Sebuah kelebihan barangkali, ketika mataku dengan hebat selalu menemukan mu di antara banyaknya orang. Selalu menemukan mata teduh itu di antara banyaknya tatap yang meminta. Tapi, kapan kamu bisa membalas tatapan puja puan ini, wahai Tuan? Lelah sungguh. Di sini aku yang selalu berharap. Di sini aku yang selalu berjuang. Tapi kenapa tak pernah dapatkan balasan?
Iya tahu, aku yang memulai. Aku yang memutuskan untuk maju kegarda terdepan. Berusaha meruntuhkan tembok mu yang tinggi menjulang.
Tapi, tak bisa kah kau permudah dengan membuka pintu itu? Biarkan aku masuk tanpa luka besar kecil yang menganga. Perih tuan jika kau berkenan tahu.
Tapi memang dasarnya cinta itu buta. Puan bodoh ini tak pernah angkat bendera.
"Menyerah saja" kata mereka.
Tapi aku tak ingin, paling tidak bukan sekarang. Tapi nanti, jika aku sudah benar-benar lelah.
Dan bila ku tanya pada diri sendiri kapan aku lelah.
Hati kecil ini berkata sedari dia berkata jika kita tak searah.
~Ridada
Malam Jumat menggalau hm
KAMU SEDANG MEMBACA
Teruntuk, Tuan
PoetryLembar belembar kertas tergeletak Menjelma kata-kata siap retak Teruntuk tuan, Perihal tuan. Semua ini berisi tentang tuan si tambatan