Flashback ketika menginjak masa sekolah, berpikir ketika aku besar nanti aku ingin menjadi ini dan menjadi itu. Bekerja disini dan berkerja disana. Beberapa remaja suka menerka-nerka akan jadi apa mereka di masa depan.
Menjadi dewasa tidak semudah apa yang ada di dalam pikiran kita ketika masih kecil. Itu melelahkan, apalagi ditambah inner child yang masih suka meraung dan meledak saat diajak menjadi orang dewasa.
Aku pernah mendengar seseorang berkata bahwa banyak anak muda yang merasa sedih dan kecewa karena hidup tidak seperti yang mereka bayangkan. Terlalu rinci dalam memetakan sebuah kesuksesan, terlalu spesifik dalam menstandarisasi sebuah kebahagiaan. Ketika ekspektasi itu tidak sama, maka akan merasa kecewa dan merasa tidak bahagia.
Aku cukup menyetujui statement ini, karena memang relate untukku. Aku tipe remaja suka memetakan secara rinci tentang cita-citaku, aku seorang pemimpi. Seorang pemimpi tidak sepenuhnya salah, namun terkadang tuhan membelokkan sedikit rencana kita. Ketika sudah seperti itu kita akan sedikit kecewa dan merasa tidak bahagia. Karena bahagia yang ada dalam gambaran kita bukan seperti ini, padahal jika kita menerima itu semua, maka akan tampak sebuah kebahagiaan.
Bukan, aku bukan orang yang sudah sepenuhnya menerima apa yang saat ini terjadi padaku. Kita masih sama-sama belajar. Ketika menulis ini aku terlihat benar dan terdengar seperti orang yang sukses dengan sebuah penerimaan hidup. Tidak, aku menulis ini ketika pikiranku sedang rasional, aku di bantu oleh suasana hatiku yang baik. Aku juga berjuang untuk menerima segala sesuatu yang terjadi atas proses kehidupanku.
Dan tentang semesta yang selalu punya teka teki dibalik takdir setiap manusia. Sebuah pertemuan, perpisahan, rasa cinta, kekecewaan, dan masih banyak lagi.
Disaat merasa kesal dengan apa yang terjadi di part kehidupan, ingin sekali rasanya marah dan berteriak "Apa-apaan! Kenapa begitu sih!". Selama ini sepertinya aku sudah cukup menjadi anak baik dan penurut. Namun kenapa seakan kehidupan terasa berat dan menyesakkan hingga membuat ujung bibir terus cemberut.
Begitulah semesta bekerja dengan kreatifnya. Memberikan kenyataan yang terkadang membuat kecewa dan marah. "Mengapa semesta sekeji ini terhadapku?" atau memberikan berbagai kenyataan yang membuatku tersenyum sepanjang hari.
"Tuhan pasti punya rencana" begitu yang keluar dari mulutku. Namun dihati terkecil selalu merasa "Apa lagi yang kurang? Aku kurang apa? Mengapa sulit sekali mencapai harapanku".
Setiap hari memaksa diri untuk tetap semangat menjalani aktivitas yang terasa memuakkan dan melelahkan.
Namun tanpa disadari semuanya adalah clue card menuju skenario terbaik-Nya. Jika semesta terasa kejam, memuakkan, dan melelahkan. Biarkan saja, biarkan semesta bekerja dengan keunikan nya.
Mari masa seperempat abad kita ini kita habiskan untuk memperjuangkan mimpi-mimpi kita. Dan jangan lupa selalu bersyukur agar selalu dapat melihat kebahagiaan sekecil apapun.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Piece of Cake for you
No FicciónAku sama seperti manusia yang menuju dewasa pada umumnya. Di masa yang biasa disebut quarter life, aku sering menangis tanpa sebab dan sering merasa di situasi yang membuatku tidak nyaman. Ketika menulis ini kupastikan pikiranku sedang rasional. Tid...