Hortensia

20 6 2
                                    

Disebuah ruangan yang berukuran 4x5 dengan cat tembok berwarna biru muda, seorang gadis tengah duduk dikasur single bad-nya.

Gadis itu memeluk lututnya erat. Matanya memandang sendu kearah jendela yang menampilkan langit senja yang begitu indah.

Langit hari ini memang cerah, tapi tidak untuk gadis itu. Bayangan masa lalu tragis selalu terputar dikepalanya.

Setetes air mata jatuh dipipinya. Dengan gemetar tangannya mengambil sebuah bingkai foto yang lumayan usang. Didalam foto tersebut terlihat tiga orang gadis yang tengah tersenyum manis dengan berlatarkan sebuah pantai.

Usapan ringan serta tetesan air mata membasahi foto berbingkai kaca tersebut. Ia peluk foto tersebut dengan tangisan bersalah.

¤¤¤

22 Juli 20xx

Srek...srek...srek...

Klak

"Belum tidur juga?" Tanya orang yang baru saja menyalakan lampu dikamar bernuansa mocca itu.

Gadis yang tengah duduk di kursi meja belajarnya menoleh. Dengan pandangan lesu dia tersenyum.

"Masih ada beberapa mapel yang belum gue pahami" balas gadis tersebut.

"Ra? Plis deh ini udah jam satu dini hari loh, dan lo sadar ga sih kalo lo udah belajar dari pulang sekolah tadi. Segitu masih kurang kah?" Tanya orang itu dengan nada kesal.

Raquel-gadis yang sedang terkena omelan sahabatnya itu memasang raut cemberut. Udah kebal dia, sangking kebalnya kupingnya aja udah panas dari sebelum Vanya-sahabatnya ngomel.

"Bentar lagi Va, nanggung banget kurang satu materi."

"Yang bener??"

"Iya, abis ini gue langsung tidur" ucap Raquel meyakinkan.

"Gue tunggu." Vanya menutup pintu kamar tersebut dan berjalan kearah sofa. Mendudukkan dirinya disana dengan sebuah novel ditangannya.

Raquel hanya bisa menggela nafas. Maunya sih dia bilang 'ngga usah' tapi kayaknya percuma deh.

Sifat egois temennya itu lumayan tinggi. Kalo dia udah bilang A ya A, ga bisa diganggu gugat pokoknya.

Beberapa menit menunggu Raquel belajar. Vanya mengernyitkan dahinya bingung saat sahabatnya itu mematikan lampu belajar dan beranjak dari sana.

"Udah selesai?" Tanyanya yang dibalas gelengan kecil.

"Lah? Terus ngapa berenti?" Vanya kembali bertanya.

"Gue gaenak sama lo" balas Raquel.

Mendengarnya, Vanya mendengus kasar. Ia berdiri dari duduknya lalu berjalan kearah Raquel. Saat sudah didepan sahabatnya itu ia melipat kedua tangannya di dada.

"Gini ya Ra, gue ga masalah kalo nunggu lo belajar sampe jam berapapun. Tujuan gue nunggu disini bukan karna gue mau ngebatesin waktu belajar lo, gue disini buat antisipasi lo biar lo ga ketiduran di tempat belajar" tutur Vanya selembut mungkin.

Raquel meremas piyama tidurnya gugup, "tapi kalo gini caranya sama aja gue ngurangin waktu tidur lo Va."

"Gapapa kalo waktu tidur gue berkurang, yang penting gue bisa liat lo tidur nyenyak di kasur bukan di meja belajar."

¤¤¤

24 Juli 20xx

Drap! Drap! Drap!

"Cepetan ihhhh" seru Raquel sambil berlari menarik tangan kedua sahabatnya.

"Santai dikit ngapa Ra? Lo ga liat didepan udah rame banget?" Tanya salah satu orang yang ia tarik.

ONE SHOOTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang