🍂 05. Apa yang Terjadi?

371 42 3
                                    

Dari sekian banyak cara manusia memandang orang lain, Karan selalu melihat sisi lain dari orang yang terlihat baik. Tidak seutuhnya orang baik di depan mempunyai jati diri baik pula. Begitu sebaliknya, orang yang terlihat jahat belum tentu memiliki jati diri yang jahat.

Dan satu yang ingin Karan katakan kepada orang yang menilainya; lihatlah dia dari dalam. Bukan dari luar.

Namun nyatanya, selama ini ia berhasil memakai topeng. Menutupi jati diri yang sebenarnya ingin dirinya lenyapkan.

Gelas yang berada pada genggaman itu hampir saja terlepas kala apa yang Karan dengar pun lihat sekarang menampar telak ketakutannya. Kali ini, rencana apa lagi yang Tuhan berikan?

"Nggak mungkin," lirihnya menggelengkan kepala.

Berita yang kini tayang di depan matanya adalah kematian teman sekelasnya.

Jendra Adiprasetya tewas terbuhuh di Rumah.

Detik itu, dunia Karan seolah dijungkir balikkan kala TV menayangkan juga berita kegemparan sebelumnya. Di mana dirinya yang tertuduh mendorong Chandra hanyalah kebohongan. Setelah ditemukannya pesan singkat dari tas Jendra yang menyatakan Karan tidak bersalah.

Chandra diduga bunuh diri.

Kepala Karan seolah berputar hingga kemudian gelas yang sebelumnya hampir jatuh itu benar-benar hancur menghantam lantai. Tubuhnya tak lagi mampu menopang berat badannya sendiri.

Bukannya merasa lega karena tuduhan itu terbukti salah. Kini Karan semakin dibuat bingung dengan kematian Jendra dan juga pernyataan tiba-tiba itu.

"Apa yang terjadi?"

Siapa yang membunuh Jendra?

)(

Seharian ini Andra dibuat sibuk oleh kasus baru yang terhubung dengan kasus sebelumnya. Berita semalam ia dapat begitu menggemparkan untuk warga SMA Adi Bangsa. Hingga membuat Sekolah terpaksa meliburkan kegiatan belajar mengajar tiga hari jika kasus belum terselesaikan, pun guna meredam kegaduhan para murid.

"Ngopi dulu Dra," tawar Fery sembari duduk di hadapan meja kerja Andra.

"Udah, lo aja."

Tatapan Fery masih mengikuti setiap gerakan tangan temannya yang terus membolak balikkan kertas-kertas laporan itu. "Istirahat bentar Ndra, udah malam ini."

Detik kala ucapan Fery berhenti- Andra melirik jam dinding yang sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Dan setelahnya, umpatan lirih ia ucap lalu membereskan berkas-berkas yang seharian menjadi teman.

"Nah, kenapa buru-buru nih? Mau ke mana?" tanya Fery heran.

"Jam kerja udah selesai 'kan?"

Fery mengangguk. Memang benar jam kerja mereka sudah seharusnya selesai beberapa jam lalu. Namun, gara-gara kasus ini mereka terpaksa lembur meski tidak disuruh. "Ya udah, ngapain masih di sini?" balas Andra yang membuat kernyitan timbul didahi Fery.

"Lah, lo yang ngapain di sini?!" sahut Fery sewot. Sedang Andra memilih mengendikkan bahu lantas melenggang pergi sebelum menepuk bahu Fery.

Andra hanya lupa, bahwa di Rumahnya sekarang ada orang lain yang seharusnya menunggu kepulangannya.

"Gimana, sih, tuh anak. Dia sendiri yang nggak mau pulang. Dasar, kebiasaan nggak sadar waktu."

Sesampainya di Rumah, Andra disambut Karan yang dengan cepat membuka pintu untuknya. Wajah pemuda di depannya sekarang terlihat kacau dengan mata sayu pun bibirnya yang kentara kering.

Langkah Terakhir [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang