III

1 0 0
                                    

Hari-hari silih berganti. Candra yang mencoba menikmati hangatnya cahaya matahari setiap fajar. Seluruh trauma dan luka menghiasi buah pikirannya.

Rumah Candra yang sekarang kosong tanpa jiwa. Debu-debu terpajang di segala penjuru ruangan. Candra terduduk pada kursi goyang milik ayahnya menyaksikan alur perjalanan hidup keluarganya pada kecilnya buku pengingat.

Melihat kebahagiaan wajahnya saat bersanding dengan ibunya, Candra terseringai.

Kenangan-kenangan manis sekarang tersisa penikmat manisnya. Candra mengingat semua foto yang tersimpan dalam buku.

"Candra"

Suara misterius membingungkan Candra.

"Hah? Sopo kae?" Candra bertanya kepada suara yang entah darimana asalnya.

"Awakmu iki ora duwe niatan mungkasi wejangan ibumu?"
(Kamu nggak ada niatan menyelesaikan wejangan ibumu?)

"Awakmu ora usah melu-melu perkaraku lan ibuku."
(Kamu nggak usah ikut-ikut masalahku dan ibuku)

"Sangking akehe kedadeyan ing dina iki yo? Wejangane ibumu iku Aku. Aku sing bakal mandu kae gawe mungkasi masalah kae."
(Sangat banyaknya kejadian hari ini ya? Wejangan ibumu itu Aku. Aku yang akan memandumu untuk menyelesaikan masalahmu.)

"Wejangane ae Aku ora ngerti masalahe saka ndi. Yen Aku ngerti, Aku langsung mangkat."
(Wejangannya saja Aku tidak tahu masalahnya darimana. Jika Aku tahu, Aku langsung berangkat.)

"Wes ndang mangkat, akeh papan seng kudu ditemoni."
(Sudah cepat berangkat, banyak tempat yang harus ditemui.)

"Mangkat nangdi?"
(Berangkat kemana?)

Percakapan antara Candra dan makhluk tak berwujud berbuah semangat Candra mencari petunjuk. Seolah-olah tubuhnya dikendalikan oleh sesuatu agar segera pergi ke tempat yang diproyeksikan suara misterius.

"Heh mau kemana lagi? Baru 1 minggu udah mau jalan-jalan. Kebiasaan setiap Gue datang pasti tuan rumahnya mau pergi. Ada apa sih?" Niko yang baru saja memarkirkan kendaraanya di depan Rumah Candra.

"Gatau sih Nik, Gue niatnya mau healing ke Bali."

"Ojok sekali-kali kae ndudui maksud lan tujuan dira. Kalebu sisan Aku."
(Jangan sekali-kali kamu memberitahu maksud dan tujuanku. Termasuk Aku.)

Suara misterius datang membawa pesan penting untuk Candra. Candra diam dan menyetujui suara aneh yang daritadi menghantui pikirannya.

"CAN!" Niko menyentak Candra sebab kalimatnya tidak digubris sama sekali.

"Eh apaan?"

"Kalau Gue ngomong mbok didengerin. Daritadi lho. Ngapain emang ke Bali? Nyari cewe? Tumbenan."

"Enggak, Gue ke Bali cuma perlu menyegarkan otak aja sih. Capek banget dari kemarin, gak henti-henti otakku kerja."

"Yaudah sih kalau gitu, enjoy ya."

"Siap, makasih ya Nik udah nyamperin. Sorry banget gabisa nawarin teh."

"Halah, gapapa. Cuma mastiin keadaanmu aja oke atau enggak."

"Gue setengah oke setengah enggak sih hehe, duluan Nik." Jawaban membingungkan dari Candra.

Niko melambaikan tangannya dengan lantang berseru, "Yoi Can!"

Motor Candra berlari kencang berkejaran dengan angin barat. Motor yang dikendarai Candra bertujuan akhir di Pelabuhan Ketapang. Butuh 7 jam perjalanan untuk sampai di destinasi.

Sesampainya di pelabuhan, Candra mengurus tiket serta kelengkapannya menuju Pulau Bali. Namun, banyak sesuatu yang melintasi pikirannya seperti petunjuk arah untuk Candra di Pulau Bali.

Pulau Bali, pulau yang berisikan hembusan angin sorga. Bersinarnya cahaya dewata, merangkai alurnya kehidupan rakyat Wisnu. Hijaunya tanah kayangan, suburnya manusia sang surya.

Giliputih, destinasi awal dari perjalanan Candra.

RahwanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang