Jangan biarkan ku pulang
Ke rumah yang bukan engkauMendengar lirik itu, seorang pria berkemeja putih menghembuskan nafas pelan, sungguh lagu kau rumahku, sangat begitu indah ditelinganya.
Lagu ciptaan Raissa anggiani memberikan seni yang begitu menusuk indah ditelinganya.Iyah, dia pria pencinta seni, panggil saja dia Satria. Tidak ada hal yang menarik didunianya. kecuali semua tentang seni.
Satria tak seperti anak seni lainnya, yang mudah berbaur dan sangat humble kepada orang orang, ia lebih cederung menarik diri keramaian.
tapi Satria bukanlah pendiam, bukan pula orang yang cuek, ia hanya ingin dunianya sendiri. Tampa orang lain tentunya.Bagi Satria, kedatangan orang lain sama seperti mengantarnya kepada kesedihan. Ia cukup sekali mengalaminya,dan ia tak mau lagi.
Ditengah asiknya Satria mendengarkan sebuah musik, tiba tiba sebuah bola basket melesat tepat disampingnya, ia menoleh sedikit kearah lapangan, dan melihat segerombolan anak basket yang sedang meneriakinya untuk mengambil bolanya.
Namun ia hanya cuek, ia lebih memilih mengabaikan bolanya, dan lebih memilih mendengarkan lagu.
Tapi tiba tiba suara anak basket itu terdengar sangat nyaring ditelinga Satria. Suara itu bahkan melebihi volume dimusiknya
"Kanfazarina! Woi! Zarina!
Satria mengalihkan pandangannya kepada seseorang yang bernama Kanfazarina atau Zarina itu.
Satria cukup terkejut, bukan karna penampilannya, tapi karna ekspresi gadis itu.Sangat datar, dan terlihat kosong, persis seperti sebuah patung yang berjalan, gadis itu mengambil bola disamping Satria dan langsung melemparkannya kearah anak basket itu.
Setelahnya, ia pergi tampa menjawab apapun ucapan terima kasih anak basket itu.
Namanya Kanfazarina ya?. Tampa bertanya pun Satria tau, bahwa perempuan yang baru saja pergi dari hadapannya adalah anak olahraga.
Sekolahnya adalah sekolah full ekstrakurikuler. Tidak seperti sekolah lain, yang mencakup banyak hal tentang mata pelajaran, sekolahnya hanya untuk siswa yang ingin menekuni satu hal, contohnya seperti Satria yang menyukai seni lukis. dan darinya itu, ia masuk sekolah seni.
Sedangkan wanita yang bernama Kanfazarina adalah anak olahraga, gedung olahraganya tepat berada disamping gedung seni.
Entah kenapa melihat Kanfazarina, Satria jadi merasakan hal yang berbeda, ia seperti memiliki tantangan untuk dirinya sendiri, bagaimana wajah Kanfazarina jika tersenyum? Pasti sangat cantik,saat ini, Ia terlihat seperti manusia yang tak memiliki ekspresi, dan entah kenapa Satria ingin sekali mengubah ekspresi itu.
Kanfazarina namanya, tapi Satria merasa itu sangat panjang, jadi bolekah Satria memanggilnya dengan sebutan kanfaz?.
Karna,defenisi kanfaz sepertinya sangat cocok untuk menggambarkan Kanfazarina, ekspresinya persis seperti sebuah kanvas yang belum diberikan warna untuk jadi hidup.
Dan Satria ingin memberikan warna kepada Kanfas.Tapi, entah dimana Satria akan memulai, ia masih kekurangan pengalaman untuk menjadi dekat dengan orang lain, mendekati kanfaz seperti menjadi teka teki yang sangat sulit untuk menemukan kuncinya. Entah kenapa.Sesulit itu untuk memberikan warna kepada kanfaz.