Bab Baru, Tadaaa~

8 0 0
                                    

Terasa lelah, tapi tak apa. Lebih baik aku mengesampingkan rasa lelahku dan mengedepankan masa depanku. 

Ya, benar sekali, hari pertama aku menginjakan kaki di Bandung atau lebih tepatnya di mess karyawan, aku lebih memilih ikut ke tempat kerja dibandingkan istirahat sendiri di rumah yang err~ asing sekali di mataku. Daripada istirahat, lebih baik aku ke kantor tempatku nanti bekerja dan mulai mempelajari pekerjaan baruku itu. Meski mereka memaksa agar aku istirahat saja, tapi aku tetep saja bersikukuh dengan pendirianku. Catat, aku itu adalah orang yang keras kepala. Ingat itu!

"Bener, nih gak mau istirahat dulu, Ci?" tanya seniorku - Kak Ai, untuk ke sekian kalinya.

"Ya Tuhan, bener, Kak. Udah ke berapa puluh ini kakak tanya kayak gitu?" jawabku disertai senyuman. Menjaga image di hari pertama itu harus ya, gais.

"Takutnya kamu capek, toh Pak Rizal juga nyuruh kamu masuk besok bukan sekarang," balasnya lagi.

"Iya bener tuh, pasti capek, mana hari ini tuh kita pada lembur," timpal karyawan lainnya - Kak Rismayanti, dengan ekspresi yang meyakinkan.

Saat aku akan menjawab, tiba-tiba ada segerombolan orang masuk, menghentikan niatku untuk berbicara.

"Eh, ini anak baru yang Pak Rizal bilang, bukan?" tanya salah seorang dari gerombolan itu, rambut gondrongnya diikat di belakang, terlihat rapi dari yang lain. Tapi, sepertinya dia yang patut kucurigai.

"Heem, anak baru," jawab salah satu karyawan marketing - Kak Iki, "Kenalan dulu dong, Ci, mereka anak print," lanjut suruhnya kepadaku.

Aku yang merasa malu sekaligus syok hanya bisa say hallo dan nyengir, emang gak cocok jaga image ya. Mana anak print ada yang mirip aktor film lagi, duh jadi suka deh.

"Namanya Asri, kan? Kenalin, gue Miftah, terserah mau disebut apa juga," oh yang diiket rambutnya itu namanya Miftah, yang tadi nanya aku anak baru apa bukan itu loh. Eh? Tuhkan bener, baru aja aku curigai, udah kebongkar aja. Akhirnya ada yang satu spesies denganku. 

"Iya, Kak, Asri. Mau dipanggil apa aja sabilah, asal enak didenger aja," jawabku diakhiri kekehan garing.

"Dipanggil ayang boleh gak?" O-M TO DO G, SI GANTENG MIRIP AKTOR FILM BECANDANYA GAK LUCU INI MAH. "Jantung gue gak aman, Tuhan." Tangisku dalam hati. 

"Arin mau dikemanain, Gun?" baru aja mau jawab boleh, udah dipatahkan oleh kenyataan. Udah berpawang ternyata, ah sakitnya hati.

"Jangan mau, Ci, si Gugun mah punya Arin, udah ayang-ayangan lagi," kompor Kak Risma yang diakhiri tawa semua orang terkecuali aku yang haha-hehe doang, antara pengen ketawa ikut nimbrung dan merenung ini beneran apa kagak ya.

"Becanda, jangan dianggap serius ya, Ci," sambil tertawa, "Panggil aja aku Gugun, Ci. Eh, benerkan di panggil Ci? Aku sih ngikut si Risma aja," lanjut Kak Gugun, yang mirip aktor film, kayak siapa ya, aku lupa namanya, tapi suka ada di film layar lebar kok. Tampilannya acak-acakan, cuma wajahnya mirip aktor plis.

"Saya Faisal, Koordinator Print, kalo ada apa-apa tentang produk, bisa tanya ke saya, Ci," ujar Kak Faisal, teduh tapi telihat jahil.

Ah, meskipun mereka semua memperkenalkan diri, jamin deh, besok atau bahkan nanti juga akan lupa. Kekurangan aku salah satunya adalah menjadi remaja jompo, sering lupa, buta arah, buta maps, dan lain sebagainya.

Setelah itu, mereka lanjut melakukan keperluannya di sini. Kerja tim yang erat, bahkan tidak ada urat. Berbeda sekali dengan di tempat kerjaku dulu, Ya Tuhan, aku malah membandingkan, harusnya kan tidak boleh seperti itu. Setiap pekerjaan itu berbeda cara kerja dan pikirnya, meski dalam bidangnya sama. 

"Dadah anak baru," dan mereka pun pergi untuk lanjut bekerja lagi, mungkin. 

~~~~~


Benar-benar diluar dugaanku, ternyata pekerjaan ini sangat menguras otak. Kukira tidak sebanyak itu teorinya, Ya Tuhan, benar-benar diluar dugaanku. Ingin mengeluh, tapi aku butuh pemasukan. Hei! Aku juga tidak ingin ya kembali menjadi pengangguran.

Pukul 08.00 pm akhirnya aku pulang juga, aku tidak bisa membayangkan jika pulang larut sekitar pukul 10 atau 12 malam.  Mendengar cerita Kak Ai dan Kak Risma bahwa sekitar satu bulan lalu sistem kerja bagian kami itu selalu pulang larut malam, bahkan sampai menginap di kantor. Agak ngeri sih, dan terbayang juga bagaimana mereka bertahan hingga saat ini, mereka memang luar biasa.

"Ah, sungguh menguras otak juga ya ternyata," keluhku saat diperjalan pulang.

"Baru sehari kamu Ci kerja, udah ngeluh aja, belum ngerasain lama, Ci," sahut Kak Nida, teman satu divisi juga.

"Iya, ini baru sehari, dan banyak sekali yang harus kupelajari ke depannya pasti," ujarku sambil membayangkan.

Tak terasa ternyata kami pun sampai di mess kami. Suara ribut terdengar dari luar. Hm, apakah disini memang banyak orang? Kukira hanya berempat saja, mengingat hanya ada 4 kamar rumah ini. Ya, messnya berbentuk rumah.

"Jangan ribut-ribut kali kalian, berisik nyampe keluar, kalo Pak RT sampai dengar, habis kalian!" Ujar Teh Ai.

Saat aku masuk, terlihat 5 orang tengah bercanda tawa di ruang tamu, atau sepertinya harus kusebut ruang berkumpul. Dilihat dari tampilan yang tidak rapih dan mereka duduk dengan santainya. Sampah berserakan, piring bekas makan masih diatas meja dan jangan lupakan dengan barang-barang mereka yang uh, sangat berantakan.

"Kok gak bilang, sih kalo udah pulang? Kan mau nitip," ujar salah satu dari mereka. Rambutnya lumayan panjang, melebihi bahu soalnya. Tubuhnya paling kecil diantara 5 orang itu.

"Biasanya juga suka jam segini, kan," jawab Kak Nida sambil duduk di kursi yang kosong, "sini, Ci, duduk dulu!" Lanjutnya menyuruhku duduk disampingnya. Aku yang notabenenya anak baru, nurut aja ya kan meski sebenarnya aku ingin sekali merebahkan diri di kasur dan tidur.

"Ini udah jam berapa, sih?" Tanya yang lain, "kok udah jam delapan lebih aja sih? Perasaan tadi baru jam setengah tujuh, deh," lanjutnya setelah melihat jam di handphone-nya.

"Ah, kita keasyikan ngobrol, makanya gak sadar udah hampir 2 jam kita ngobrol," ujar yang lain, terdengar agak seperti khas jawa suaranya, sepertinya keturunan sana.

"Ci, udah sini kita tidur, jangan ikutan ngalong sama mereka!" Ah, Kak Ai memang penyelamat. Akhirnya aku bisa merebahkan diri juga.

Akupun berdiri, tak lupa memberi senyum ke semua yang ada disana sebelum melangkah.

'Kasur, i'm coming!'

~~~~

See you next part gaiseee

Hai, Impian Belaka!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang