Fanfiction : Gold Bracelet

8 0 0
                                    

Mingyu menundukkan tubuhnya untuk memilah gelang mana yang cocok untuk diberikan kepada ibunya sebagai hadiah. Semua tampak cantik sehingga dia bingung menentukan pilihannya. Hampir setengah jam dia berputar di toko perhiasan ini.

"Sudah menemukan pilihanmu?" Tanya Safa, teman di tempat kerjanya.

"Belum."

Bahkan sampai 30 menit Mingyu belum menemukan yang cocok? Jujur saja jika kaki Safa kini sudah terasa pegal.

"Boleh aku bantu carikan?" Tawarnya.

Safa menajamkan matanya pada jajaran gelang yang terlindungi oleh kotak kaca. Sampai akhirnya, matanya jatuh pada satu gelang emas yang memiliki kristal berbentuk bunga di tengah dengan sebuah kaitan. Itu terlihat cantik menurutnya.

"Pilihanmu tidak mengecewakan. Tidak salah aku mengajakmu kemari."

Setelah itu, Mingyu menunjuk sebuah gelang yang dimaksud pada seorang pegawai. Pegawai toko segera mengambil gelang yang dimaksud dan memberikannya pada pegawai di bagian kasir.

Tidak peduli berapapun harganya, Mingyu sudah berjanji jika gaji pertamanya di kantor akan diberikan untuk ibunya entah dalam bentuk apapun. Ibunya pasti akan suka mengingat mereka dari keluarga kaya yang sering mengunjungi pertemuan penting. Penampilan pasti nomor satu.

Keduanya meninggalkan toko. Pada sore hari ini sudah wajar jika tubuh lelah terlebih setelah bekerja seharian dan berbelanja. Saat mereka berjalan berdampingan, Mingyu membuka suara.

"Ayo pergi ke sana." Ucap Mingyu sambil menunjuk sebuah restoran. "Sebagai ucapan terima kasih karena kau sudah menemaniku."

"Benarkah? Di restoran halal?" Mingyu mengangguk mantap. "Terima kasih. Wah, hari ini aku cukup hemat." Ujarnya antusias dengan mata berbinar.

Kini wanita dengan tudung di kepalanya tengah menikmati satu porsi paha bawah ayam panggang di hadapan pria dengan mantel yang masih melilit tubuhnya.

"Kau lahap sekali."

"Aku memang seperti ini jika masakannya sesuai dengan lidah. Terima kasih traktirannya."

"Aku sudah bilang ini untuk ucapan terima kasih."

Hanya butuh waktu 15 menit untuk menghabiskan makanan yang telah mereka pesan. Mingyu terlihat sudah merapikan barangnya yang tadi sempat dikeluarkan dari tas. Sedangkan Safa menghabiskan minumnya tanpa sisa.

"Mau langsung pulang?" Tanya Mingyu.

"Kau ada jadwal lain?" Safa balik bertanya.

"Tidak. Biasanya jika wanita telah mengisi perut mereka akan langsung pulang."

"Kalau begitu jika tidak keberatan di sini saja dulu. Aku tidak bisa langsung berjalan jauh setelah makan. Perutku akan terasa tertusuk di sini." Tunjuknya pada perut bawah sebelah kiri.

Safa menyeka mulutnya dengan tisu. Lalu memposisikan dirinya menghadap Mingyu dengan kedua siku berpangku di atas meja.

"Apa kau biasa membelikan perhiasan untuk keluargamu saat ulang tahun?"

"Terbilang jarang. Aku berjanji pada diriku sendiri jika gaji pertamaku di kantor setelah kenaikan pangkat akan aku hadiahkan pada ibu entah dalam bentuk apapun."

"Aah, aku mengerti."

"Kau sendiri?"

"Aku akan memberikan kado yang benar-benar mereka butuhkan. Aku kurang suka memberi kejutan. Aku akan lebih suka bertanya apa yang mereka inginkan."

"Wah, luar biasa. Aku belum pernah terpikirkan seperti itu. Aku bisa mengikuti caramu lain kali."

Mingyu tidak tersinggung dengan tuturan Safa karena itu adalah pendapat. Bukan sebuah penghakiman perbuatan Mingyu saat ini salah dan perbuatan Safa benar.

"Membahas soal perhiasan, terima kasih sudah membantuku memilihkan. Kalau tidak, kita pasti lebih lama di toko itu. Tapi, aku tidak pernah melihatmu memakai perhiasan?"

"Aku masih memakainya. Aku juga pakai anting dan kalung, tapi tertutup dengan kerudungku."

"Apa dalam keyakinanmu laki-laki juga boleh memakai perhiasan?"

"Boleh, asal tidak emas. Jika perempuan boleh memakai emas."

"Benarkah? Kenapa?" Tanyanya heran.

"Kepercayaanku melarangnya. Dan telah dibuktikan oleh medis yang pernah kubaca, partikel pada emas bisa menembus kulit dan masuk ke darah lewat pori-pori. Dan itu bisa menimbulkan gangguan pada darah dan urine."

Mingyu lalu melihat pergelangan tangan kirinya. Ada sebuah gelang emas di sana. Dia langsung melepasnya. Gelagatnya membuat Safa tersenyum kecil. Dia sebenarnya ingin mengatakan ini sejak lama setelah beberapa bulan lalu dia melihat Mingyu memakai emas. Tapi, bagaimana cara agar tidak menyinggungnya? Dengan beruntungnya, Tuhan mengizinkan Safa menjelaskan karena rasa penasaran Mingyu sendiri.

"Kau langsung melepasnya." Ucapnya sambil tersenyum tipis.

"Aku masih mau sehat."

Mereka berdua menertawakan obrolan selingan dan memutuskan pulang saat melihat jarum pendek pada jam yang tergantung di dinding restoran menunjukkan angka 8.

Safa dan Mingyu berjalan beriringan menuju halte. Mereka lantas duduk saat sudah sampai dan menunggu giliran bus yang datang. Mingyu mengeluarkan gelang emas yang dia lepas tadi. Dia memperhatikan gelang itu seksama.

Gelang itu adalah perhiasan yang dibelinya pertama kali untuk self-reward. Namun, mendengar penjelasan Safa tadi, dia lebih menyayangi kesehatannya dibandingkan gelang itu.

"Kau bilang, dalam keyakinanmu seorang pria tidak boleh memakai emas, kan?"

Ucapan Mingyu membuat Safa menoleh dan spontan menganggukan kepalanya untuk menyetujui ucapannya. "Apa ada yang kau tanyakan lagi tentang emas?"

"Tidak ada." Mingyu menyodorkan gelangnya pada Safa. "Untukmu."

"M-maksudnya? Kenapa tiba-tiba kau memberikannya padaku?"

"Aku tidak mungkin memakainya. Anggap saja ini hadiah untukmu atas kenaikan pangkatku. Aku juga tidak akan mendapatkan jabatan ini tanpa bantuanmu dalam mengerjakan laporan, Safa."

"Tidak Mingyu, aku tidak bisa menerimanya. Itu milikmu."

"Kau sudah menolak pernyataan cintaku beberapa bulan lalu sebelum kenaikan pangkatku. Jadi, tolong terima gelang ini sebagai rasa terima kasihku."

Mata Safa berair mengingat kejadian beberapa waktu silam. Mingyu menyatakan cintanya. Sejujurnya, Safa juga memiliki rasa yang sama. Namun, keyakinan yang berbeda membuat Safa tidak bisa menerimanya. Apa boleh Safa menerima hadiah ini? Dengan sekali tarikan nafas, Safa akhirnya menjawabnya.

"Mingyu, aku memang tidak bisa menerima cintamu. Kau pantas dengan orang yang balik mencintaimu. Gelang itu akan lebih bermakna jika kau berikan pada orang yang kau cintai dan mencintaimu balik. Dan orang itu bukan aku."

Tepat saat berhenti berbicara, bis datang. Safa beranjak dari tempat duduknya dan mengalungkan tas di pundak kanannya. Mingyu masih menatap gelangnya dan tersenyum miris.

"Ayo, kau tidak akan menunggu bis selanjutnya, kan? Itu sangat memakan waktu."

Mingyu mendongak ke arah Safa dan mengikuti langkahnya untuk menaiki anak tangga dalam bus.

.
.
.

END

.
.
.

Surabaya, 23 Juli 2022
11.07 WIB

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 01, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kumpulan CerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang