Hyunsuk x Yoshi
cw // mention of drinking
---Cahaya matahari pagi masuk melalui jendela besar yang terbuka, tepat mengarah ke tempat tidur, membuat sosok yang berada di balik selimut terbangun.
Pemuda itu mengerang dan kembali memejamkan mata saat rasa pusing menyerangnya. Setelah beberapa saat, ia kembali membuka matanya perlahan lalu mencoba untuk duduk.
“Uh, kepala gue ....” keluhnya sembari memijat pelipisnya. Memandang sekeliling ruangan, ia menyadari jika ia berada di dalam kamar, namun bukan kamarnya.
Panik, lelaki bernama Yoshi itu sudah hampir melompat dan berlari keluar, tidak peduli akan pusing yang dirasakannya. Tapi kemudian matanya menangkap sesuatu yang tidak asing. Boneka yang berada di sudut tempat tidur. “Chilli?”
Yoshi meraih boneka berwarna ungu itu sebelum sekali lagi mengamati sekelilingnya. “Ah, kamar Bang Hyunsuk,” ucapnya lega mengetahui ia bukan berada di tempat yang berbahaya.
Saat menoleh ke samping, ia mendapati sebotol air mineral serta ibuprofen di atas nakas. Beringsut mendekat, Yoshi meminum air serta obat yang sepertinya memang sengaja disiapkan Hyunsuk untuknya. Ia lantas bangkit, menyeret langkahnya keluar dari kamar sembari tetap memeluk Chilli dengan satu tangan.
“Bang Hyunsuk,” panggilnya, mencari keberadaan lelaki yang lebih tua.
Akhirnya Yoshi menemukan Hyunsuk di dapur. “Bang.”
Hyunsuk berbalik mendengar suara Yoshi. “Hei, Yosh, duduk. Masih pusing? Mual gak?”
“Pusing, mual sedikit.” Yoshi duduk di meja makan. “Sedikiiit, segini.” Ia membuat telunjuk dan ibu jarinya nyaris menempel.
Hyunsuk terkekeh geli. “Diisi dulu perutnya. Mau roti bakar atau biskuit?” Laki-laki bermarga Choi itu menuangkan jus yang selesai dibuatnya ke dalam gelas.
“Gak mau roti,” jawab Yoshi, mengambil gelas yang disodorkan Hyunsuk. “Makasih, Bang. Buat obatnya juga.”
“Hmm.” Hyunsuk membuka sebungkus biskuit kemudian memberikannya pada Yoshi. Ia lalu duduk di samping pemuda berparas tampan itu, memandangnya tanpa bersuara.
Merasa diperhatikan, Yoshi menoleh. “Kenapa, Bang?” tanyanya sebelum menggigit biskuitnya lagi.
Hening sesaat, sebelum akhirnya Hyunsuk berkata pelan, “Coping mechanism lo gak sehat, Yosh.”
Ucapan Hyunsuk membuat Yoshi membeku di tempat. Semua kejadian yang ia coba lupakan kembali berputar di benaknya. Tiba-tiba saja ia merasa ingin memuntahkan kembali biskuit yang baru dimakannya. “Gue—” Yoshi meremas-remas boneka yang sedari tadi masih ia pegang.
“Hei, hei, gak apa-apa, gue gak nyalahin lo.” Hyunsuk mengambil Chilli dari Yoshi lalu menyimpannya di atas meja. Ia menggenggam tangan lelaki itu. “Gue cuma minta, jangan gini lagi. Untung lo pergi ke tempat Kak Jen dan dia ngabarin gue, jadi gue bisa jemput lo. Seandainya lo pergi ke bar lain, gue gak tau lo bakal berakhir di mana.”
Yoshi sekuat tenaga menahan air matanya, namun gagal. “Maaf, Bang ... gue bikin Bang Hyunsuk khawatir ....” ia berujar di sela isakannya. “Gue cuma—gue pengen lupain dia.”
“Lo gak mungkin bisa lupa sama dia, kecuali lo amnesia. Tapi lo bisa lupain rasa sakit dan sedih yang dia kasih ke lo, itu pun juga butuh waktu, dan bukan pake cara mabok-mabokan. Alkohol efeknya cuma sementara, Yosh, bukannya ngilangin masalah, yang ada lo malah nambah masalah.” Satu tangan Hyunsuk mengelus pipi Yoshi. “Lo punya gue, punya anak-anak, kita bakal bantu lo buat sembuh dari patah hati lo itu.”
“Iya, Bang.” Meski merasa sedih, Yoshi mencoba tersenyum. “Bang, gue jelek ya? Makanya Tetsu mutusin gue.”
Mata Hyunsuk membola. “Lo? Jelek? Yosh, lo itu yang paling cakep setongkrongan!”
“Gak, kalian semua cakep!” protes Yoshi. “Asahi paling cakep,” komentarnya lagi.
“Nah, mending lo sama Asahi aja, Yosh,” canda Hyunsuk melihat mood Yoshi sedikit membaik.
“Apaan, dia suka tiba-tiba ngereog, nanti gue jantungan.” Yoshi menggelengkan kepalanya.
“Sama Jihoon kalo gitu.”
“Gak mau, orangnya emosian, mana julid lagi.”
“Junghwan?”
“Junghwan udah kayak adek gue, Bang. Junghwan masih kecil, masih suka ngompol.”
“Heh! Gue bilangin lho nanti.” Hyunsuk menyentil kening Yoshi.
Yoshi menghela napas. “Yang paling perfect itu cuma Tetsu, Bang. Sayang dianya butuh yang lebih baik dari gue.”
“Yosh, cuma karena dia gak emosian, dewasa, kalem, bukan berarti dia perfect. Gak ada manusia yang sempurna,” Hyunsuk mengingatkan.
“Berarti Tetsu bukan manusia.”
“Yoshi, serius.”
Yoshi mencebik. “Coba Bang Hyunsuk sebutin, apa kekurangan dia,” tantangnya.
Hyunsuk berpikir sejenak. “Ketawanya mirip kuda.”
Mendapat jawaban yang tak disangka-sangka membuat Yoshi terbahak. “Bang! Gimana bisa kepikiran ... astaga ... jangan gitu!” Ia memukul-mukul lengan Hyunsuk.
“Udah heh, udah! Violence!” Hyunsuk meringis kesakitan. “Kalo sama gue mau gak?”
“Sama Bang Hyunsuk?” ulang Yoshi, senyumnya mengembang. “Gak mau, pendek.” Ia melompat turun dari kursi dan kabur meninggalkan Hyunsuk, tidak sadar jika tubuhnya belum benar-benar pulih dari hangover. Kepalanya kembali terasa pening hingga ia terpaksa berhenti. “Ah!”
“Yosh?” terdengar suara panik Hyunsuk dibarengi dengan langkah kakinya yang terburu-buru. “Lo gak apa-apa? Body shaming sih, jadi kualat kan.”
“Gue gak apa-apa kok.” Bersandar ke dinding, Yoshi menatap Hyunsuk yang berdiri di hadapannya. “Iya, kualat kayaknya, ngatain orang tua.”
“Umur kita gak jauh ya!”
Yoshi tersenyum. “Bang, makasih banyak.”
“Gak perlu ngucapin makasih. Lo gak bakal ngulangin hal itu lagi, gak ngerusak diri lo sendiri, itu aja cukup, Yosh.” Hyunsuk membalas senyumnya.
Seketika perasaan hangat menyelimuti Yoshi. Ia yakin Hyunsuk dan sahabat-sahabatnya yang lain dapat membantunya menyatukan kembali hatinya yang hancur dihempaskan cinta pertamanya.
Maybe not so soon, but eventually.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
On My Mind : Yoshi
FanfictionA collection of drabbles and oneshots with Kanemoto Yoshinori as the main character. [Yosharem, bxb, Bahasa Indonesia]