BAB 6

73 9 1
                                    

Dara bersiap untuk pergi ke kampus seperti biasanya. Begitu Dara hendak meninggalkan kamarnya, tiba-tiba saja ponselnya bergetar tanda ada sebuah panggilan mauk. Dara kemudian mengambil ponselnya dari saku celana jeansnya.

"Halo, Samuel?" ucap Dara pada Samuel yang menghubunginya.

"Dara, kamu udah berangkat?" tanya Samuel di seberang sana.

"Baru aja mau berangkat. Ada apa?" sahut Dara seadanya.

Rasanya sangat menyenangkan ketika bisa mengobrol dengan Samuel seperti ini, meskipun hanya via telepon saja. Dara merasa perasaannya begitu berbunga-bunga.

"Mau kujemput?" tawar Samuel.

Kedua sudut bibir Dara melengkung membentuk sebuah senyuman. Perhatian kecil dari Samuel tentunya membuat Dara merasa senang.

"Gak usah, Samuel!" Dara tentunya sadar betul jika Samuel menjemputnya, itu hanya akan menimbulkan masalah.

"Kenapa?" tanya Samuel heran.

"Aku... Aku akan berangkat. Ini aku udah naik angkot," jawab Dara yang memberi alasan.

"Yasudah kalo gitu... Sampai ketemu di kampus, ya?" sahut Samuel yang tidak ingin mempersulit Dara.

"Iya," jawab Dara yang kemudian sambungan terputus.

Dara memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku celananya. Setelah itu Dara meninggalkan kamarnya.

Dara melewati meja makan. Kakinya langsung terhenti ketika melihat meja makan kosong.

"Darren kemana?" gumam Dara. Namun, buru-buru ia menepiskan pikiran itu dan lebih memilih untuk berangkat ke kampus begitu saja.

***

Di ruangannya, Darren sedang membaca beberapa proposal yang diserahkan oleh sekretarisnya. Tak berselang lama, terdengar suara ketukan pada pintu ruangannya.

"Masuk!" interupsi Darren dari dalam. Pintu ruangannya pun terbuka dan muncullah Hendra.

"Ada apa, Hen?" tanya Darren pada Hendra yang baru saja memasuki ruangannya.

"Ada yang mau bertemu denganmu. Seorang perempuan," jawab Hendra. Sontak Darren langsung mengerutkan keningnya bingung.

Hendra pun keluar dari ruangannya Darren. Tak berselang lama perempuan yang dimaksud oleh Hendra barusan memasuki ruangannya Darren.

"Hai!" sapanya sambil tersenyum ke arah Darren.

"Anaknya... Pak Ardi, bukan?" tanya Darren untuk memastikan bahwa ia tidak salah mengenali orang.

"Iya. Aku Maudy," jawabnya.

"Ada apa kemari?" tanya Darren lagi.

"Aku kebetulan lewat sini, jadi aku memutuskan untuk mampir. Kamu sibuk, ya?" jelas Maudy.

"Lumayan," jawab Darren tanpa berbasa-basi. Maudy pun tersenyum kecut.

"Baiklah kalau begitu. Aku pamit dulu, ya? Aku takut ganggu waktu kamu." Akhirnya Maudy memutuskan untuk berpamitan dengan Darren setelah mendengar jawaban Darren tadi.

"Baiklah."

Maudy kemudian keluar dari ruangannya Darren. Tak berselang lama setelah kepergian Maudy barusan, Hendra memasuki ruangannya Darren kembali.

"Siapa, tuh?" tanya Hendra yang merasa penasaran dengan kedatangannya Maudy barusan.

"Maudy Rahardi. Putrinya Pak Ardi," jawab Darren seadanya. Hendra pun mengerutkan keningnya.

The Possessive CEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang