Bagian Satu

45 9 0
                                    


KEBEBASAN direnggut dari Korai dalam sekejap mata.

Satu detik dia melompat di udara, detik selanjutnya dia jatuh dengan bunyi memuakkan dari pergelangan kakinya. Ada sentakan  yang luar biasa nyeri dan Korai mendengar suara teriakan.

Punggungnya membentur lantai dan Korai sadar dialah yang berteriak. Dialah yang berteriak karena mulutnya terbuka dan tangannya secara otomatis berusaha meraba pergelangan kakinya. Dialah yang berteriak karena Wakatoshi dan Tobio menatapnya dengan terkejut dan ngeri. Dialah yang berteriak karena dunia seolah-olah berhenti untuk menyaksikan detik-detik kejatuhan Korai dan teriakannya yang penuh nyeri.

Korai menatap langit-langit gimnasium dan mendengar teriakan Fukuro di latar belakang. Lampu di langit-langit bersinar dengan cahaya tinggi dan menyilaukan. Paramedis segera mengerubungi dan menutupi pandangan Korai, mengirimnya dalam detik-detik paling lama sekaligus paling setengah sadar yang pernah Korai alami sejauh ini.

Pergelangan kakinya patah.

Korai bertanya-tanya apakah itu artinya dia tidak bisa melompat lagi. Apakah patah kakinya merenggut kebebasan yang paling Korai sukai?

Sebelum matanya tertutup, Korai bertanya-tanya apakah Sachi merasa bebas di mana pun dia berada.

Setidaknya ada satu dari mereka yang mencecap kebebasan lebih lama daripada detik-detik Korai bisa melayang di udara.

***

Pergelangan kakinya tidak patah. Tapi terpelintir cukup parah hingga Korai tidak bisa apa-apa kecuali rebah. Fukuro berdiri di dekat kaki ranjang, segala kemuliaan seorang kapten yang seharusnya membuat Korai pasrah. Tapi Korai tidak pernah menjadi orang yang gampang tunduk apalagi menyerah.

Hirugami Fukuro adalah pengecualian sempurna dari sosok kapten yang seharusnya Korai hormati. Saudara laki-laki Sachi dan Korai punya argumen panas dan perang dingin yang berlangsung lima tahun lamanya. Korai adalah satu-satunya yang mengangkat kepala dengan angkuh pada Fukuro. Satu-satunya kemarahan mendidih yang Fukuro sendiri tidak bisa melampiaskannya. Satu-satunya yang berani menatap Fukuro langsung di mata dan menggeram dengan kebencian semata.

Di lapangan dan di pertandingan, mereka profesional sebagai rekan. Di luar hubungan kapten dan salah satu anggotanya, Fukuro dan Korai tidak boleh diletakkan dalam satu ruangan yang sama tanpa pengawasan.

Sekarang mereka berhadapan. Korai bisa merasakan suhu ruangan turun hanya dengan mereka yang saling bertukar tatapan.

"Satu bulan," kata Fukuro. Suaranya dingin dan membosankan. "Lo punya satu bulan buat istirahat."

Korai, seperti biasa, mengangkat dagunya dengan tantangan di kedua mata. "Gue cuma keseleo. Seminggu cukup buat istirahat."

"Itu perintah dari pelatih." Fukuro mengatakan dengan nada final, tidak ada ruang untuk bantahan. "Jangan pikir gue gak tau kalo lo latihan terlalu lama akhir-akhir ini. Lo butuh istirahat kalo lo masih mau ikut turnamen dua bulan lagi."

Korai mengatupkan rahangnya dan menatap Fukuro dengan tajam. Kedua tangan mengepal mencengkeram seprai, gemetar menahan marah tapi sadar dia tidak bisa membantah.

Fukuro masih diam di kaki ranjang. Tenang dan tak tersentuh. Fasad yang sama yang ditunjukkannya waktu Korai bertanya Sachi ada di mana.

Fukuro tampak tidak terganggu dan itu membuat Korai merasa terganggu.

Korai memaku pandangannya pada Fukuro dan memastikan seluruh kebenciannya terlihat jelas. Fukuro membalas dengan ketenangan yang tidak masuk akal, postur tenang dan tatapan tegas.

SACHITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang