Sudah beberapa waktu ke belakang bahkan Justin merasa seakan-akan mau tumbang saja. Badannya terasa sakit semua, napsu makan menurun dan parahnya rasa mual yang ia alami seolah tak tak berniat pergi.
Rasa ingin berbaring begitu kuat, tapi kalau itu dilakukannya justru malah membuat Hana kepikiran akan kondisinya. Setidaknya ia tak ingin istrinya malah fokus padanya. Bukan apa apa, hanya saja beberapa waktu ke depan Hana memang harus fokus pada tugas tugas kampus. Jadi, ia tak ingin mengganggu pemikiran dia.
"Je, beneran baik-baik saja, kan?"
Justin tersenyum simpul. "Tentu saja," balasnya.
"Tapi sepertinya tidak begitu. Aku istrimu, kan ... jadi aku tahu kapan kamu sehat dan kapan kondisimu menurun. Dan sekarang, aku yakin kalau kamu sedang tak sehat."
Justin menutup sebuah buku yang ia baca, kemudian menarik Hana ke pangkuannya, memainkan jemarinya di wajah mulus itu.
"Han ... haruskah aku mengajakmu bersenang-senang sebentar, agar kamu yakin kalau aku baik-baik aja?"
Hana mengalungkan kedua lengannya di tengkuk Justin, membuat posisi keduanya semakin dekat. Padahal ia tak berniat untuk memulai adegan panas loh, tapi suaminya ini justru malah langsung menyerangnya.
Hanya bisa pasrah dengan tingkah suaminya itu. Anggap saja ini sebagai penyemangat untuk menghadapi tugas tugas di kampus.
Seperti biasa, Justin akan mengantarkannya ke kampus. Sebenarnya ia sudah meminta agar suaminya itu tak mengantar, tapi tahu sendiri cowok macam apa dia.
"Pulang jam berapa?"
"Nanti ku kabari. Tapi kamu nggak usah jemput," balasnya.
"Kenapa?"
"Kamu mau ke kantor, kan?"
"Iya."
"Nanti aku minta Rhea atau yang lainnya buat anterin aku ke kantormu," terang Hana. "Aku bosan di rumah sendirian, setidaknya bisa menemanimu bekerja, mungkin."
Sejenak berpikir, akhirnya Justin memberikan anggukan atas perkataan istrinya.
Hana menyambar dan mencium punggung tangan Justin untuk pamit. "Bye."
Baru juga Hana turun dari mobil, ponselnya tiba-tiba berdering. Terlihat, sebuah pesan yang ia terima dari Tian.
"Ke kantor sekarang, ada masalah."
Jika Tian sudah mengatakan seperti itu, artinya memang benar ada masalah yang serius. Karena jika masih bisa dia tangani dan atasi, sobatnya itu tak akan memintanya turun tangan.
Beberapa saat, ia sampai di kantor. Dengan langkah cepat segera menuju ke ruangannya yang ternyata di sana sudah ada Willy dan Tian.
"Ada apa?"
Tak menjawab, tapi Willy malah menyodorkan sebuah map dihadapan Justin.
Membuka isi map yang terdapat beberapa lembaran kertas di dalamnya. Satu persatu ia pahami dan cerna di mana letak permasalahan itu. Hingga akhirnya masalah yang disebutkan Tian tadi ditemukannya.Seketika benda itu ia lempar dengan kuat di meja. Jujur, ini seolah membangunkan emosinya yang mulai tenang.
"Apa-apaan ini!"
"Gue udah telusuri, dan ternyata dia sudah melakukan ini dari beberapa bulan yang lalu."
"Panggil dia!"
Tian segera berlalu dari ruangan itu saat tahu siapa yang di maksud oleh Justin. Badannya benar-benar terasa tak sehat, sekarang malah dihadapakan pada kasus yang membuatnya harus mengeluarkan emosi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Kedua sang Billionaire
Romance[TAMAT] Ebook tersedia [Session 2 sudah ada, ya.] Tiba-tiba Hana bangun, mendapati seseorang yang tidur bersamanya. Tentulah itu membuatnya kaget. Kesadarannya masih utuh dan ia meyakini kalau dirinya belum menikah. Tapi kenapa ada orang lain yang t...