01: Dangerous Man

1K 110 21
                                    

DAHYUN POV

Hingar bingar house music yang dimainkan oleh DJ sayup-sayup mulai terdengar sejak pintu depan Neo Culture Club.

Aku beserta teman-temanku melangkahkan kaki kami disepanjang koridor yang menghubungkan pintu depan dengan pintu utama club. Terlihat di depan pintu utama ada dua pria berbadan besar, yang satu kepalanya hampir botak dan hanya menyisakan sedikit rambutnya di bagian kepala paling atas.

Sedangkan pria yang kedua berbadan tinggi tegap, berambut hitam. Jika diperhatikan sepintas, pria kedua ini mirip dengan atasan dimana aku magang sebagai seorang jurnalis.

Kedua pria tersebut mengenakan setelan hitam dan berdiri tegap dikedua sisi pintu di depan sana untuk memeriksa identitas sekumpulan muda-mudi didepan kami, dan setelah kedua pria itu selesai dengan semua ID card mereka, mereka semua dipersilahkan masuk menuju ruang utama club ini.

Dan kini giliran rombonganku yang berdiri di depan kedua pria tersebut.

"Tunjukan kartu identitas kalian."

Aku dan Jennie menyerahkan kartu identitas kami kepada pria yang bertubuh besar, sedangkan temanku yang lain, Jihyo, Yerin dan Umji memberikan kartu identitas mereka kepada pria yang berbadan tegap.

Ketika kartu identitasku dilihat oleh pria bertubuh besar itu, ia menatapku dengan penuh selidik.

"Kau...Pasti anak SMA yang memalsukan identitasmu dan mengaku sebagai seorang mahasiswi kan?"

Sial! Apa-apaan pria ini? Apakah kartu identitasku tidak cukup meyakinkan bahwa aku ini seorang mahasiswi? Apa kartuku terlihat palsu dimata nya?

Aku memutar bola mataku bosan. Ini kali kesekian aku disangka anak SMA oleh orang-orang, well badanku memang tidak terlalu tinggi, wajah hanya dipoles makeup yang amat sangat minimalis dan aku mungkin tidak se-seksi teman-temanku, tapi bukan berarti aku ini anak SMA kan?

"Yak, Dakseom, dia bersamaku, ini kali pertama dia kesini dan dia itu teman kuliahku."

Ya, ini kali pertama aku datang kesini, itu pun setelah Jennie dan kedua teman ku memaksa dan membujukku untuk yang kesekian kalinya, mereka beralasan aku butuh refreshing dari segala macam aktifitas kejurnalistik-anku, alasan yang cukup bodoh dan tidak masuk akal.

Kegiatanku dibidang jurnalistik sama sekali tidak membuatku tertekan atau bosan, aku menikmati kegiatanku ini dan ketika aku lulus SMA, aku membulatkan tekad untuk menggapai mimpiku dan pergi ke Seoul untuk mengambil jurusan Jurnalistik di Seoul University.

Kedua orang tuaku tidak masalah dengan keputusanku, mereka mengijinkanku pergi kesini, dan sesekali mereka akan datang dari Busan untuk mengunjungiku.

Ini tahun keduaku di perkuliahan, dan awal tahun kedua ku ini aku mendapat tawaran bekerja sebagai jurnalis magang di Twice Journals. Kala itu Owner dari Twice Journals yaitu yang menjadi atasanku sekarang, Park Jinyoung datang berkunjung ke Seoul University untuk bertemu teman lamanya yang kini berprofesi sebagai salah satu dosen difakultas-ku, dia melihat-lihat tugas jurnalistik para mahasiswa di meja Eunhyuk-ssaem, di situlah pertama kali dia melihat karyaku bertemakan feminisme, karena tulisanku itulah dia tertarik merekrut ku menjadi salah satu karyawannya.

Aku semakin menikmati duniaku, dan tidak jarang aku mendapat protes dari teman sekamarku, Jennie.

Menurut pandangannya aku ini terlalu excited dalam dunia jurnalistik sehingga menyia-nyiakan masa muda ku. Masa muda yang dimaksudkan Jennie di sini adalah, hangout, clubbing, dan segala macam jenis kesenangan lainnya. Padahal dengan hasil magangku sekarang, aku bisa membayar kebutuhan sehari-hariku termasuk membayar setengah harga sewa flat yang aku tempati bersama Jennie tanpa harus meminta uang bulanan kepada kedua orang tuaku, dan itu membuatku merasa lebih senang sekaligus bangga pada diriku sendiri.

Passion JournalsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang