MEMORIES

5.5K 38 6
                                    

Dinginnya suhu AC di cafe membuat lelaki dengan darah Eropa-Indo itu mengusap-usap kulit yang berwarna putih pucat, kopi yang dipesannya sesekali ia seruput untuk menghangatkan tubuhnya.

Kenangan manis bercampur pahit seketika terlintas di dalam pikirannya. Ia teringat bagaimana awal mula cintanya dimulai cinta putih abu-abu yang menyenangkan sekaligus trauma yang mendalam baginya.

3 tahun yang lalu……

Gadis berkulit putih, berambut hitam pekat yang digerai, menghampiri lelaki berdarah Eropa-Indo yang sedang duduk sambil menikmati bakso di kantin SMA Savana.

"Hai Gasa!" sapa gadis itu dengan senyum yang merekah dibibir nya.

"Hai Gisel, pas banget udah gue pesenin makanan nih!" ucap Gasa sambil menyodorkan makanannya di depan Gisel.

"Ah peka banget udah dipesenin dulu." kata Gisel yang mengatur posisi duduk nya agar nyaman.

Mereka menikmati bakso Mang Ujang dengan lahap, canda gurau mereka lalukan, tawa Gisel dan Gasa tak berhenti-henti hingga bel masuk pun berbunyi.

Kring Kring Kring

Bel terdengar dengan lantang seluruh siswa yang berada diluar kelas kini kembali memasuki kelas, pelajaran pun dimulai.

"Males banget harus pelajarannya Pak Tono Bahasa Inggris, apa kita bolos aja?" keluh Gasa kepada Gisel sambil berjalan menuju kelas XI IPS 3 Savana.

"Gue juga males sih, tapi ide bolos nggak bagus." jawab Gisel menolak ide nya.

"Ahh nggak seru." keluh Gasa dengan jalan yang dilambat-lambatkan.

"Jalannya agak cepet Gasa nanti keburu Pak Tono masuk kelas." ucap Gisel dan menarik tangan Gasa supaya berjalan cepat.

Beruntung Pak Tono belum memasuki kelasnya sehingga Gasa dan Gisel tidak terkena hukuman. Seperti biasa Pak Tono mengajar dengan ciri khas nya yang membuat Gasa terus menerus mengeluh kepada Gisel, mereka satu kelas dan duduk bersama. 3 jam berlalu,

Kring Kring Kring

Bel yang dinanti-nantikan para murid yaitu bel pulang sekolah, Gasa menunjukkan senyum sumringah nya  betapa senangnya ketika mendengar bel pulang sekolah.

"Sel nanti pulang bareng yuk, kita makan dulu gue laper banget selesai pelajaran Pak Tono kaya energi gue tu terkuras semua." ucap Gasa memasang raut wajah yang melas agar Gisel mau diajaknya.

"Mmm gimana ya, yaudah deh boleh." jawab Gisel sambil memasukkan buku-buku kedalam tas.

Gasa pergi duluan keparkiran sekolah dan Gisel menunggunya di halte sekolah, tak lama kemudian motor ninja berwarna merah berhenti didepan Gisel.

Gasa membuka kaca helm nya, "Ayoo!" seru Gasa.

Gisel yang sadar bahwa itu adalah Gasa ia segera naik di motor merah tersebut.

Ramainya kota Jakarta sudah menjadi ciri khasnya, Gasa melajukan motor nya dengan kecepatan rata-rata, setengah jam mereka baru sampai ketempat yang mereka tuju yaitu sate kelinci.

Sate kelinci Bu Minah sangat enak dan sangat populer dikalangan remaja, Gasa dan Gisel sering sekali makan disini seusai pulang sekolah.
Warung pojok yang berada di gang, berhalaman luas dan tempat lesehan yang bergelar karpet berwarna hijau menjadi kenyamanan tersendiri ketika berada disana.

Pesanan mereka pun diantar, tidak lupa keseringan Gasa adalah memotret hidangannya lalu melahapnya.

"Bumbu rahasia apa yang Bu Minah kasih ya?" tanya Gasa yang heran sambil melihat-lihat sate tersebut.

"Lo nggak perlu tau." jawab Gisel dengan fokus makan sate.

Gasa melanjutkan aktivitas makannya. Dan makanan mereka pun habis kini saat nya mengantarkan Gisel pulang.

Jarak warung Bu Minah ke apartemen Gisel memakan waktu hampir 1 jam. Awan tebal berwarna gelap menandakan bahwa hujan akan turun, rintikan-rintikan hujan mulai berjatuhan.

"Nggak usah neduh, gue suka hujan." ucap Gisel sambil berteriak karena suara angin lebih keras.

"Nggak apa-apa beneran nih?" tanya Gasa khawatir.

"Iya." jawab Gisel.

Gisel menikmati hujan disore hari, Gisel sangat merindukan hujan seperti ini dan ia baru merasakan lagi ini. Sesekali Gasa melirik Gisel dari kaca motor nya, senyum manis yang Gasa lihat dan seketika Gasa juga ikut tersenyum.

Mereka memasuki parkiran apartemen Gisel, setelah mengatur posisi motor nya Gasa menurunkan standart motornya dan melepas helm, Gisel menyodorkan helm yang ia pakai sambil tersenyum.

Tiba-tiba lampu di parkiran mati, gasa dan Gisel tidak bisa melihat apa-apa, Gisel mengambil handphone yang berada didalam tas nya.

Jlepp!!!

Suara itu terdengar di telinga Gasa, buru-buru Gasa mengambil handphone nya dan menghidupkan flash handphone.

Gasa mengarahkan cahaya tersebut disekelilingnya,
Gasa membekap mulutnya terkejut dengan apa yang ia lihat, Gisel yang sudah berbaring lemas dengan penuh darah di badannya.

"Sell bertahan sebentar." ucap Gasa, tak terasa air matanya pun jatuh. Rasa khawatir, sedih, emosi bercampur jadi satu.

Gisel sudah berada di ruang ICU, Gasa segera menelfon orang tua Gisel agar cepat datang kesini.
Gasa duduk di samping pintu ICU, kepalanya terus menunduk ia hanya berdoa agar Gisel terselamatkan.

Gasa terus menerus berdoa, Gasa tidak mau kehilangan seseorang yang berarti baginya. Orang tua Gisel sudah datang dan ikut duduk di samping Gasa menanyakan apa yang sebenarnya terjadi, Gasa menceritakan semua kejadian itu terjadi.

Dokter keluar dari ruang ICU mereka bertiga menghampiri dokter tersebut dan bertanya bagaimana keadaan Gisel. Dokter tersebut membuka masker nya.

"Pasien harus dibawa keluar negeri agar mendapatkan perawatan yang benar-benar bagus dan segera sadar dari komanya." ucap dokter lalu pergi meninggalkan mereka.

Ibu Gisel hanya menangis didekapan suaminya, namun sebisa mungkin suaminya menenangkannya.
Segera mereka urus berkas-berkas untuk keberangkatan Gisel.

Gasa membuyarkan lamunannya, tanpa sadar air matanya kembali jatuh ketika mengenang masalalunya itu.

Kopi yang ia pesan segera ia habiskan karna sebentar lagi ia akan ada janji dengan temannya.

~END~


CerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang