39.TANGISAN CLARA [END]

50 11 4
                                    

Happy Reading....

Kabar duka tentang meninggalnya penerus Ajendra group telah menyebar luas, jadi tidak sedikit orang yang hadir di hari pemakamannya, bahkan teman-teman Clara juga turut berdukacita atas kepergian Dika.

Setelah acara pemakaman selesai, orang-orang pergi meninggalkan pemakaman itu, Disini, Clara dan juga orang tua Dika masih tetap setia memandangi nisan bertuliskan nama Argalins mahardika itu.

Dengan perasaan hancur dan sedih, Clara menangis sembari memeluk nisan itu, entah sudah beberapa jam ia menangis. Bahkan semalampun, ia tidak pulang kerumahnya, dan memilih menemani mayat Dika yang telah terbaring kaku.

Gerimis perlahan turun, Mira dan Jefran telah pergi meninggalkan makam itu, entah sudah berapa kali Mira membujuk Clara agar tidak terus terusan menangis di tempat ini, namun Clara yang kelewatan keras kepala menolak dengan tegas ajakan Mira. Dan kini tinggal ia dan Diki saja yang ada di tempat itu.

Tidak tanggung-tanggung, kini hujan semakin deras, dan hal itu tidak membuat Clara pergi dari tempat nya, ia masih setia memeluk nisan bertuliskan nama kekasihnya itu.

"Sebegitu singkatkah kisah kita Ka? Sehingga kamu meninggalkanku secepat ini... Padahal kita jarang bersama, namun.... Hikss," Clara menjeda ucapannya.

Dan tidak tanggung-tanggung, air matanya kembali turun dengan deras di ikuti dengan air hujan yang telah membasahi bumi, seolah hujan itu tau. Betapa sedih dan kehilangannya ia saat ini.

Di bawah derasnya air hujan, Clara masih setia duduk di samping gundukan tanah itu dengan Diki yang masih menemaninya. Entah, sudah beberapa kali laki-laki itu mengajaknya pulang. Namun Clara masih tetap bersikeras untuk tidak pergi.

Sakit, sedih, marah, semuanya bercampur dalam satu tempat. Clara tidak bisa mengutarakan perasaannya sekarang. Yang bisa ia lakukan hanya menangisi kepergian sang kekasih yang begitu tiba-tiba.

Sungguh. Ia menyesal, andaikan malam itu ia tidak mengatakan sesuatu yang menyakiti hati laki-laki itu, mungkin sekarang Dika masih ada di sini, walaupun tidak dengan dia lagi.

Hujan semakin lama semakin deras, dan itu membuat Diki yang berdiri di belakang Clara menatap khwatir kearah gadis itu,

"Ra, yuk pulang. Hujannya makin deras, nanti kamu sakit." Ajak Diki, namun lagi-lagi Clara menggelengkan kepalanya.

"Clara!" Bentak Diki, bagaimanapun kini ia kesal dengan sifat keras kepala Clara.

"Lo kalau mau pulang, pulang aja! Nggak usah sok-sokan nungguin gue, gue masih mau temenin Dika, sekarang dia lagi kedinginan." Bentak Clara dan kembali menatap gundukan tanah yang ada di depannya.

Diki duduk di samping Clara, "Ra. Aku mohon, sekarang pikirin diri kamu. Dan sadar, kalau Dika udah nggak ada lagi. Aku tau perasaan kamu kayak gimana, dan aku juga sama kayak kamu, sama-sama merasakan kehilangan. Tapi sadar Ra, jangan buat diri kamu kayak gini dengan kehilangannya Dika."

"Syut....Diam Ki. Jangan berisik, nanti Dika kebangun." Ucap Clara tanpa mengalihkan pandangan dari nisan Bertuliskan nama Dika itu.

"Hujan Ra, nanti kamu masuk angin," Balas Diki khwatir.

"Kalau aku masuk angin, terus Dika sekarang gimana?" Tanya Clara

"Aku mohon Ra, jangan sakitin diri kamu. Jangan buat aku ingkarin janji yang telah aku setujui," Ucal Diki, namun tidak mendapatkan respon dari Clara.

Brukk. Tiba-tiba Clara jatuh pingsan tepat di atas gundukan tanah itu, dan itu membuat Diki semakin khawatir, buru-buru Diki mengangkat Clara dan membawa gadis itu kedalam mobilnya.

GRANETHA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang