|| lilin, dingin

4 0 0
                                    

🌨️🌈🌨️

"selamat datang kepada seluruh adik-adik yang telah menyempatkan waktunya untuk datang di acara ulang tahun Shekala yang ke-9 tahun," awal Miera, membuka acaranya.

Seruan tepuk tangan mengisi kekosongan ruang depan rumah. Shekala, telah lama duduk diam di hadapan teman-teman. Memakai gaun putih bersih, rambut di kepang dua di tambah aksesoris menarik. Firla, tersenyum lega di samping Kala. Mengusap bahu Kala secara tiba-tiba, ketika kembali mengingat sang ayah belum kunjung tiba. Urutan acara terus berjalan.

Firla melangkah ke arah pintu depan, terik matahari di siang hari tak menggentarkan telapak kakinya untuk memastikan jika sang ayah dari putrinya sedang berlari menghampiri. Shekala, tertawa riang. Kegiatan rutin yang wajib di adakan setiap 04 Juni bertahun-tahun ke depan, nanti.

Beberapa orang yang menunggu anaknya pun bertanya,

"Ayahnya kemana? Kok belum hadir?"

"Iya Fir, masa nggak hadir sih di ulang tahun anaknya sendiri."

Mendengar hal tersebut, Firla semakin cemas. Pikirannya pun ikut kalut bagai awan menghitam secara tiba-tiba. Di dalam, nampak Kala terus memandangi pintu depan rumah. Melihat sang ibu yang tengah kebingungan dengan kabar dari ayahnya.

Kala pun terbangun, saat acara inti hendak di mulai. Tepuk tangan teman undangan seketika terhenti.

"Kala, mau kemana sayang?" Tanya Miera. Kala tak menggubris, tetap berlari ke arah pintu tanpa beralih pandangan ke arah suara di samping kanan kirinya.

"Kala, acaranya mau di mulai."

"Kala, aku mau kue nya. Ayo, di tiup lilinnya."

"Kala-"

"Kala-"

Langkahnya terhenti tepat di belakang Raga sang ibu, Firla. Tepat pula, setelah para pihak tertentu menginjakkan kaki di depan rumahnya.

"Ibu, itu siapa?" Tanya Kala. Firla, tengah menelpon di samping telinganya. Langsung menoleh, alangkah terkejutnya.

Pihak wajib bergerombol datang, menghampiri sang ibu. Kala terdiam tak mengerti. Firla menganga seketika. Lalu, memerintahkan Kala untuk masuk menyelesaikan acara ulang tahunnya.

"Masuk, nak" pintanya. Kala semula menolak, pertanyaan-pertanyaannya membuat rasa penasaran semakin tinggi.

"Ibu, siapa mereka?" Tanya Kala. Berpakaian rapih dan terlihat gagah tengah membicarakan hal penting dengan nada pelan.

"Kala, tolong dengarkan ibu. Masuk nak, masuk !" Bentar Firla, tak kuasa menahan amarahnya.

Seluruh tamu undangan bergegas keluar mendengar bentakan yang di tujukan pada kala. Miera, berada di garda terdepan menenangkan tangisannya.

"Sayang, udah ya. Kita masuk ya, oke?" Ajak Miera perlahan. Kala mengangguk setuju. Firla, dengan amat berat hari harus menghentikan acaranya.

Sebelum kala kembali memasuki rumah, barang yang di genggamnya terjatuh di tanah. Sebuah kertas hasil ujiannya, kemarin.

-

"Aku ingin tunjukkan ini ke ayah, besok. Lalu, akan aku teriakan. 'Ayah, sekarang kala sudah pintar'.

"Anak pintar," puji Miera.

"Terus kayak gini ya nak. Ayah pasti senang. Oke" pesan Firla, ikut merasa haru.

Malam itu, balon warna warni berterbangan ke segala sudut. Miera tertawa, semua kerabat bahagia.

-

Hasil ujian memuaskan, yang harusnya hari ini Kala tunjukkan kepada ayah. Dengan penuh amarah, Kala menuruti ucapan sang ibu. Seluruh tamu undangan meninggalkan kediaman Firla sesaat acara terakhir akan di lanjutkan.

Pihak berwajib masih menghadap dengan ibunya. Kala menatap dari balik jendela bening kamar. Miera berusaha mengalihkan pikiran Kala dengan menanyakan beberapa hal.

"Kala, sayang. Gimana hari ini? Kamu senang?" Antusias Miera. Kala menoleh, menggelengkan kepala.

Sudah nampak jelas, raut kekecewaan pada wajahnya.

"Why?" Tanya Miera, memastikan.  Lagi-lagi Kala menggeleng. Miera mengerti perasaan keponakannya saat ini, begitu kacau dan kecewa.

"Oh iya. Onti punya hadiah khusus buat kamu, lho"

Berbeda dari sebelumnya, kini Kala diam semakin lekat tatapannya. Miera masih mencoba mengalihkan perhatiannya.

"Hai, anak cantik. Mau tau nggak hadiah nya apa?" Tanya Miera, berkali-kali.

"Kala-" panggil Miera.

Kala berlari ke kamarnya, Miera tetap diam karena sebagai onti Kala. Ia tahu perasaan kala saat ini. Api di atas lilin pun ikut padam saat Kala memasuki kamar dan membanting pintu.

Lilin itu kini dingin. Tak lagi hangat. Suasana kian sepi, hiasan pesta ulang tahun seolah terlihat tak lagi menarik. Firla masuk kembali, dengan tatapan cemas.

"Ada apa?" Tanya Miera. Firla menggeleng, semula menolak cerita.

"Kak-" bujuk Miera, menggapai bahu kanan sang kakak.

Firla pun ikut memasuki kamar dan meninggalkan Miera dengan rasa penasarannya. Kini, hiasan itu terlihat hambar meski berwarna warni di tunjukkan nya.

Pulang (untuk) pergiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang