Part 6

690 37 0
                                    

 Puk puk Justin sakit :( Kurang vitamin C (Cinta) tuh... :3

~~~

            Aku membuka mataku ketika merasakan sentuhan lembut dikeningku. "Ibu?" panggilku.

            "Pagi. Demammu sudah hilang sepenunya," kata Ibu senang.

            "Pagi. Obatnya manjur, syukurlah," kataku lalu duduk dan Ibu menyerahkan segelas teh hangat. "Wah, sup," aku tersenyum senang lalu Ibu mulai menyuapiku. "Dimana Violet?" tanyaku.

            "Dia sedang pergi dengan Ryan," kata Ibu.

            "Oh ya? Kemana?" tanyaku.

            "Ibu menyuruh Ryan untuk mengajak Violet jalan-jalan sepuasnya. Ada yang ingin Ibu tanyakan denganmu," kata Ibu.

            "Ya," aku menelan supnya. "Silahkan," kataku.

            "Apa ada hari yang kau lewatkan?" tanya Ibu lalu aku mengerutkan keningku. "Maksud Ibu, apakah ada hari perayaan yang kau lewatkan? Antara kau dan Violet atau... hari yang penting bagi Violet?" tanya Ibu.

            Aku menggeleng. Tidak ada, ulangtahunnya di bulan Agustus, begitu juga kematian ayahnya. Ada apa, Bu?" tanyaku penasaran.

            "Tadi malam, Paman Harris bilang Violet bangun jam dua pagi untuk meminum sekaleng bir," kata Ibu lalu mengelap mulutku. "Sepertinya dia cukup banyak pikiran sampai tidak sadar Paman Harris dan Ryan masih bangun sehabis menonton bola."

            "Jam 2 pagi?" ulangku.

            "Ya, itu bukan waktu yang normal," kata Ibu.

            "Aku akan bicara dengannya nanti. Mungkin karena aku sakit, dia tidak menceritakan masalahnya denganku," kataku lalu Ibu mengangguk.

            "Ibu harap Violet tidak apa-apa," kata Ibu lembut.

            "Aku juga," kataku pelan.

~~~

            Aku meregangkan badanku dan sudah merasa sangat segar sekali. Sekarang sudah jam 3 sore, seharusnya Violet sudah sampai dirumah.

            "Lucky! Jangan masuk kedalam kalau kakimu kotor! Aku akan disuruh mengepel!" teriak Ryan marah. "Oh, hai Justin!" Ryan menyapaku.

            "Hai, Ryan," aku tersenyum.

            "Kau sudah sehat, Bung?" tanyanya.

            "Aku merasa jauh lebih baik," kataku senang.

            "Kalau kau mencari Violet, dia di taman belakang, sedang menerima telpon," kata Ryan seakan bisa membaca pikiranku.

            "Ya," aku melambai lalu berjalan ke halaman belakang.

            Aku menatap Violet yang berdiri membelakangiku. Tangan kirinya memegang telpon dan aku berusaha tidak membuat suara sedikitpun.

            "Berhentilah mengganggu hidupku!" teriak Violet lalu menutup telponnya dan langsung berbalik lalu menabrakku. "Lepaskan!" teriak Violet takut lalu aku memeluknya erat.

            "Violet! Ini aku, Justin!" kataku berusaha menyadarkan Violet yang berontak dalam pelukanku. "Violet! Lihat aku!" aku memegang kedua pipinya lalu Violet menatapku. "Ini aku, kau baik-baik saja?" tanyaku lalu Violet memelukku erat. Dia menangis meraung dipelukanku dan aku kaget bukan main. "Violet..," gumamku pelan.

            "Jangan pergi," kata Violet tidak jelas sambil memelukku lebih erat.

            "Aku ada disini, aku tidak kemana-mana," kataku lembut. Aku mengajaknya untuk duduk di meja piknik yang memang tersedia disitu.

            Aku dengan sabar menunggu sampai Violet tenang. Aku mengelus bahunya lalu menghapus airmatanya. Aku melihat pergelangan tangannya yang merah seperti terkena cakaran.

            "Kau melakukan ini?" tanyaku lalu Violet mengangguk. "Kau menyakiti dirimu sendiri, Sayang," kataku lalu mengelus tangannya lembut. Violet masih diam lalu aku menghela nafas. "Kau butuh bicara dengan seseorang," bisikku lalu mencium pipinya lembut.

            "Aku hanya ingin bersamamu sekarang, kumohon," kata Violet lalu memelukku lagi.

            "Ya, aku disini," aku mengelus rambutnya lalu Violet terasa lebih tenang dipelukanku. Aku berbalik dan memberikan isyarat tidak apa-apa ke Ibu dan Bibi Alice yang berdiri dan menatap kami dengan khawatir didepan pintu.

            Aku tidak menghitung sudah berapa lama Violet memelukku. Entah dia tertidur atau hanya sekedar menenangkan diri. Apapun itu, aku akan membantunya merasa lebih baik. Tiba-tiba Violet melepaskan pelukannya dan menatapku.

            "Dia menelponku," kata Violet pelan.

            "Ayah tirimu?" tanyaku lalu Violet mengangguk samar.

            "Setelah kita tiba di Bahama, dia mulai menelponku. Kukira dia kesal kita tidak mengundangnya ke pernikahan kita," kata Violet lalu aku menyerahkan segelas air yang memang sudah tersedia di atas meja. Dia meminum beberapa teguk lalu melanjutkan. "Dia bilang aku tidak akan pernah bisa lepas darinya. Jangan anggap keberadaanmu bisa membuatku aman. Dia bisa mendatangiku kapan saja," kata Violet lalu memejamkan matanya. "Dia gila, dan... aku takut... aku... aku tidak bisa menutup telponnya! Tanganku bergetar dan terasa beku! Aku membiarkan dia mengucapkan kata-kata yang melecehkanku sampai dia puas dan dia menutup telponnya," kata Violet lalu air matanya menetes lagi.

            "Dengarkan aku," kataku lembut sambil memegang pipinya. "Aku menyelamatkanmu dari orang-orang bersenjata itu dan ayah tirimu tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan mereka. Kau tidak perlu khawatir dengan omong kosongnya, dia berada jauh di Washington dan kita di Kanada. Untuk sementara, aku akan memegang HP-mu," kataku lalu Violet mengangguk menurut. "Gadis baik," kataku lalu mencium keningnya dan kami berpelukan.

            "Aku ingin bertemu dengan Jessica," kata Violet pelan.

            "Ya, kita bisa lakukan itu secepatnya," jawabku lembut.

~~~

  Nah sampe disini dulu yah... nanti pokoknya abis ketemu sama Mbak Jessica, bakal banyak hal-hal baru di Violet-nya. Ini cuma sampe part 10 aja kok, jadi countdown 4 part lagi yah, dearest readers :* Thanks a lot for waiting this stories.. :3

The Butler : Fight The FearTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang