▪︎ Happy reading
▪︎ Kalo suka tinggalin jejak, ya~~~
Bagas bolak-balik dari ruangannya ke meja sekretaris untuk mencari dokumen yang diminta klien. Sejak memecat sekretarisnya dua hari lalu, pria itu kelimpungan mengatur jadwalnya sendiri. Belum lagi, beberapa klien yang membuat janji dalam waktu berdekatan dan pria itu juga harus mengecek laporan hasil rapat yang masih ada di komputer sekretaris karena belum diserahkan kepadanya. Semua hal itu hampir membuatnya gila.
Bagas berjalan tergesa-gesa ke ruang HRD untuk menemui Dewi. Dia mengetuk pintu sekali dan langsung masuk tanpa menunggu dipersilakan.
"Apa kamu udah buka lowongan untuk sekretaris baru?" tanyanya begitu sampai di depan meja Dewi.
Dewi yang sedang fokus pada komputer di hadapannya mendongak setelah mendengar pintu dibuka. "Sudah sejak Bapak memecat sekretaris terakhir. Ini saya lagi posting lowongan di media sosial, web perusahaan kita, dan iklan di beberapa tempat lain secara online."
"Kenapa belum dapet juga? Kamu tau saya nggak suka kerja yang lelet."
Dewi memejam sambil menarik napas perlahan lalu mengembuskannya. Dia harus sabar menghadapi bos paling rewel itu. Jangan sampai dia melahirkan sebelum waktunya hanya karena terbawa emosi berbicara dengan Bagas.
"Maaf, Bapak Bagas. Mencari sekretaris yang sesuai kriteria Bapak itu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Sudah dua hari sejak pengumuman lowongan dipasang, belum ada satu pun orang waras yang mendaftar." Dewi berbicara perlahan sambil mengatur napas untuk menahan emosi yang sudah berada di ubun-ubun itu.
"Gimana? Jadi maksudnya, kalo ada yang daftar sebagai sekretaris. Itu orang yang nggak waras gitu?" Bagas bertanya dengan berpikir keras.
Dewi menahan senyum, sebisa mungkin dia harus tetap profesional menghadapi bos sekaligus adik kelasnya itu. "Ya, karena orang waras yang mendaftar sebagai sekretaris Bapak sudah Bapak pecat semua. Ada kemungkinan, kalo mereka, para mantan sekretaris Bapak itu sudah menyebarkan berita buruk mengenai sifat Bapak di kantor."
Bagas mengerutkan kening, mencoba memahami ucapan pegawainya itu. "Memangnya kenapa dengan sifat saya?" tanyanya polos.
"Bapak nggak sadar kalo sikap Bapak selama ini itu udah keterlaluan? Mana ada sekretaris yang betah kerja sama Bapak kalo dikit-dikit salah, dikit-dikit salah. Semua kerjaan mereka selalu salah di mata Bapak."
"Ya, itu karena mereka memang membuat kesalahan. Jadi, bukan salah saya, dong kalo saya jadi marah sama mereka. Kamu juga tau saya nggak suka dengan kesalahan sekecil apa pun. Seharusnya mereka belajar dari kesalahan, bukannya justru membuat kesalahan-kesalahan baru setiap harinya. Saya nggak mau tau. Dalam minggu ini, harus sudah ada sekretaris baru untuk saya. Dan kamu lakukan apa pun agar sekretaris baru itu bertahan di sini dalam waktu lama."
KAMU SEDANG MEMBACA
His Secretary [TAMAT] - SEGERA TERBIT
RomansaTidak selamanya menjadi putri tunggal dari orang tua kaya raya membuat hidup seseorang bahagia. Alesha Kinan Wijaya justru memilih pergi dari rumah dan hidup mandiri karena menolak untuk dijodohkan dengan putra dari sahabat ayahnya. Wanita manja dan...