004 - Anak Ketiga

96 10 10
                                    

❛❛ Entah apa yang akan terjadi selanjutnya, hanya tinggal menunggu waktu. ❜❜

⑉⑉⑉⑉⑉⑉⑉⑉⑉⑉⑉⑉⑉⑉⑉⑉

⑉⑉⑉⑉⑉⑉⑉⑉⑉⑉⑉⑉⑉⑉⑉⑉

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.

.

.

Chapter 4 : Anak Ketiga

Derap langkah terdengar di sebuah lorong rumah sakit. Sebuket bunga mawar putih terpegang erat di tangan. Kakinya bergerak dengan mantap menuju ruangan nomor 8. Remaja itu berhenti di depan pintu, tangannya hendak meraih kenop pintu, tetapi urung.

Dia menggigit bibir bagian dalam, menatap ragu pada pintu di depannya. Memantapkan hati, ia memasuki ruangan tersebut. Ruang rawat yang luas dengan kategori VVIP. Remaja itu membawa kakinya menghampiri ranjang pasien. Setelah sebelumnya meletakkan bunga dalam vas di nakas, ia menarik kursi di sebelah ranjang dan duduk.

Dipandanginya wajah cantik wanita yang mungkin kini sudah berkepala lima itu. Ia menggenggam tangan wanita tersebut dan mengecupnya punggung tangannya perlahan. Tatapannya yang sendu itu tanpa sadar menitikkan air mata.

"Bunda... Abhi dateng jenguk Bunda. Bunda nggak mau bangun terus liat Abhi?" Abhi menatap sang Bunda yang masih setia memejamkan mata. Ia menghela napas dan menyeka air matanya. Tenggelam dalam harapan-harapan semu hanya membuat hatinya semakin sakit.

"Abhi ke toilet dulu ya, Bunda. Abhi balik lagi nanti."

Dengan begitu, ia pun melangkahkan kaki keluar dari ruang rawat sang Bunda dan beranjak menuju toilet. Abhi membasuh wajahnya beberapa kali, napasnya memburu. Ia cengkram pinggiran wastafel dengan kuat, berharap dapat sepadan dengan teriakan frustasi yang ingin sekali ia keluarkan, tapi tak bisa.

Setelah merasa agak tenang, Abhi berjalan kembali menuju ruangan nomor 8. Saat hendak masuk, ia terkejut melihat pintu ruangan tersebut tidak tertutup dengan rapat. Jantungnya berpacu kencang, Abhi membuka perlahan pintu tersebut agar tidak menimbulkan suara. Matanya mengedar, mencari siapa yang sudah membuka pintu itu.

Abhi terpaku menatap sosok yang kini duduk di sebelah sang Bunda. Ia kenal sekali dengan pemilik punggung tegap itu, dia adalah kakaknya, Chandra. Abhi bernapas lega, baru ia akan masuk ke dalam, tetapi urung ketika mendengar helaan napas sang kakak. Alhasil, Abhi masih berada di posisi yang sama, berdiri di depan pintu dengan celah yang cukup untuk bisa melihat dan mendengar.

"Bunda... Chandra rindu sama Bunda. Maaf Chandra jarang tengokin Bunda, Chandra akhir-akhir ini agak sibuk, hehe. Bunda... Chandra boleh cerita nggak sama Bunda? Chandra udah nggak tau harus cerita sama siapa lagi."

Abhi dapat melihat sang kakak yang menunduk, bahunya bergetar pelan. Sepertinya Chandra sedang menahan tangis dan itu membuat Abhi tertegun. Kakaknya itu jarang sekali menangis, kalaupun terjadi berarti ada hal yang benar-benar tidak biasa, entah dalam artian positif atau negatif.

𝐌𝐨𝐧𝐨𝐤𝐫𝐨𝐦 | 𝐒𝐭𝐫𝐚𝐲 𝐊𝐢𝐝𝐬Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang