11🔹Pembalasan dari Gama

121 25 15
                                    

Hari Selasa, seperti biasannya, anak-anak kelas 12 sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Membentuk kelompok-kelompok kecil untuk sekedar ngobrol, belajar atau hal-hal kecil lainnya. Dan salah satu di antara kelompok itu, ada Damar yang dengan suara tawanya yang khas menceritakan kembali saat-saat dia menghajar seorang anak baru dari kelas 10. Mungkin bagi dirinya dan orang-orang di sekelilingnya itu terlihat menyenangkan. Padahal saat ini remaja yang dia maksud sedang dalam kondisi yang tidak bisa dikatakan baik-baik saja.

"Lucu banget, dia mungkin gak akan berani masuk sekolah lagi. Padahal kemarin baru hari pertama, gue kepikiran buat jadiin di babu kita." Damar berpikir, bukankah lebih baik remaja bernama Rean yang dia buli kemarin menjadi pesuruhnya.

"Boleh banget, tuh!"

"Yah, bener, sih. Bocah cupu kayak dia cocoknya jadi babu!"

"Kebetulan banget dia kayaknya anak orang kaya, bisa banget buat kita peras nanti!"

Suara teman-temannya yang lain menyahuti. Mereka memang anak yang berasal dari keluarga dengan kondisi ekonomi menengah ke bawah. Dan tahun ini menjadi lebih sulit karena krisis yang terjadi di mana-mana. Sebagian dari mereka juga merupakan korban dari masalah keluarga. Itu lah mengapa, mereka di sini memiliki banyak sekali pelanggaran bahkan kasus buli yang terkadang dijadikan seperti budaya di sekolah manapun. Pihak sekolah terkadang menutup mata, padahal mereka korban buli bukan hanya menerima luka fisik tapi juga mental.

"Tapi sebelum kalian jadiin adik gue babu, kalian yang bakal gue habisin!"

Atensi semua orang tertuju pada seorang remaja yang begitu saja masuk ke dalam kelas. Dengan tatapan tajamnya pada setiap mereka yang ada di dekat Damar.

"Lo siapa?" Damar bangkit dari duduknya. Menatap Gama dengan nyalang.

"Gue? Gue kakak dari orang yang lo buli kemarin!" Bukannya merasa takut, Damar malah tertawa mendengar penuturan Gama.

"Jadi, maksud kedatangan lo kemari buat balas dendam? Tapi kayaknya bukannya balas dendam, lo malah jadi korban kita selanjutnya." Gama menanggapi Damar dengan tersenyum. "Tapi, lo pasti bakal suka kalau kemarin nyaksiin adik lo yang memohon sama kita. Harusnya Lo ada di sana. Pasti bakal lebih seru, ya nggak?" Teman-teman Damar di belakang hanya tertawa dan mengangguk setuju. Berlaku seolah kedatangan Gama di sana hanya lelucon belaka. Tapi kali ini, Gama serius.

"Apa yang lucu?!" Semua orang terdiam. Termasuk Damar yang ada beberapa langkah di hadapan Gama. "GUE TANYA, APA YANG LUCU, HAH?!"

BRAKK ...

Gama menendang meja yang ada di bagian depan, menimbulkan suara dentuman yang keras. Susunan meja yang awalnya rapi kini menjadi tak beraturan, karena tendangan Gama. "Lo masih bisa ketawa di sini, dan jadiin adik gue sebagai lelucon?! Hah, komedi apa yang kalian tunjukkan?!"

"Lo jadi anak baru nggak usah belagu!" Damar mendekat pada Gama. "Lo juga bisa berakhir seperti adik lo kemarin." Damar mengucap kalimat terakhir dengan lirih, tepat di depan telinga Gama.

Di luar perkiraan, Gama malah tertawa setelah mendengar kalimat yang Damar lontarkan. Ah, iya. Mereka belum tahu Gama, sebenarnya remaja itu lebih menyeramkan dari kelihatannya. Ayolah, Gama juga bukan remaja baik-baik yang selalu taat ada aturan. Dia pernah merasakan marah hingga rasanya ingin membunuh orang. Tapi ternyata tidak sampai mati, orang yang menjadi sasaran emosi Gama berakhir di rumah sakit selama dua minggu. Dan dia mendapatkan skorsing selama dua minggu.

"Lo nggak tahu siapa gue." Gama menyeringai. "Berdoa aja, semoga lo gak berakhir sama seperti korban gue yang sebelumnya."

🔹💠🔹

Aku Ingin pulang✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang