Tattoo

3.7K 494 35
                                    

(Eross PoV)


Satu malam tinggal di rumah Cello, and— yes. Gue sepakat sama Reno, Cello bukan orang yang terlalu jahat.

Jahat, iya. Terlalu jahat, enggak. Atau belum? Nggak tau, deh.

Gue malah ngerasa dia agak... apa, ya... manis?

Sejak sampai di rumah Cello, gue langsung mandi. Beberes bentar dan langsung buka notebook gue. Mindahin foto dan milih beberapa untuk di-edit. Gue pilih satu dua buat gue posting di website gue, berikut pengalaman gue hari ini.

Waktu itu Cello baru aja selesai mandi, dan tanpa ngomong apa-apa langsung nimbrung ikut liat-liat foto yang tadi gue ambil, sambil gosok-gosok rambutnya yang basah pake handuk.

"Not bad," begitu komentarnya singkat. Nggak mau gue feel good atas komentarnya mungkin. Hih!

Kami nggak ngobrol banyak setelah itu. Cello sibuk liat-liat foto dan pilih-pilih mana yang dia nggak suka. Ingat, yang dia nggak suka. Dia nggak pernah bilang 'gue suka yang ini', tapi bilang 'ini jelek' di beberapa foto. Sisanya dia diam. Gue ambil kesimpulan, kalo dia diem berarti dia suka.

Meh -_-

Karna berasa awkward diem-dieman, gue iseng-iseng tanya kenapa dia milih jadi koki pastry?

Dia jawab, "Women love sweets."

Ya, dia meninggalkan kuliahnya di German hanya untuk flirting ke cewek-cewek lewat cake and sweets. Padahal apa gunanya juga, dia kan nggak doyan cewek.

"I observed, okay ...," sahutnya membela diri. Mulai kesal karna gue menyinggung masalah aseksu-ah... nggak enak ngomongnya. Masalah ameboid-nya. Nah, itu lebih asik didenger. Hahaha.

"Emangnya lo kuliah apa tadinya di Jerman?"

"Civil Engineering."

Gue ngakak mendadak. Cello bingung dan tanya kenapa.

"Ya gile aje elu jadi Engineer. Bisa hancur rata sama tanah tuh tanah Jerman. Rumah Reno aja lu bikin kacau balau. Hahahahah."

"I did that on purpose," akunya, bikin gue bingung.

Ternyata dia memang sengaja menabrakkan mobil Reno ke pagar. Sebenarnya pagarnya tidak sampai ambruk, karena relnya masih sangat kuat di dinding pagarnya katanya. Dia ambil linggis, congkel habis semua sambungan rel, lalu tabrakin ulang mobilnya. Untuk masalah pipa pembuangan di dapur, cuma dia bocorin dikit katanya.

"Reno kurang all out sih ngomelnya, pager sama mobil aja masih kurang."

"Haah?"

"He just broke up, I want him to explode his anger."

Jadi begitulah. Cello memang sengaja ngajak berantem. Bikin kacau ini itu hanya karena tahu, Reno bukan orang yang ekspresif menumpahkan kemarahan dan kekecewaannya.

"Dia terlalu pengertian. Selalu mengalah. Kadang bikin gue kesel."

Cello ingin Reno pulang dan benar-benar marah padanya. Cello ingin Reno menumpahkan emosinya kepadanya.

"Emangnya Reno kalo ngamuk kayak gimana? Gue kira yang tadi udah paling murka."

"He'll punch me. Right on my face," jelas Cello bikin gue bengong. Nggak bisa bayangin sosok semacam Moreno yang lembut hati dan gentle abis bakal bisa kayak gitu. Walau sesaat kemudian gue ngerasa mungkin-mungkin aja karena... yaaaa Marcello gitu loh! Siapa juga yang nggak pengen matahin idungnya!

Through The LensesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang