🍂 10. Petunjuk

247 35 9
                                    

Sore harinya Karan beranjak undur diri dari Rumah Andra. Bukannya pulang menuju Rumah, Karan kembali pergi ke Rumah Jendra meski dirinya tahu waktu sudah menjelang sore. Entah firasat apa yang membuatnya bergegas ke sana. Dan benar saja, tidak hanya Karan yang berada di sana. Dari ambang pintu utama pemuda itu bisa menangkap kehadiran orang lain yang duduk di ruang tamu sembari memandang kosong ke depan.

"Masuk aja," ujar cewek asing itu membuat Karan perlahan mendekat. Meski sedikit ragu dengan orang di depannya saat ini. "Aku tahu kamu ke sini kemarin."

"Untuk apa?" lanjutnya.

Karan berdehem sebelum mengambil duduk di sofa single. Lantas menatap sekeliling Rumah yang benar-benar sepi. Bukannya menjawab, Karan balik bertanya, "Kamu siapa, ya?"

Cewek berkepang dua dengan wajah datarnya itu tersenyum tipis. "Aku Putri. Sahabatnya Jendra. Kamu sendiri?"

"Aku Karan," balasnya singkat. "Ngapain di sini?"

"Bukannya Rumah ini dijual, ya? Kok nggak dikunci," lanjut Karan. Mungkin dirinya bisa sedikit demi sedikit mencari tahu lewat Putri yang katanya sahabat Jendra.

"Sengaja, mungkin."

"Sengaja? Maksudnya?"

Putri tidak menjawab. Hening cukup lama, membuat Karan diam-diam mengamati wajah Putri yang terlihat sendu meski wajahnya terkesan datar. Netra perempuan itu menatap sebuah pigura sosok Deren yang masih terpajang di sana. "Kamu tahu siapa yang beli Rumah ini?" tanya Karan tak berhasil mengalihkan atensi Putri.

"Kamu tahu sesuatu?"

Pada akhirnya, pertanyaan yang sedari tadi tertahan keluar dari mulut Karan. Dan detik itu juga, Putri membalas sorot penuh tanya pemuda di depannya.

Sebuah foto Putri keluarkan dari dalam tas selempangnya yang segera Karan terima. "Hanya itu yang aku punya."

"Jangan berakhir seperti Deren dan Chandra," sambung Putri yang kemudian beranjak.

"Foto ini maksudnya apa?"

"Itu tugas kamu. Kalau butuh bantuan cari aku di Blok B nomor 23A," balas Putri sebelum kembali mengambil langkah keluar tanpa bisa Karan cegah.

Karan semakin dibuat bingung dengan foto yang kini berada ditangannya. Sekali lagi, ia amati foto yang menampangkan beberapa mobil box juga beberapa pria yang salah satunya seperti Karan kenali.

"Apa Jendra dan Chandra tahu sesuatu tentang foto ini?"

"Siapa yang ada difoto? Mereka sedang apa?" gumam Karan.

Suasana malam yang membuat foto itu terlihat kurang jelas. Apalagi mereka yang ada di sana semuanya mengenakan pakaian serba hitam juga topi yang hampir menutupi bagian wajah.

Sudut bibir Karan terangkat sebelah lantas berbisik, "Misi yang menantang. Ayo latihan jadi polisi sungguhan."

)(

Berdiri di hadapan Papa malam ini bukanlah hal yang menenangkan untuk Karan. Melirik pria itu yang masih sibuk dengan kertas-kertas yang lebih menarik daripada dirinya yang tepat duduk di seberang. Hingga beberapa menit berganti, suara Verick untuk pertama kalinya menguar bersama tatap tegasnya. "Kali ini ada apa?"

Karan menarik napas dalam sebelum membuka suara yang setelahnya mampu menghentikan pergerakan Verick. "Apa Papa beneran suruh Zarka jadi guru les aku?"

"Kalau benar kenapa? Kamu keberatan?"

"Kenapa Papa nggak bilang dulu sama Karan. Seharusnya Papa nggak main suruh Zarka jadi guru les aku, Pa. Pasti Zarka merasa tersinggung, apalagi Papa bawa-bawa bayaran."

Langkah Terakhir [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang