15🔹Tidak Ada Rasa

116 19 3
                                    

Pagi ini, langitnya begitu cerah. Bahkan perempuan yang kini duduk di depan meja makan itu sempat melihat bintang saat fajar tiba. Sangat menyenangkan dan terasa melegakan. Arina menyukai bintang. Sama seperti dia menyukai Sena. Sayangnya, laki-laki itu tidak pernah menyukainya bahkan ketika dia hamil seperti saat ini.

Beberapa hari ini, dia tidak lagi suka berada di dekat Sena. Entah apa alasannya, tapi bau parfum milik Sena tidak membuatnya nyaman. Yang Arina tahu, Sena hanya memiliki satu jenis parfum. Dan baunya sangat manly. Tapi beberapa hari ini, dia mencium jas laki-laki itu memiliki bau yang sangat lembut, seperti parfum milik perempuan.

Arina menatap perut yang kini membuncit. Mengelusnya dengan perlahan dan menghembuskan napas pelan. Selama ini, dia sudah percaya bahwa Sena adalah laki-laki baik. Ia percaya pada ayahnya ketika bilang bahwa dia akan bahagia bila menikah dengannya. Tapi nyatanya sangat jauh dari itu. Arina ingin bahagia, bersama dengan keluarga kecilnya. Tapi nyatanya, itu hanya sebuah mimpi belaka.

Tadi malam, laki-laki itu membawa seorang temannya. Perempuan, namanya Shinta. Setelah pulang malam, nyatanya tanpa malu Sena membawa Shinta ke rumah. Katanya terlalu malam untuk perempuan pulang sendirian. Bahkan dia tidak peduli dengan pandangan para tetangga bila nanti ketahuan membawa wanita lain dan di ajak menginap di rumahnya.

Walau, Sena dan Arina sekamar dan meninggalkan wanita itu di kamar lainnya. Arina merasa memiliki sekat yang sangat tinggi dengan suaminya. Ia tidak bisa menembus sekat itu. Mungkin sebentar lagi Arina akan menyerah.

"Kamu pernah gak sih, Mas mikirin perasaan aku?"

Suara Arina malam tadi, sesaat sebelum dua insan itu tidur. Sang suami terdiam, cukup lama hingga ia melirik ke arah istrinya yang kini terbaring sambil memunggunginya.

"Dia cuma temen, nggak lebih. Besok pagi akan ku antar pulang."

"Kamu yang antar?" Sena hanya berdeham. Keduanya belum tidur. Hari ini, Sena memiliki janji makan malam dengan Shinta. Tapi ketika pulang, sudah hampir tengah malam. Akhirnya, dia meminta wanita itu menginap di rumahnya.

Arina menatap nanar ke perutnya. Rasanya tidak nyaman saat ia mendengar suara Sena yang melunak ketika berhubungan dengan perempuan bernama Shinta itu. Tendangan kuat dari dalam perut membuatnya mengasuh pelan, lantas bangkit dari tempat tidur dan duduk di pinggiran ranjang.

"Ssh, anak Bunda gak boleh nakal di dalam ya?" lirihnya pada diri sendiri. Tapi Sena mendengarnya. Ada getaran aneh saat perempuan itu tidak menatap wajahnya bahkan saat mereka berhadapan seperti beberapa waktu lalu. Hatinya berdenyut sakit saat melihat wanita itu mengelus perutnya sendiri. Seolah dia memang tidak menginginkan sentuhan Sena lagi.

"Mau dielus?"

"Tidak!" jawab Arina dengan cepat. Perempuan itu masih mengelus perutnya, wajahnya terlihat tidak nyaman. Akhirnya Sena juga bangun dari tempatnya. Mendekat ke arah istrinya, tangannya terulur untuk mengelus perut istrinya. Tapi perempuan itu buru-buru menghindar. Seolah Sena adalah ancaman untuk anak di dalam kandungannya. Tubuh Sena kaku, tangannya masih di udara. Menatap Arina yang kini mengatur napasnya.

"Kenapa?"

"Ah, tidak ..." suara Arina bergetar menjawab pertanyaan Sena. Perutnya melilit seolah apa yang ia rasakan, anak di dalam kandunganny akuga ikut merasakan. Lantas dengan perlahan Arina kembali ke tempatnya. Berbaring dengan berbalut selimut hingga lehernya.

Aku Ingin pulang✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang