Teruntuk, my bestfriend, @catcaword
Mungkin kamu sudah melalui banyak hari yang berat. Kamu "dituntut" untuk membagi dunia nyata dan fiktif. Terkadang berhenti sejenak tidak apa-apa. Tetap semangat dan kerjakan perlahan asal selesai.
Ada sedikit hadiah untukmu. Aku harap tidak menjadi beban. Baca kapanpun sebisamu. Jangan memaksakan diri. Semoga ini bisa melepas penat sejenak.
.
.
.Musim gugur di penghujung bulan September membuat beberapa pohon mulai meranggaskan daunnya. Beberapa orang enggan untuk keluar karena angin yang bertiup cukup kencang. Setiap orang yang ditemui di jalanan akan memakai mantel dan syal mereka masing-masing. Sebagai mahasiswa asing yang melanjutkan pendidikan di sana sebagai seorang mahasiswa seni di Korea, Yuki juga menyesuaikan diri dengan lingkungan. Sambil membawa box berukuran sedang berwarna hitam dan merah, juga papan kanvas yang diapit di lengan Yuki berjalan cepat karena tidak tahan dengan angin yang begitu kencang dan menerbangkan rambutnya hingga menutupi wajah.
Sampai di sanggar lukisnya, dia disambut hangat oleh beberapa orang yang dia kenal dengan baik. Salah satunya adalah wanita dengan baret menyamping dengan sebuah palet di tangannya. Matanya yang mula berfokus pada lukisan di depannya. Lalu memalingkan wajahnya sebentar untuk mengetahui siapa yang membuka pintu baru saja.
"Yuki, kamu baru datang? Bagaimana dengan lukisanmu yang kamu janjikan padaku minggu lalu?"
Belum apa-apa Yuki sudah dicecar oleh Pelukis Choi. Untung saja lukisan yang ada di tangannya kini sudah siap sejak semalam. Yuki langsung mendekati Pelukis Choi dan menyiapkan alat penyangga lukisannya.
Pelukis Choi menganalisis lukisannya dengan cermat dan meninggalkan lukisannya yang baru setengah jadi. Yuki mengambil tema pemandangan Pulau Jeju yang beberapa minggu lalu dia jelajahi.
"Cat apa yang kau gunakan di bagian ini?" Tanya pelukis Choi.
Yuki melihat dengan saksama. Itu persis di bagian kaca jendela. "Cat akrilik." jawabannya membuat Pelukis Choi menghela napasnya.
"Seharusnya jika kamu membuat bagian kaca ini transparan kamu bisa menggunakan cat minyak. Lihat, tidak terlihat begitu transparan di bagian ini. Lalu, untuk efek garis pada kacanya kamu bisa menggunakan kuas rigger nomor enam. Kamu menggunakan ukuran berapa sebelumnya?"
"Aku hanya punya ukuran dua belas." jawabnya takut-takut karena reaksi Pelukis Choi yang begitu kritis pada lukisannya.
"Tidak apa, lain kali kalau kamu merasa kekurangan alat. Kamu bisa mengerjakan tahap finishing di sini. Kami sudah menyiapkan segala macam kuas dan cat untuk keperluan mendesak. Lalu, sepertinya kamu harus belajar pada Jeon Jungkook."
Yuki mengangguk, Jungkook dan dirinya sudah saling mengenal sejak di perguruan tinggi. Jungkook juga yang menyarankan agar dia mengikuti sanggar ini. Akhirnya disinilah dia terdampar sekarang.
Hal yang membuat Yuki mau untuk bergabung dengan sanggar ini adalah karena setiap siswa yang akan mengajukan tugas akhir harus membuat pameran lukisan. Tiap tujuh mahasiswa membentuk satu kelompok dengan berbagai jenis teknik lukisan, mulai dari teknik plakat, aquarel, mozaik, spray, tempera, pointilis, goresan ekspresif dan lainnya. Yuki mendapatkan dua bagian, aquarel dan goresan ekspresif.
Jujur saja itu membuatnya senang karena teknik itu dirasa telah dia kuasai. Teknis yang terkesan bebas dan bisa menggunakan media apapun. Namun, setelah masuk sanggar, ternyata tidak semudah itu. Ada detail-detail yang harus Yuki perhatikan kembali.
"Apa senior Jungkook sudah datang, guru?" Tanya Yuki untuk memecah keheningan yang hadir sesaat.
Pelukis Choi masih terpaku dengan lukisan Yuki lalu mengangkat wajahnya untuk memperhatikan jam yang menempel di dinding. "Masih pukul sebelas. Biasanya dia datang setelah jam makan siang." dia menjawabnya seakan sudah hafal dengan jam kunjungan Jungkook kemari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kumpulan Cerpen
Historia CortaHanya berisi cerpen-cerpen dan fanfiction singkat yang sekelibat lewat dalam per-imajinasian ⚠️ DON'T COPY OR REPOST MY STORY WITHOUT PERMISSION & CREDIT !!! ⚠️