▪︎ Happy reading
▪︎ Kalo suka like, komen, sama share, ya~~~
Sebenarnya Bagas tidak tega melepas Alesha pergi sendiri. Namun, dia masih harus menyelesaikan pekerjaan di kantor. Sejak pagi, dia sudah berencana untuk memberitahukan semuanya kepada teman masa kecilnya itu, tetapi dia tidak mau membebani wanita itu dengan masalah baru. Pria itu harus membuat Alesha fokus pada proyek yang baru saja mendapat persetujuan dari investor.
Pria itu kembali ke kantor dengan mengendarai mobilnya. Tiba di parkiran kantor Bagas sempat menelepon Alesha, tetapi tidak mendapat jawaban. Dia meninggalkan pesan dan berharap wanita itu segera membalasnya.
Pria yang sudah melepas jas dan hanya menyisakan kemeja putih itu berjalan memasuki lift menuju lantai empat. Keluar dari benda kotak itu, Bagas mampir ke meja sekretarisnya untuk memanggil karyawan dari divisi produksi melalui telepon yang tersedia di sana. Setelah itu, dia masuk ke ruangannya.
Bagas sempat mengecek ponsel dan belum ada balasan dari kekasihnya itu. Dia memeriksa beberapa dokumen yang berada di mejanya. Setelah menandatangani dokumen ketiga yang diambilnya, seseorang mengetuk pintu. Pria itu mempersilakan karyawan dari divisi produksi untuk duduk di sofa.
"Ada yang bisa saya bantu, Pak?" tanya pria yang mengalungkan tanda pengenal itu saat Bagas duduk di hadapannya.
"Saya mau mengobrol mengenai produksi perusahaan kita. Apa semuanya baik-baik saja? Atau ada kendala yang selama ini saya nggak tau?"
Penanggung jawab produksi itu sedikit terkejut dengan pertanyaan dari pimpinannya. Dia sempat salah tingkah karena takut salah menjawab. Dari kabar yang didengar, bos perusahaan tempatnya bekerja itu tidak pernah menerima kesalahan sekecil apa pun.
"Nggak apa-apa, Pak. Jawab santai aja. Saya cuma mau ngobrol untuk mengetahui kemampuan produksi perusahaaan kita sampai di mana. Jadi, nggak usah tegang ngobrol sama saya." Bagas segera menambahi karena karyawannya itu terlihat tegang setelah mendengar pertayaannya tadi.
Pria berkacamata itu tersenyum. "Maaf sebelumnya, Pak. Saya pikir ada masalah serius hingga Bapak bertanya langsung kepada saya. Kalo sejauh ini produksi kita lancar, Pak. Kalopun ada kendala, kami berusaha mencari jalan keluar agar produksi tetap berjalan."
"Ah, baik. Kira-kira, kalo kita memproduksi produk baru apa masih sanggup?"
"Untuk sementara ini, peralatan dan SDM masih mencukupi, Pak. Mungkin nanti bisa kami buat semacam jadwal produksi agar bisa berjalan semua."
Bagas mengangguk-angguk. "Baguslah. Kalo gitu, kita bisa mempersiapkan untuk produksi produk baru lagi."
"Jadi, kita ada proyek produk terbaru, Pak? Kalo boleh tau apa produknya?"
"Masih dalam pembahasan. Tapi, saya sudah mengantongi persetujuan dari calon investor baru. Nanti kalo semuanya sudah siap, pasti saya akan mengundang seluruh divisi untuk rapat."
"Baik, Pak. Kami pasti akan melakukan yang terbaik untuk kemajuan perusahaan ini."
"Iya. Terima kasih karena sudah bertahan di sini. Nanti saya minta untuk lebih detailnya soal jadwal produksi yang ada saat ini, ya, Pak. Nggak usah buru-buru. Dua hari lagi serahkan sama saya."
"Baik, Pak. Kalo tidak ada lagi yang perlu didiskusikan, saya permisi, ya, Pak."
"Iya-iya. Silakan. Sekali lagi terima kasih."
Bagas bersiap untuk pulang setelah karyawan tersebut keluar dari ruangannya. Dia terus mengecek ponsel selama di dalam lift. Pria itu juga mencoba menghubungi kekasihnya melalui telepon, tetapi tetap tidak ada jawaban. Meski terlihat tenang dari luar, sebenarnya dia sangat khawatir dengan Alesha. Semoga saja tiba di apartemen, kekasihnya itu sudah berada di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
His Secretary [TAMAT] - SEGERA TERBIT
RomanceTidak selamanya menjadi putri tunggal dari orang tua kaya raya membuat hidup seseorang bahagia. Alesha Kinan Wijaya justru memilih pergi dari rumah dan hidup mandiri karena menolak untuk dijodohkan dengan putra dari sahabat ayahnya. Wanita manja dan...