1. Permulaan

148 20 0
                                    

Happy reading ~(⁠ ⁠◜⁠‿⁠◝⁠ ⁠)⁠♡

"Nilai ulangan harian matematika minat kalian kemarin anjlok semua, ibu saja sampe geleng geleng kepala, tapi syukur ibu bisa bernafas lega karena yang tuntas juga ada beberapa," jelas bu Lastri guru matematika dikelas 11 MIPA 1.

"Jadi ibu hanya akan memanggil nama yang ulangannya tuntas saja, selain itu ibu minta yang gak tuntas buat video pembelajaran tentang materi kemarin," satu kelas diam tak berkutik sambil menunggu bu Lastri menyebutkan nama nama itu.

"Gema Harbani," Senyum bu Lastri sambil menatap Gema yang namanya disebut, dirinya yang dipanggil itu hanya menurut dan berjalan ke depan meja guru.

Mendengar nama Gema yang pertama disebut bukannya Havi satu kelas langsung tahu dan lantas menoleh ke arahnya.

Havi sudah menahan emosinya, dia sama sekali tak menyangka Gema yang statusnya adalah siswa baru bisa menyaingi nilainya.

"Dan.. Havika Arthalla." Ucap bu Lastri tersenyum simpul saat murid kesayangannya lagi lagi mendapatkan nilai yang memuaskan.

Havi berjalan ke depan tapi sebelum itu dia sengaja menyenggol bahu Gema yang kebetulan akan kembali ke tempat duduknya membuat Gema menatap Havi bingung, tapi dia tak ambil pusing dan kembali duduk di bangkunya.

"Baiklah kita cukupkan sampai disini, ibu mau tugasnya dikumpulkan Minggu depan paling lambat sebelum ulangan akhir semester, ibu pamit dulu, permisi."

"Baik bu."

-o-O-o-

Havi pov

Entah kenapa sedari tadi gue kesel sama anak baru itu, masih baru juga udah belagu, mana sok sokan mau nyaingin gua, APA MAKSUT COBA ANJG.

"Eh Hav lo kenapa?" Ini Yendi temen sebangku gue menatap gue dengan tatapan bingung.

Entahlah, mood gue dari minggu kemarin jelek banget gara gara itu anak baru.

"Gapapa yen," balas gue seadanya, karena gue yakin Yendi juga bakal ngerti gue secara dari tadi gue udah natap Gema dengan tatapan tajam.

"Oh lu gak mau Gema nyaingin lu? Ajak duel kepintaran aja sama dia Hav," usulan Yendi yang terkesan main main itu gak gue tanggepin, bukannya apa gue kalo yang kayak gini gue bisa aja karena masalah gitu mudah bagi gue.

"Havi." Tiba tiba aja ada yang manggil gue, dan ternyata itu Gema.

Seriusan, kayaknya nih orang bisa baca pikiran gue pas natapin dia tadi.

"Hm?" Balas gue yang terlalu malas buat natap mukanya langsung.

"Kalau ada orang manggil tuh ditatap," dagu gue diangkat pelan sama Gema bikin gue yang digituin merasa di lecehkan.

Dengan cepat gue menepis tangan dia kasar, terus natap dia dengan tatapan tajam.

Sumpah gue muak dengan wajahnya.

Pas gue tepis bukannya merasa bersalah atas apa yang di lakuin ke gue justru dia malah terkekeh dan menatap gue remeh.

"Mari kita saingan secara sehat, Havika."

-o-O-o-

Kebiasaan gue tiap jam istirahat bakal selalu ke perpustakaan, tapi enggak buat sekarang karena dari tadi Weina dan Hani udah narik tangan gue buat ngajak ke kantin.

Ya gue cuman pasrah pasrah aja di tarik, mau nolak juga gak bakalan bisa, pasti dua cewek itu akan ngeluarin jurus andalan mereka, aegyo.

"Gini dong Hav, kalo istirahat tuh yang dimakan nasi bukan buku!," Kita mendudukkan diri di meja yang ada di tengah tengah, untunglah kantin belum terlalu ramai saat ini mungkin beberapa menit lagi bakalan ramai.

Gue cuman nanggepin perkataan Weina dengan deheman, tak mau membalas karena suasana hati gue masih belum baik sejak Gema mengajak gue buat saingan secara sehat tadi.

Ya gue terima ajakkan dia buat bersaing secara sehat, toh gue yakin dia gak bakal bisa nyaingin peringkat pertama gue.

"Havi mau apa? Biar mbak Hani yang pesenin, cepetan ya nanti keburu rame," gue mendongak sebentar lalu balik fokus ke buku yg gue baca.

"Samain aja."

"Okay," setelah itu Hani berlalu buat mesenin makanan kita, sedangkan Weina yang tadi sibuk dengan ponselnya menyikut lengan gue pelan.

"Hav katanya ada yang nantangin lu buat bersaing secara sehat ya?" Pertanyaan Weina bikin gue mengalihkan tatapan ke arahnya.

Secepat itu kah berita itu tersebar?

"Iya," balas gue yang emang udah males mau nanggepinnya kayak gimana.

"Lo gak marah?"

Marah? Banget malah, tapi entahlah gue juga gak tau dengan diri gue sekarang.

-o-O-o-

Gema bukan tipe orang yang suka akan keramaian, jadi dia memutuskan untuk pergi ke perpustakaan dengan membawa bekal yang dibuat oleh bundanya itu, untunglah Juan tadi sudah memberi tahu dimana letak perpustakaan sekolah.

Baru satu sendok Gema menyuapi makanannya, saat dengan tiba tiba saja suara yang tidak ia ketahui langsung dia urungkan, meletakkan sendok makannya ke tempat bekal lalu mendongak menatap orang itu.

Dia Havi.

Sedikit tertegun karena Havi kini melangkahkan kakinya lalu duduk disebelah Gema, sedang sang empu hanya menatapnya datar tanpa minat lalu melanjutkan makanannya.

"Gue peringatkan sama lu buat gak gegabah," bisik Havi berbisik ditelinga Gema.

Kunyahan itu berhenti lalu menatap Havi bingung.

"Intinya jangan terlalu sombong karena nilai lo yang tadi," Gema yang mendengar itu lantas menarik sudut bibirnya dengan tampang meremehkan.

"Emangnya lo siapa?" Tanya Gema balik berbisik dengan seduktif ditelinga Havi, membuat ia terdiam cukup lama sebelum menatap tajam ke arah Gema yang memasang tampang tak pedulinya.

Ada rasa yang menggelitik saat Gema meniup daun telinganya, membuat dirinya agak merinding merasa dipermalukan dengan ucapan Gema tadi.

Havi berdiri dari duduknya dan berlalu pergi meninggalkan Gema yang hanya menatap datar punggung Havi yang sudah menghilang.

Gema hanya tersenyum tipis mengingat perlakuan dirinya tadi kepada Havi, ada rasa tak enak juga karena dirinya malah mengajak Havi bersaing nilai, padahal dia tidak terlalu peduli dengan nilainya, dan alasan dia mengajak Havi bersaing itu karena dirinya ingin dekat dengan pemuda manis itu.


Tbc.

Hiks kali ini cerita yg ku bawa hasil kegabutan, thanks sudah bacaa, lov u all

REALITY - JEONGHARUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang