinggal Den Eros masih di kamar kayak nya, Mas."

Karan hanya mampu mengangguk sekilas. Sudah sering sekali pagi harinya berada dimeja makan seorang diri. Semua anggota keluarganya pasti sibuk sejak matahari belum menampakkan sinarnya.

Kepala Karan menoleh kala kursi disebelah tertarik hingga di tempati pria dengan setelan jaz rapi. "Pagi, Kak!"

Eros balas berdehem, lantas mengambil beberapa lembar roti. Beberapa detik canggung yang remaja itu rasakan menguar kala dengan ringan kalimat ajakan itu bersuara, "Cepat habiskan. Kakak antar ke Sekolah."

Bibir itu melengkung lebar dengan sebuah anggukan semangat ia beri. Lantas tanpa banyak suara ia habiskan nasi goreng yang tinggal separuh itu.

"Makasih, Kak, udah antar aku," ujar Karan setelah melepas sealt beat nya.

Belum sempat Eros membalas, suara ketukan dari luar membuat keduanya menoleh kesamping. Hingga wajah wanita muda yang sangat familiar bisa Eros tangkap. Tanpa bisa dicegah jantungnya berdetak cepat bak pertama kali bertemu dengan orang yang kini sudah menjadi masa lalu bagi pria itu.

"Siapa Kak?" Pertanyaan Karan hanya mendapat gelengan dari yang lebih tua.

"Cepat turun," titah Eros dingin. Tanpa ingin merusak mood Kakaknya Karan segera turun. Membiarkan mobil itu pergi begitu saja meninggalkannya pun dengan wanita yang tadi mengetuk kaca jendela mobil.

"Kakak siapa, ya?" tanya Karan lebih dulu. Pasalnya wajah wanita di depannya itu terlihat sedih melihat kepergian mobil Eros.

"Saya Grace. Guru Bahasa Inggris baru di sini," balasnya sembari menjulurkan tangan yang langsung Karan terima.

"Oh Guru baru. Nama saya Karan, Bu. Selamat mengajar di SMA Adi Bangsa!"

Grace tersenyum sebelum kembali ingat dengan pertanyaan yang seharusnya ia tanyakan. Hingga detik setelahnya, Karan yang lebih dulu bertanya, "Bu Grace tadi kenapa, ya, ketuk kaca jendela mobil Kakak saya?"

Seolah terkejut, Grace membulatkan kedua matanya dengan raut kebingungan. Mengulang kembali kata yang sebelumnya Karan ucap. "Kakak? Maksudnya?"

"Iya, itu tadi Kakak saya."

"Kamu adiknya Eros? Kok saya nggak tahu," balas Grace membuat Karan semakin tidak mengerti.

"Bu Grace kok tahu tadi itu Kak Eros. Ibu kenal sama Kakak saya?"

Grace mengagguk berulang kali dengan wajah meyakinkan. "Iya, saya kenal banget sama Eros. Tapi setau saya cuma Tian adiknya."

"Oh, atau kamu adik yang ikut Oma sama Opanya itu, ya?" sambung Grace sembari menjentikkan jarinya.

Karan mengangguk patah-patah. Masih dengan segala asumsinya. Siapa wanita di depannya ini? Ada hubungan apa dengan Kakaknya. Kenapa tadi Eros pergi begitu saja tanpa menyapa.

"Kok Kakak tahu kalau itu tadi Kak Eros? Dari luar nggak bisa lihat dalam mobil, loh," heran Karan. Tepatnya Karan ingin mengetahui lebih dalam siapa orang di depannya ini.

Langkah Terakhir [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang