"Eric! Lo bakal dateng kan?"
"Hm,"
"Pakai kostum apa nanti?"
"Idk,"
Eric merapatkan resleting jaketnya sepeninggal si lawan bicara. Suhu udara semakin rendah, meski penanggalan masih di pertengahan musim gugur. Cowok blasteran Kanada-Korea itu memandang langit sore yang temaram. Senyum sendu terukir di wajah tampannya. Sudah lima tahun sejak kematian kedua orangtuanya, tapi cowok itu masih mengingat dengan jelas bagaimana rasa sakit hatinya ketika mengetahui jasad keduanya ditemukan dalam keadaan mengenaskan di sebuah jurang.
Seringai tajam tiba-tiba mengganti senyum menyedihkannya. Mata sayu Eric seketika berubah menajam. Terasa begitu dingin jika dipandang. Ia memilih melanjutkan langkah menuju kediamannya di sebuah perumahan kelas menengah di pinggiran kota.
Ia harus bersiap-siap untuk nanti malam.
***
"Eric Sohn!"
Felix melambaikan tangan dari kejauhan. Perjalanan menuju tempat di mana acara diselenggarakan baru setengah terlampaui, tapi Eric sudah bertemu dengan orang yang mengajaknya untuk hadir. Siapa lagi kalau bukan Felix. Teman sesama berdarah Asianya. Eric menyaku kedua tangannya. Mereka berdua akhirnya memutuskan untuk berangkat bersama.
"Kostum Lo keren banget, ric!" Puji Felix.
"Oh ya?" Felix mengangguk semangat.
"Figur vampir sangat cocok sama wajah datar lo. Hahaha," jelasnya.
"Gue bercanda, friend." Felix pura-pura mengusap sudut matanya karena terlalu banyak tertawa.
Gedung yang menjadi tujuan mereka sudah terlihat di ujung jalan. Felix berseru riang, sementara Eric menghela nafas meski lebih terlhat seperti dengusan. Felix sudah berlarian. Meninggalkan Eric yang terdiam di tempatnya berdiri.
***
"Lo gila!"
Felix mencengkeram kerah kemeja Eric. Eric yang baru saja tersadar karena terlalu banyak menenggak alkohol pun merasa sesak nafas.
"Apa sih?" balas Eric.
Satu bogeman menghantam wajahnya, membuat sudut bibirnya robek dan berdarah. Kepala cowok itu pening luar biasa. Tapi bau anyir darah dari sekelilingnya membuat Eric menguatkan pijakan.
Merah
Basah
Dengan pencahayaan lampu ruangan yang seadanya, netra Eric bisa melihat sekelilingnya adalah lautan manusia tanpa nyawa. Beberapa bahkan tidak utuh lagi. Cowok itu menutup mulutnya. Perutnya mual.
"Lo pengkhianat! Lo pembohong!" Felix berseru lemah di ambang kesadarannya. Perut sisi kanannya bersimbah darah. Cowok blasteran Australia-Korea itu tumbang tak lama kemudian.
Eric memperhatikan dirinya sendiri. Tubuhnya sehat, tak merasa sakit sedikit pun, mau pun terluka. Tapi kostumnya tak karuan. Terkoyak dan penuh darah. Cowok itu memandangi kedua tangannya yang memerah karena berlumur darah yang mulai mengering.
Sebenarnya, apa yang telah terjadi?
***
Whats happen?
20.11.22
sehzade yildirim
KAMU SEDANG MEMBACA
Another Me : Between Us
FanfictionThis is me This is me This is me Till someday I ask myself,, who are me? *** "Hei Sohn!" Seharusnya sosok itu tak pernah hadir di hidupku. Menyapaku, seolah-olah mengenalku. Kami bukan teman, tidak pula memiliki ikatan darah. Lantas, hal apa yang me...