Adela setengah berlari menuju kamarnya. Mengabaikan beberapa pembantu rumah tangga yang sempat berpapasan dengannya. Matanya menangkap presensi Asila yang hendak menuruni tangga dengan pakaian rapinya. Adela menghampiri kakaknya yang juga tengah menatapnya datar.
"Selamat, Kak. Sekarang kakak udah ngga perlu lagi minta Vino dari aku,” ucap Adela. Wajah datar Asila berubah menjadi sinis.
"Loh? Putus ya? Utututu, kasian." Asila tersenyum penuh kemenangan. Usahanya mengancam Vino ternyata tidak mengecewakan.
"Vino sayang banget ya sama kamu? Takut banget tuh pacarnya kenapa-napa,” ucap Asila membuat Adela mengernyitkan dahinya tak paham.
"Maksud kakak apa?" Asila melangkah lebih dekat pada Adela. Matanya memandang remeh pada adik kembarnya itu.
"Aku yang minta dia mutusin kamu lah. Kalau kamu ngga mau mutusin dia, ya dia yang harus mutusin kamu. Asila Putri selalu bisa ngedapetin apa yang dirinya mau.”
Adela terdiam sejenak. Tak menyangka ternyata kakaknyalah yang memaksa Vino, bukan Vino yang benar-benar bosan dengannya. Tanpa berkata apa-apa, Adela berniat turun dan menghampiri Vino yang ia yakini masih ada di luar gerbang rumahnya. Namun, pergerakannya terhenti sebab Asila mencengkeram lengan kanannya kencang, membuatnya meringis dan tidak dapat kemana-mana.
"Lepasin, Kak. Aku harus nyamperin Vino," pinta Adela yang justru membuat Asila makin mengeratkan cengkeramannya.
"Akhh, sakit, Kak." Adela mencoba melepas cengkeraman Asila dengan sekuat tenaga, tetapi sia-sia. Adela yang kehabisan cara akhirnya menarik rambut Asila. Asila sontak melepas cengkeramannya.
Merasa mendapat kesempatan, Adela bersiap melarikan diri dari Asila. Namun, lagi-lagi ia kalah cepat. Asila kembali mencengkeramnya di tempat yang sama, membuatnya merintih dengan rasa sakit yang bertambah. Ia mencoba melepasnya lagi, tapi tanpa sengaja ia mendorong kakaknya sampai terjatuh dari puncak tangga ke lantai satu.
Di bawah sana, Asila tergeletak sudah tak sadarkan diri. Darah merembes keluar dari kepalanya akibat terantuk-antuk puluhan anak tangga. Adela memandang tak percaya pada kakaknya yang jauh dari kata baik-baik saja. Tanpa sadar ia melamun hingga teriakan salah satu pembantu rumah tangganya menyadarkannya.
Rumah mewah itu seketika ramai oleh para pekerja rumah. Setiap orang dari mereka melirik Adela yang masih berdiri di atas sebelum beralih menatap naas pada anak sulung majikan mereka. Tak lama, suara mobil kedua orang tua Putri bersaudara datang bersamaan dengan ambulans yang sempat dipanggil oleh satpam rumah itu.
Adela bisa melihat dengan jelas kehadiran sang ibu dan sang ayah di bawah sana. Keduanya pun sempat melirik pada Adela yang masih terdiam. Hingga akhirnya petugas medis membawa Asila untuk segera dilarikan ke rumah sakit. Sang ibu mengikutinya dengan tangisan pilunya. Sementara itu, sang ayah berlari menghampirinya dengan wajah merah padam. Adela seakan pasrah sebab menyangkal pun tak ada gunanya.
Plak!
Plak!Dua tamparan di pipi kanan dan kiri Adela terasa sangat menyakitkan. Ia menangis dalam hatinya.
"Ayah, Dela tidak sengaja, Yah," tutur Adela dengan suara bergetar. Sang ayah menarik lengan kanannya tepat di tempat bekas cengkeraman saudaranya berada. Hal itu membuat gadis itu menangis kesakitan.
Adela dibawa menuju kamarnya. Setibanya di sana, sang ayah melepaskan tarikannya secara kasar membuat Adela memegang titik kesakitannya itu. Dua tamparan kembali ia dapatkan hingga meninggalkan warna merah di kedua sisi wajahnya. Kedua ujung bibir tipisnya bahkan tampak berdarah.
Adela memandangi gerak-gerik ayahnya yang kini terlihat mengambil sebuah koper besar berwarna ungu miliknya kemudian beralih ke lemari hitam yang berada di sudut kanan kamarnya. Mengambil baju-baju Adela secara acak lalu memasukkannya ke dalam koper itu.
Adela berlari menghampiri sang ayah dan berusaha menahan pergerakannya. Ia tahan lengan sang ayah. "Berhenti, Ayah. Ayah mau apakan baju-baju Dela?" tanya Adela cemas dan panik.
Sang ayah menarik kembali tangannya agar Adela melepaskan pegangannya hingga membuat Adela terdorong dan terduduk di lantai kamar.
"Saya muak sama kamu. Berkali-kali kamu lukai anak saya bahkan berniat membunuhnya. Saya mau kamu pergi dari sini," tutur sang ayah kembali melanjutkan kegiatannya. Adela terbelalak mendengar kalimat akhir sang ayah.
"Tapi Dela juga anak Ayah. Dela minta maaf, Ayah, hiks. Dela akan lakukan apapun asal Ayah tidak mengusir Dela. Dela mohon, Yah, hiks," racau Adela lalu menghampiri sang ayah. Ia memeluk sang ayah dari belakang masih dengan tangisan hebatnya. Namun, perkataannya seakan angin lalu bagi sang ayah.
Lelaki yang masih berkepala empat itu menutup resleting koper besar ungu yang sudah penuh terisi oleh pakaian-pakaian dan barang lain milik Adela. Setelahnya, ia ditarik keluar kamar dengan penuh paksaan sampai keduanya tiba di pintu utama rumah mewah itu. Koper besar itu dilempar oleh sang ayah juga tubuhnya yang didorong kasar, membuatnya terduduk di samping koper.
"Pergi dari sini dan tidak usah kembali lagi!" seru sang ayah kemudian ia melangkahkan kakinya menuju mobil berwarna silver miliknya. Mobil itu pergi meninggalkan Adela bersama koper besar serta segala kesakitannya. Seluruh pekerja rumah mewah itu memandang iba pada gadis bungsu majikan mereka. Tidak tahu harus menolong atau bahkan membiarkan karena tidak ada satu pun dari mereka yang mengetahui kejadian sebenarnya.
Tak disangka, seorang lelaki berjalan mendekati Adela yang masih terduduk di samping koper besarnya itu. Ia merengkuh gadis kesayangannya seraya mengusap surai hitam gadis malang itu dengan penuh kasih.
"Maafin aku karena ngga bisa nolong kamu, Del. Maaf, maaf...” ujar lelaki itu dengan tangisan kecilnya.
"Vino, hiks..." Isak tangis penuh pilu seorang Adela Putri mengundang tangisan awan sore hari itu. Alam semesta bahkan ikut merasakan kesedihan Asila.
Seorang gadis yang hidupnya jarang sekali mencicipi rasa kebahagiaan.
Selesai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Celah Bahagia
Cerita PendekSinopsis: Adela Putri dan Asila Putri. Sepasang gadis kembar berusia sembilan belas tahun. Selama sembilan belas tahun menjadi penghuni bumi, Adela tidak pernah merasakan kebahagiaan yang sebenarnya dari keluarganya. Bahkan ia menjadi korban atas pe...