5.0 - K͞e͞t͞i͞k͞a͞ ͞S͞e͞o͞r͞a͞n͞g͞ ͞G͞a͞d͞i͞s͞ ͞T͞e͞r͞s͞e͞n͞y͞u͞m͞

95 4 8
                                    

Ketakutanku dimulai. Ketika seorang gadis tertawa, bersiaplah bahwa bagian psikopatik dalam otaknya baru saja diaktifkan. Jumpsuit longgar tak terkancing dengan benar, sedikit terbuka, dibalut tank top ketat yang terisi padat. Bisa kulihat dengan jelas tato kupu-kupu claudina bersayap metalik di bagian punggungnya itu. Tatapannya membuatku gugup dan bersemangat di saat bersamaan.

Kurasa hatiku terlalu muluk dan melebih-lebihkan. Namun, kata-kata gadis remaja itu menyisakanku banyak pertanyaan. "Huh? Lho, bukankah—"

"Kau bawa mobil?" potong gadis itu. "Ayo! Kutunjukkan padamu rute teraman. Terowongan masuknya hanya beberapa blok dari tempat ini." Dia pun beranjak, mendahuluiku.

Membuntutinya ke parkiran, diriku merasa canggung. Bukan karena bertemu seseorang untuk pertama kalinya atau tiba-tiba menjadi kikuk di hadapan perempuan seolah-olah tidak tahu harus berkata apa. Akan tetapi, sebaliknya. Aku merasa seakan sudah lama mengenal dirinya walau entah di mana.

Dia pun berhenti di sampingku. "Boleh juga mobilmu. Aku jadi penasaran, kenapa anak orang kaya sepertimu ingin berpergian ke distrik kumuh seperti Neobatavia."

Sambil menempelkan telapak tangan pada jendela mobilku, "Cuma urusan kecil," kubukakan pintu depan untuknya, "bertemu kawan lama—oh, bisakah kau yang menyetir? Aku belum memiliki SIM untuk melakukannya."

Kupakai seribu alasan untuk menyembunyikan kondisi tubuhku yang tak lagi sempurna.

"Konyol." Gadis itu setengah menyeringai. "Menyusup ke Neobatavia tidak memerlukan izin mengemudi, Bocah Kaya." Dia segera duduk di kursi kemudi. "Lagipula, keduanya sama-sama tindakan ilegal."

"Tapi," sanggah diriku, masih berdiri di luar, "bagaimana kita bisa melewati ...."

"KeyGen. Kau keberatan?"

Dia langsung menunjukkan sebuah POD seluler dengan kedua jari seraya kembali tersenyum. Kupikir, gawai kecil miliknya itu sudah dipasangi malware anti-pelacak GPS untuk mengelabui pihak berwenang yang mengawasi perbatasan.

"Baiklah, Nona Pirang. Lakukan sesukamu saja." Kukendikkan bahu, pertanda setuju lalu beranjak mengitari mobil dan masuk lewat pintu depan.

"Jangan khawatir," sambungnya, setelah kuberada di dalam. "KeyGen-ku ini tidak akan merusak sistem operasi di mobilmu. Dan ngomong-ngomong, kau bisa memanggilku Nova."

Berkendara di antara ribuan pencakar langit di kawasan bisnis distrik pusat, De Erste, seharusnya memakan waktu yang sangat panjang. Lalu-lintas di sini selalu menjadi problem klasik yang tak terpecahkan. Namun, Nova sepertinya seorang pengemudi yang lihai. Dia bahkan bisa tahu setiap gang-gang kecil yang bisa dijadikan jalur pintas menuju utara.

Pesisir dermaga utara selalu terlihat sama di sore hari. Tidak ada yang dapat kulihat selain sebuah struktur arkologi raksasa yang menutupi cakrawala, laksana piramida megah di tengah-tengah laut yang memisahkan Neobatavia dengan bagian Kota Megakarta yang lain. Benar. Kau tidak salah dengar. Neobatavia adalah distrik terapung di atas air. Orang-orang terdahulu selalu bercerita bahwa seluruh daratan ini pernah terhubung jadi satu sebelum akhirnya ditelan oleh samudra.

Kami pun tiba di semacam kompleks pergudangan. Tumpukan peti kemas berderet tinggi sepanjang mata memandang. Kulihat, dua pemuda yang berdandan nyentrik menyambut kedatangan kami. Satu di antaranya menarik roda gerbang bersulam kawat, sedangkan seorang lainnya langsung menghampiri Nova.

"Ah, si Nona Pirang," sambut pemuda itu. "Tak heran kalau kau selalu menolak memberikan nomormu padaku. Sudah memiliki pacar kaya baru, ya, rupanya."

Nova, setelah membuka jendela segera menyahut, "Berhentilah bicara omong kosong, Age. Dia ini 'kargo' kita."

"Santailah sedikit, Manis. Rambutmu akan cepat memutih jika terus mengomel begitu." Pemuda itu membuang isyarat dengan sekali gelengan; gerbang kawat itu kembali ditutup dari dalam.

Nova menggiring mobilku berbelok menyusuri rangkaian kontainer baja yang disusun berlapis-lapis. Lebih mirip jika kukatakan kalau kami sebenarnya sedang berada di tengah-tengah sebuah labirin yang luas. Meskipun bagiku, setiap jalur-jalur yang kulewati seperti itu-itu saja. Nova tiba-tiba mengehentikan mobil.

"Saat kita memasuki kontainer besar itu, berjanjilah padaku kalau kau tidak akan membeberkan semua yang terjadi di tempat ini. Kalau tidak, orang-orang Black.net pasti akan mencarimu, sekalipun kau bersembunyi di ujung dunia."

"Kau juga bagian dari Black.net?" kataku, tak berani menatapnya.

Nova tak menjawab.

"Jadi, ini tempatnya." lanjutku, setengah bertanya. "Terowongan bawah laut yang kau sebut itu."

"Tepatnya, sepasang terowongan hyperloop," jelas Nova. "Black.net menggunakan jalur rahasia ini untuk menyeludupkan barang-barang ke Neobatavia, maupun sebaliknya."



Bersambung ....

Jagad 2.0Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang