pada wajah yang sama,
berdiri, membelakangi hamparan pasir menuju lautan.
seolah kau memintaku tetap tinggal
puan, hati saya tak pernah mampu menafsir puisi dalam mata, pun aksaramu
menyeluruh, dalam diammu nampak ada bimbang
barangkali debar kita hanya terjeda oleh detik?
saya rasa laut hanya sedang surut, maka tunggulah hingga pasang datang kembali
jadi, bagaimana?
bisakah bertahan lebih lama?
euforia.
tuan, senja itu telah redup
syair-syair itu telah ditiadakan waktu
saya tau.
tapi saya masih merapal,
3/4 labirinmu pun saya sudah hafal lika-likunya
tolong.. biarkan saya pecahkan 1/4 lagi teka-teki perihal kamu
dan Demi Tuhan, hanya kepadamu saya minta hatiku dijatuhkan...
air dari matamu seperti karang yang dihantam ombak, kokoh sekali
namun tuan, kau harus tau
bukan kita yang dipilih untuk menjadi sepasang degup yang menggebu
tak apa, bukan salahmu.
isi kepala kita bagaikan puisi yang tak indah,
seberapa keraspun kita menyusunnya
saya bukanlah irama yang tuan inginkan
kita berdua tenggelam dalam hening
sudah ya, saya pamit.
lautan mebawamu pergi,
tanpa sedikitpun tentangku yang kau simpan rapi