The View Before My Departure

1 0 0
                                    

Angin berhembus cukup kencang sore ini. Jalanan padat karena sekarang jam pulang kerja. Aku bisa melihat kepadatan lalulintas dan gedung-gedung tinggi dari atas sini. Di tempat berdiri ku sekarang ini adalah gedung yang paling tinggi diantara gedung-gedung yang lain. Jadi aku sekarang berada di atas mereka semua, aku bisa melihat semuanya dari atas sini. Pemandangan yang cukup indah.

Aku duduk di tepi rooftop gedung, kaki ku menjuntai ke bawah. Tidak ada pagar pembatas di sini. Aku rasa pemilik gedung ini sengaja menjadikan tempat ini sebagai tempat bunuh diri terbaik. Seseorang bisa melihat pemandangan indah dan menghirup udara yang segar dari atas sini sebelum mereka mati. Tapi aku belum pernah mendengar kasus bunuh diri yang dilakukan di atas gedung ini.

Sekarang aku mengerti beberapa hal. Seseorang yang menjadikan bangunan tinggi sebagai tempat terakhir yang mereka kunjungi sebelum mereka mati. Itu karena mereka ingin melihat bagaimana dunia yang memuakkan ini terlihat dari atas sini. Apakah itu akan merubah pemikiran nya atau tidak. Tapi ketika sampai di atas sini, dunia ini terlihat indah, terlihat menyenangkan. Namun ketika kita turun dan berpartisipasi di dalamnya, dunia ini seperti neraka. Dan ketika kita berdiri di ketinggian seperti yang aku lakukan sekarang, entah bagaimana aku merasa puas, aku merasa berkuasa, aku merasa tenang. Adapun alasan seseorang mati setelah menikmati semua ini adalah karena semua ini hanya bisa dinikmati untuk sementara. Hakikatnya semua manusia memiliki keegoisannya sendiri untuk memiliki sesuatu yang tidak seharusnya. Sesekali aku juga merasa seperti itu.

Jadi aku kembali berdiri dan berbalik membelakangi pemandangan yang aku nikmati untuk sementara waktu itu.

Baiklah, berarti aku menjadi yang pertama yang mengotori gedung ini sebagai tempat kematian ku. Maaf kepada pemilik gedung, namun terima kasih karena sudah membangun gedung indah ini.

Kemudian langkah terakhir mendorong tubuh ku jatuh. Punggung ku terasa dingin karena menerobos angin. Mata ku tetap terbuka, kemudian tiba-tiba waktu terasa melambat ketika aku melihat sosok anak kecil yang berdiri di tempat ku berdiri sebelumnya. Kemudian kakinya menekuk dan tangannya menyentuh sisi bangunan menyisakan kepalanya yang melihat ku jatuh dengan air mata yang jatuh kemudian menyentuh pipi ku.

Aku tahu jelas siapa anak kecil itu, terutama alasan dia menangis. Dia menangis karena aku tidak mau untuk mampu memenuhi impiannya, dia menangis karena aku tidak melakukan rencananya, dia menangis karena kecewa padaku. Kecewa karena aku menyerah sementara dia aku buat menunggu.

"Lagipula kau juga akan mati, anak kecil"

Aku berkata pelan sambil tersenyum. Anak kecil itu adalah aku, bagian dari diriku. Ketika aku mati, dia juga akan mati. Seharusnya tidak ada alasan dia harus bersedih dan kecewa melihat aku menyerah. Karena aku adalah dia. Seberapapun dia kecewa padaku, lagipula aku sudah menyerah. Tidak ada gunanya dia menangis. Air matanya tidak akan mampu menyelamatkan nyawa ku saat ini.

Detik selanjutnya ketika aku memejamkan mataku, tubuhku hancur di tanah. Aku selesai.

Blue RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang